KUMPULAN KTI KEBIDANAN DAN KTI KEPERAWATAN

Bagi mahasiswi kebidanan dan keperawatan yang membutuhkan contoh KTI Kebidanan dan keperawatan sebagai rujukan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah bisa mendapatkannya di blog ini mulai dari BAB I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka, Kuesioner, Abstrak dan Lampiran. Tersedia lebih 800 contoh kti kebidanan dan keperawatan. : DAFTAR KTI KEBIDANAN dan KTI KEPERAWATAN

KTI TINGKAT PENGETAHUAN IBU MENYUSUI TENTANG PENTINGNYA PEMBERIAN KOLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR DI KLINIK XXXXXXX

Kamis, 28 April 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
WHO melansir ada 10 juta anak di dunia ini yang meninggal sebelum usia 5 tahun yang disebabkan oleh beberapa hal yang sebetulnya dapat dicegah. Kekurangan gizi yang semakin merajalela bahkan merupakan faktor penyebab kematian terhadap lebih dari setengah jumlahnya tersebut. Dengan demikian pemberian ASI pada satu jam pertama diharapkan akan mampu mengatasi hal ini (Pambagio, 2007).
Indikator utama derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR). Dari hasil penelitian yang ada, angka kematian bayi ini tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, terutama gizi. Status gizi ibu pada waktu melahirkan, dan gizi bayi itu sendiri, melainkan terkait dengan faktor-faktor langsung maupun tidak langsung sebagai penyebab kematian bayi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi bayi sangat perlu mendapat perhatian yang serius. Gizi untuk bayi yang paling sempurna dan paling murah adalah ASI atau Air Susu Ibu (Anurogo, 2009).
Mendapatkan Air Susu Ibu atau ASI adalah proses pemenuhan hak yang pertama yang harus diterima oleh anak ketika baru lahir dan sebelum mendapatkan hak yang lain. Namun pada kenyataannya hak dasar anak ini banyak yang belum terpenuhi. Penyebabnya bermacam-macam, misalnya karena ASI belum atau tidak keluar, kondisi ibu yang belum memungkinkan menyusui satu jam paska melahirkan maka bayi diberi susu formula. Alasan tersebut sering digunakan untuk tidak memberikan ASI pada saat bayi baru lahir, sehingga mengakibatkan bayi tidak terpenuhi haknya. Hal ini banyak terjadi pada anak di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Ketika hak pertama tidak terpenuhi maka selanjutnya dapat berdampak pada tumbuh kembang anak yang optimal.
Konvensi Hak Anak menyebutkan bahwa setiap anak memiliki hak untuk hidup dan tumbuh berkembang secara optimal. Bayi yang mendapatkan ASI setelah satu jam dilahirkan akan lebih terjamin ketahanaan dan kelangsungan hidupnya. Untuk mendukung hal itu, setiap perempuan juga memiliki hak memperoleh pengetahuan dan dukungan yang mereka butuhkan dalam memberikan ASI terutama ASI Eksklusif, yaitu pemberian ASI saja pada bayi hingga usia 6 bulan (Pambagio, 2007).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan saraf otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya. Menyusui dalam 1 jam pertama menyelamatkan 22% bayi, dan menyusui pada hari pertama menyelamatkan 16% bayi. Jadi, semakin awal pemberian ASI semakin kecil resiko kematian bayi (Handy, 2010).
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997 cakupan ASI Eksklusif masih 52%, pemberian hari pertama 52,7%. Rendahnya pemberian ASI Eksklusif menjadi pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita.
Dari hasil survei Kesehatan Indonesia, wanita Indonesia memberikan kolostrum baru menyentuh angka 51 % (Arisman, 2009). Dan dari hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulawesi Selatan), menunjukkan bahwa cakupan ASI Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan di pedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI Eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13% (Anurogo, 2009).
Pemberian ASI Eksklusif pada bayi pada satu jam pertama sangatlah penting. Sentuhan kulit antara ibu dan bayi saat pertama kali bayi lahir, merupakan faktor penting dalam proses menyusui setelah bayi dilahirkan. Selama proses ini, bayi akan tetap hangat dan memastikan bayi memperoleh kolostrum, yang secara medis terbukti memberikan daya tahan yang luar biasa pada tubuh anak (Pambagio, 2007).
Kolostrum merupakan cairan yang pertama dikeluarkan/disekresikan oleh kelenjar payudara pada 4 hari pertama setelah persalinan. Komposisi kolostrum ASI setelah persalinan mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan (Irawati, 2007). Kolostrum mengandung protein, vitamin dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran (Arif, 2009).
Manfaat kolostrum kurang dirasakan oleh masyarakat kita. Ini terlihat dari kebiasaan ibu membuang ASI yang keluar pada hari-hari pertama setelah bayi lahir. Alasannya karena larangan orang tua dan karena kolostrum berbau. Kurangnya informasi dan ketidakpahaman ibu tentang pentingnya kolostrum juga berpengaruh terhadap sikap serta motivasi ibu dalam pamberian kolostrum pada bayinya. Dari survei awal yang dilakukan peneliti pada Klinik ............ diketahui bahwa ada 10 orang ibu menyusui yang berpengetahuan kurang tentang pentingnya pemberian kolostrum pada bayi baru lahir.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Pentingnya Pemberian Kolostrum Pada Bayi Baru Lahir di Klinik ............ Tahun 2010”

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 124

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU POST PARTUM TENTANG INFEKSI PADA MASA NIFAS DI KLINIK XXXXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang Masalah
 Kematian ibu sebanyak 99% akibat masalah persalinan atau kelahiran Menurut data WHO terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran bayi hidup. Kepala BKKBN Pusat, Prof Dr. Yaumil Chaeriah Agoes Achir mengatakan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bahkan tertinggi di antara negara-negara ASEAN (Lina, 2007).
Angka kematian maternal masih sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. Ini berarti setiap tahun tidak kurang dari 15.700 wanita yang hamil dan melahirkan meninggal dunia (Anto, 2007). Angka yang dihimpun dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menunjukkan sekitar 15.000 ibu meninggal karena melahirkan setiap tahun atau 1.279 setiap bulan atau 172 setiap pekan atau 43 orang setiap hari atau hampir 2 orang ibu meninggal setiap jam (Ambarwati, 2009).
Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih (2010) mengatakan, masih ada kesenjangan angka kematian ibu dan anak di sejumlah daerah. Penyebab kematian ibu melahirkan disebabkan oleh perdarahan sebesar 42%, akibat eklampsia 13%, komplikasi aborsi 11%, infeksi 10 %, dan partus lama sebesar 9%.
Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu (Saleha, 2009).
Infeksi kala nifas (Maryunani, 2009) adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas (puerperal infection / puerperal sepsis).
Infeksi masa nifas dapat terjadi kapan saja, apabila kuman masuk kedalam tubuh seseorang wanita atau bayi dan dapat terjadi bila ada sesuatu yang kotor baik tangan, peralatan, obat dan lainnya, yang menyentuh daerah luka pada tubuh misalnya : luka robekan uterus atau kandung kemih, bekas suntikan dan lain-lain. Penyebab infeksi ini adalah kuman yang biasanya ditemukan disaluran genitalis atau saluran pencernaan bagian bawah.
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman kedalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Dahulu infeksi ini merupakan sebab kematian maternal yang paling penting. Akan tetapi berkat kemajuan ilmu kebidanan, khususnya pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas serta pencegahannya dan penemuan obat-obat baru seperti sulfa dan antibiotik lainnya, di negara-negara maju peranannya sebagai penyebab kematian tersebut sudah berkurang (Sarwono, 2007).
Masa nifas merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi pada masa nifas (Saleha, 2009). 
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Post Partum tentang Infeksi pada Masa Nifas di Klinik ..................  tahun 2010”

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 123

KTI TINGKAT PENGETAHUAN SUAMI TENTANG ASI EKSKLUSIF DI KLINIK XXXXXX

Kamis, 21 April 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
WHO (World Health Organitation) mengatakan ada 10 juta di dunia ini yang meninggal sebelum usia 5 tahun yang disebabkan oleh beberapa hal yang sebetulnya dapat dicegah. Kekurangan gizi yang semakin merajalela bahkan merupakan faktor penyebab kematian terhadap lebih dari setengah jumlah tersebut. Dengan demikian pemberian ASI pada satu jam pertama diharapkan akan mampu mengatasi hal itu. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi satu jam pertama sangatlah penting. Sentuhan kulit antara ibu dan bayi saat pertama kali bayi lahir, merupakan faktor penting dalam awal proses menyusui setelah bayi dilahirkan. Selama proses ini, bayi akan tetap hangat dan memastikan bayi memperolah kolostrum, yang secara medis terbukti memberikan daya tahan yang luar biasa pada tubuh anak (Pambagio, 2007). 
UNICEF menyatakan, sebanyak 30.000 kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia pada tiap tahunnya, bisa dicegah melalui pemberian ASI ( Air Susu Ibu) secara Eksklusif selama 6 bulan sejak tanggal kelahirannya, tanpa harus memberikan makanan serta minuman tambahan kepada bayi ( Prasetyono, 2009).
UNICEF menyebutkan bukti ilmiah terbaru yang dikeluarkan oleh jurnal pediaktrik pada tahun 2006, terungkap data bahwa bayi yang diberi susu formula, memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi dari bayi yang disusui secara Eksklusif. Banyaknya kasus kurang gizi pada anak-anak berusia di bawah 2 tahun yang sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisir melalui pemberian ASI secara Eksklusif. Oleh  sebab itu sudah  sewajarnya ASI Eksklusif dijadikan sebagai prioritas program di negara berkembang ini  (Fayra, 2006).    
            Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997-2003, diketahui bahwa angka pemberian ASI Eksklusif turun dari 49% menjadi 39% , sedangkan penggunaan susu formula meningkat 3 kali lipat (Prasetyono, 2009).
Sementara itu, hasil SDKI 2007  menunjukkan penurunan jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi dibawah 6 bulan diberi susu formula meningkat 16.7% pada 2002 menjadi 27,9% pada tahun 2007 (Ghozan, 2008).
Sentra Laktasi Indonesia  dan Kesehatan Indonesia  2002-2003 mencatat  hanya 15% ibu yang memberikan ASI Eksklusif selama 5 bulan dan rata-rata ibu memberikan ASI Eksklusif hanya 2 bulan (Yuliarti, 2010).
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Hellen Keller International pada tahun 2002 di Indonesia, diketahui bahwa rata-rata bayi Indonesia hanya mendapatkan ASI Eksklusif selama 1,7 bulan (Prsetyono, 2009).
Dari penelitian terhadap 900 ibu di sekitar jabotabek (1995) diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI Eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI Eksklusif ( Roesli, 2000).
Dari survei awal yang dilakukan peneliti di Klinik ..................... Binjai masih banyak dijumpai suami yang kurang mengerti mengenai ASI Eksklusif.
Dari hal itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Tingkat Pengetahuan Suami Tentang ASI Eksklusif Di Klinik ..................... Tahun 2010.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 122

KTI KARAKTERISTIK IBU DENGAN KASUS ATONIA UTERI DI RSU XXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Menurut data WHO, sebanyak 99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara–negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara berkembang merupakan yang tertinggi, dengan 450 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara berkembang (saptandari P,2009).
Di Amerika Serikat sejak 1979 sampai 1992, menganalisis 4915 kematian ibu hamil yang tidak terkait abortus. Mereka mendapatkan bahwa perdarahan merupakan kasus langsung pada sekitar 30 % kasus kematian tersebut. Menurut Bonar 2000, perdarahan adalah faktor utama pada kematian ibu hamil di Inggris antara tahun 1985 dan 1996, tidak diragukan lagi bahwa telah terjadi kemajuan besar dalam kematian akibat perdarahan dengan modernisasi bidang obstetri di Amerika Serikat (Chunningham, 2006).
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris pada tahun 2000, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum (Nizam,2010).
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2002-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini masih jauh dengan target yang ingin dicapai secara nasional di tahun 2010 yaitu 125 per 100.000 kelahiran hidup (Dep.Kes RI, 2005).
Di Indonesia, sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. kematian ibu di Indonesia adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post partum (Depkes RI, 2002).
Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan belum dapat turun seperti yang diharapkan pemerintah. Menurut laporan BKKBN pada bulan Juli 2005, AKI masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah sebenarnya telah bertekad untuk menurunkan AKI dari 390 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1994) menjadi 225 per 100.000 pada tahun 1999, dan menurunkan nya lagi menjadi 125 per 100.000 pada tahun 2010 (Prahardina, 2009).
Propinsi Sulawesi Selatan berdasarkan SKRT pada tahun 1992 prevalensi perdarahan pascapersalinan khususnya pada atonia uteri berkisar 45,5% – 71,2% dan pada tahun 1994 meningkat menjadi 14,3 % - 76,17%, di Kabupaten Pinrang dan 28,7% di Kabupaten Soppeng dan tertinggi adalah di Kabupaten Bone 68,6% (1996) dan Kabupaten Bulukumba sebesar 67,3% (1997). Sedangkan laporan data di Kabupaten Maros khususnya di Kecamatan Bantimurung atonia uteri pada tahun 1999 sebesar 31,73%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 76,74% dan pada tahun 2001 sebesar 68,65% (Fika W, 2008).

Di Sumatra Utara angka kematian ibu lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata – rata nasional. Sampai saat ini rata – rata angka kematian ibu di Sumatera Utara sebanyak 330 per 100.000 kelahiran, sedangkan rata- rata angka nasional adalah 307 per 100000 kelahiran (khairuddin, 2009).
Perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari satu jam bisa menyebabkan kematian pada ibu. Salah satu penyebab perdarahan pasca persalinan yaitu karena atonia uteri dimana tidak terjadinya kontraksi pada uterus setelah kala tiga atau dimana tidak adanya kontraksi  setelah Plasenta lahir. Akibat dari itu dapat menyebabkan perdarahan pada ibu pasca persalinan (anik dan Yulianingsih, 2009).
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan darah (0,5 – 0,8 %). %). Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme (Admin, 2009).
Hasil survei di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan Dijumpai ada 36 kasus perdarahan postpartum disebabkan Atonia uteri periode Januari – Desember 2009.
Oleh karena itu penulis tertarik ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul  Karakteristik  Ibu Dengan kasus Atonia Uteri di RSU dr. Pirngadi Medan Periode Januari - Desember 2009.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 121

KTI HUBUNGAN ANEMIA SELAMA KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN PARTUS DENGAN PENYULIT DI RB XXXXXX

BAB 1
PENDAHULUAN
 
1.1       Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka kematian ibu (AKI) indonesia Relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN yaitu sebesar 263 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT, 2005), menurut Survei Demografi dan kesehatan Indonesia (2007) menunjukan bahwa terdapat penurunan AKI sebesar 280 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Depkes 1998 angka kematian ibu sekitar 3-6 kali lebih besar dari negara maju.
            Kematian ibu dapat digolongkan pada kematian obstetrik langsung dan kematian obstetrik langsung oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan dan persalinan seperti hipertensi, DM, malaria dan anemia (Wiknyosastro). Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di Dunia terutama bagi kelompok wanita produksi, dimana anemia adalah suatu keadaan terjadinya penurunan kadar Hb dalam darah pada wanita hamil dinyatakan anemia jika kadar Hb < 11 gr %. Angka kejadian anemia pada kehamilan menunjukan angka yang cukup tinggi.

1
 
            Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia terutama di negara di negara berkembang (Devoloping Countries) dan pada kelompok dewasa anemia terjadi pada wanita usia reproduksi terutama wanita hamil dan wanita menyususi karena mereka banyak yang mengalami defisisensi Fe. Secara keseluruhan anemia terjadi 45 % wanita di negara berkembang , 13 % di Negara maju. Di Amerika terdapat 12 % wanita usia subur 15-49 tahun, 11 % wanita usia subur mengalami wanita, sementara presentase wanita hamil dari kalangan miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan 18 % anemia trimester I, 12 % anemia trimester II, dan 29 % anemia trimester III. Anemia pada wanita masa nifas /pasca persalinan dan juga terjadi sekitar 10 % dan 20 % terjadi pada ibu post partum dari keluarga miskin. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah seperti perdarahan, infeksi, abortus, dan partus lama sekitar 90 % ( Depkes, 2003)
            Menurut WHO 40 % kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi dan perdarahan akut, bahkan tak jarang keduanya memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya. Prevalensi anemia defisiensi besi (ABD) pada kehamilan di Negara maju rata-rata 13 % (Baker, 2000),
            Angka kematian ibu (AKI) dan neonatal di Indonesia masih tinggi, menurut Survei Kesehatan Dasar Departeman Kesehatan Republik Indonesia  tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup (Wododo,Angraini, Halim, et al, 2005) dan prevalensi rata-rata anemia pada ibu hamil di Indonesia  sekitar 63,5 % (Muhilaz, 2004). Angka kematian ibu (AKI) yang melahirkan di Riau mencapai 182 per 100.000 kelahiran, sedangkan batas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2007 sebanyak 226 per 100.000 angka kelahiran. (Riau Terkini, 2007) 
            Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2006, penduduk propinsi Riau berjulah 4.764.205 jiwa, atau naik sebesar 1,03 % dan masih tinggi angka ibu hamil yang mengalami anemia di Riau, yaitu 6.388 orang dan ini merupakan permasalahan yang harus dihadapi oleh masyarakat terutama oleh tenaga kesehatan. Adapun anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam persalinan maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya. Adapun yang dapat terjadi pada saat persalinan adalah terjadinya gangguan his, kekuatan mengejan, partus lama, kala dua memanjang, kala uri dapat di ikuti dengan retensio plasenta, perdarahan post partum sekunder, antonia uteri pada akla empat. Adapun selain itu dapat juaga menyebabkan mudahnya terjadi infeksi nifas, pengeluaran ASI berkurang, mudah terjadi infeksi mamae, terjdinya dekompensiasi  kordis mendadak setelah persalinan.
            Pemerintahan Propinsi Riau megajukan program penurunan angka kejadian anemia gizi besi ke dalam program pembangunan kesehatan dengan sasaran menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil, dengan meningkatkan peran serta bidan sebagai tenaga kesehatan dan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada ibu hamil, untuk mencegah terjadinya anemia yang lebih akut. Mengingat akan sangat pentingnya kesehatan ibu hamil dan dapak anemia terhadap kehamilan dan bahaya anemia pada saat persalinan.
            Berdasarkan dari hasil survei pendahulan yang di lakukan di RB. Afiya pada taun 2008 maka di dapatkan data ibu hamil pada trimester III yang memeriksakan kehamilan beserta Hb nya yang mengalami aemia di RB ............... adalah sebabyak 140 orang dalm satu tahun nya dan sebagian  dari mereka yernyata mengalami partus dengan penyulit.
Untuk itu maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat masalah anemia dalam kehamilan sebagai Karya Tulis Ilmiah dengan judul ” Hubungan Anemia Selama Kehamilan Terhadap Kejadian Partus Dengan Penyulit”. 

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 120

KTI HUBUNGAN ANEMIA SELAMA KEHAMILAN DENGAN BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH DI RB XXXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
                 Prevalensi Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiraan di dunia dengan batasan 3,3% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan dinegara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi di banding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram.
           Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi(AKB). angka kematiaan bayi di indonesia pada saat ini masih tergolong tinggi. Angka kematian di Indonesia tercatat 51,0/1000 kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran yang indah karena masih terbilang tinggi bila di bandingankan dengan negara –negara ASEAN Penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena  gangguan perinatal. Seluruh kematian perinatal sekitar 2-27% disebabkan karena kelahiran berat badan bayi lahir rendah ( BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi (Depkes RI, 2005). 
            Berat badan bayi lahir rendah termasuk faktor utama dalam peningkatan Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi(AKB). Angka kematiaan bayi di indonesia pada saat ini masih tergolong tinggi. Angka kematian di indonesia tercatat 51,0/1000
kelahiran hidup pada tahun 2003, ini memang bukan gambaran yang indah karena masih terbilang tinggi bila di bandingankan dengan negara –negara ASEAN Penyebab kematian bayi terbanyak adalah karena  gangguan perinatal. Dari seluruh kemtian perinatal sekitar 2-27% disebabkan karena kelahiran berat badan bayi lahir rendah (BBLR). Sementara itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7-14% yaitu sekitar 459.200-900.000 bayi (Depkes RI, 2005).  katan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang. Menurut perkiraan WHO, kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah, lebih dari 2/3 kematian adalah BBLR, yaitu berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan/tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR. (Yayan, 2008)   
             Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar menurut perkiraan WHO, kematian neonatal di negara berkembang atau berpenghasilan rendah, lebih dari 2/3 kematian adalah BBLR, yaitu berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram. Secara global diperkirakan terdapat 25 juta persalinan/tahun dimana 17% diantaranya adalah BBLR. Dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran gizi menuju Indonesia Sehat 2010.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2006, penduduk provinsi Riau berjumlah 4.764.205 jiwa, atau naik sebesar 1,03 % dan masih tinggi angka ibu hamil yang mengalami anemia di Riau, yaitu 6.388 orang dan ini merupakan permasalahan yang harus dihadapi oleh masyarakat terutama oleh tenaga kesehatan, untuk menurunkan angka kejadian anemia itu pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Riau memajukan program penurunan angka kejadian anemia gizi besi ke dalam program pembangunan kesehatan dengan sasaran menurunkan anemia gizi besi pada ibu hamil dengan meningkatkan peran serta bidan sebagai tenaga kesehatan yang diharapkan mampu memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia yang lebih akut. Namun jika meninjau ibu dengan kadar Haemoglobin yang tidak beresiko dengan kadar Hb 11 gr/dl keatas, lebih banyak yang tidak mengalami kelahiran bayi dengan berat badan bayi lahir rendah. Hal ini memberi indikasi bahwa semakin baik kadar Hb dalam darah, merupakan wujud nyata terhadap status kesehataan ibu yang optimal dan sekaligus sebagai unsur penunjang dalam pelaksanaan proses persalinan.
 Hasil survay yang dilakukan di RB ................ pada tahun 2008 maka diperoleh data ibu hamil pada trimester ke III yang memeriksakan Hb dan memeriksakan kehamilannya di RB ................ adalah sebanyak 140 orang dalam satu tahunnya. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti anemia dalam kehamilan sebagai karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Hubungan Anemia Selama Kehamilan dengan Berat Badan Bayi Lahir rendah RB ................ kecamatan Payung Sekaki Pekanbaru Tahun 2008”

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 119

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN SISWI TENTANG FLOUR ALBUS DI SLTPN XXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
    Flour albus atau yang lebih dikenal dengan keputihan merupakan masalah yang cukup serius dialami wanita, keputihan tidak menyebabkan kanker, namun salah satu gejala kanker mulut rahim, bisa juga terjadi pada mereka yang belum pernah melakukan hubungan seksual jika wanita itu sering merokok. Wanita yang merokok memiliki kecanduan 12 kali lebih banyak dibandingkan wanita yang tidak merokok untuk menderita penyakit kanker mulut rahim. (dr. Boyke, 2008)
   Keputihan ada yang normal dan ada yang tidak normal. Dalam keadaan normal, vagina  akan menghasilkan cairan yang berwarna putih, tidak berbau dan dalam jumlah yang tidak berlebihan, cairan ini tidak berperan sebagai sesuatu sistem perlindungan dimana keputihan dapat mengurangkan gesekan antara dinding vagina ketika berjalan maupun ketika melakukan hubungan seksual. Wanita tidak seharusnya bimbang dengan masalah ini, keputihan yang normal berlaku beberapa hari sebelum datang haid, seks ketika hamil atau selepas Menopause (dr. Boyke, 2008). Keputihan yang tidak normal dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan tes usap.
  Biasanya disertai gatal, bau amis, lecet, warna kehijau-hijauan dan kemerahan pada daerah vulva, vagina, dan jaringan serviks serta nyeri saat berhubungan seksual. 95% kasus kanker rahim pada wanita Indonesia ditandai dengan keputihan. Selain itu, keputihan tidak mengenal usia. Cuaca yang lembab juga ikut mempengaruhi (Kasdu D,2008)
  Tahun 2002 pengembangan program kesehatan remaja lebih diperluas dan dimantapkan dengan memperkenalkan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dengan pendekatan yang berbeda dimana puskesmas diberikan keleluasaan untuk meningkatkan  remaja melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ). (kebijakan dan strategi nasionalkespro diindonesia,2005)
   Penyakit keputihan sangat sering dijumpai dan menjadi problem pada wanita.  Sekitar 75% wanita di dunia pernah mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup. (dr. Boyke, 2008) penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti bulan maret tahun 2009 dari 20 respondent yang terlihat dalam penelitian 10 orang (50%) memiliki pengetahuan cukup, 9 orang (45%) memiliki pengetahuan baik dan 8 orang (40%) memiliki pengetahuan kurang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umumnya Remaja Putri yang menjadi Responden mempunyai pengetahuan yang kurang tentang flour albus. (Eni, 2008)
    Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan penulis pada bulan Maret 2009 di SLTPN 24 Palas, dari 19 responden didapatkan bahwa tingkat pengetahuan siswi tentang flour albus kurang ( 63,15% ) dengan cara menyebarkan kuesioner, sekitar 9 siswi tidak tahu sama sekali apa itu keputihan pada saat dilakukan wawancara oleh penulis.
    Wawancara dengan kepala sekolah, kepala tata usaha, salah satu guru, serta salah satu siswi di sekolah ini juga memperlihatkan bahwa pelajaran tentang reproduksi belum pernah diberikan disekolah ini. Selama ini juga belum pernah dilakukan penelitian dan penyuluhan tentang flour albus di SLTPN 24 Palas.
 Berdasarkan data – data dan pengamatan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Siswi Tentang Flour Albus di SLTPN 24 Palas Pekanbaru Tahun 2009.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 118

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP PENTINGNYA PENIMBANGAN BERAT BADAN BAYI-BALITA SECARA RUTIN DI KLINIK XXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
 Dalam rangka menuju masyarakat yang adil dan makmur maka pembangunan dilakukan disegala bidang. Pembangunan dibidang kesehatan yang merupakan bagian interaksi dari pembangunan nasional yang secara keseluruhannya perlu digalakkan pula. Hal ini telah digariskan dalam sistem kesehatan nasional antara lain disebutkan bahwa sebagai tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional, khususnya di dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut erat kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) sebagai modal dasar pembangunan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir AKB (Angka Kematian Ibu) telah banyak mengalami penurunan yang cukup menggembirakan meskipun tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun1971, Angka Kematian Bayi (AKB) diperkirakan sebesar 152/1000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 117 pada tahun 1980, dan turun lagi menjadi 44/1000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
Meskipun sudah banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia yang antara lain ditandai dengan berhasil diturunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi 226/100.000 kelahiran hidup dan AKB (Angka Kematian Bayi) menjadi 26/1000 kelahiran hidup (Depkes, 2005).
Dalam upaya untuk menurunkan angka kematian bayi anak balita, angka kelahiran agar terwujud keluarga kecil bahagia dan sejahtera, pelaksanaannya tidak saja melalui program-program kesehatan, melainkan hubungan erat dengan program KB (Keluarga Berencana). Upaya menggerakkan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan melalui pembangunan kesehatan masyarakat desa, yang pelaksanaannya secara operasional.
Pada tahun 2007 cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 81,99%, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikkan berat badan dibagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 97,56%. Menargetkan cakupan penimbangan balita diposyandu mencapai 90%. Cakupan penimbangan balita yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S) mencapai 76%. Untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan dibagi jumlah sasaran (N/d) yaitu pada balita mencapai 86%. Menargetkan penimbangan balita mencapai 100%.
 Di desa Siraman terdapat 4 posyandu yang tersebar di 4 lingkungan yaitu posyandu Nusa Indah, Ngudi Bahagia dan Eko Purnomo. Jumlah bidan ada 1 orang dan jumlah kader 22 orang, disetiap posyandu terdapat 5 kader. Berdasarkan survey dilokasi diperoleh data dari 3 tahun  terakhir (2005-2007) yaitu pada tahun 2005: cakupan penimbangan balita yang ditimbang dibagi jumlah sasaran D/S di Posyandu Nusa Indah Mencapai 49%, Posyandu Ngudi Bahagia menccapai 57% Posyandu mencapai 29%, dan diposyandu Eko Purnomo mencapai 44% pada tahun 2006: cakupan penimbangan balita yang ditimbang dibagi jumlah sasaran D/S di Posyandu Nusa Indah mencapai 50%, Posyandu ngudi Bahagia mencapai 42% dan pada tahun 2007: cakupan penimbangan balita yang ditimbang dibagi jumlah sasaran D/S di Posyandu Nusa Indah mencapai 49%, posyandu Ngudi bahagia mencapai 51%, posyandumencapai 30%, dandi posyandu Eko Purnomo mencapai 39%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dari ke empat Posyandu tersebut cakupan penimbangan balita yang paling rendah terdapat pada poyandu.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Ibu Terhadap Pentingnya penimbangan Berat Badan Bayi/Balita Secara Rutin di Klinik ...................... Tahun 2010.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 117

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN TRIMESTER I DI KLINIK XXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
      Secara umum telah diterima bahwa kehamilan membawa resiko bagi ibu. Menurut WHO (Pusdiknakes, 2003) sekitar 15% dari seluruh ibu hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwa ibu dan bayi. Dari 5 juta kehamilan yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan, 13% diantaranya disebabkan eklampsia (Sugiri, 2007).
Angka Kematian Ibu Hamil di Indonesia masih tinggi. Menurut Indonesia angka kematian ibu hamil dan melahirkan yang masih tinggi, yaitu 425/100.000 kelahiran hidup. Angka itu merupakan angka tertinggi di negara Asia Tenggara bila dibanding dengan Filipina yang hanya 20/100.000 kelahiran hidup atau Srilangka yang 60/100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian para ibu itu sebagian besar akibat perdarahan, infeksi dan keracunan kehamilan dalam masa reproduksi (Dougall, 2009).
Menurut data Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta tahun 2008, 82% wanita hamil mengalami gangguan ringan sampai berat. Sejumlah 16% di antaranya berakibat pada kematian ibu dan janin, 12% cacat fisik pada bayi dan 54% di antaranya bisa diatasi dengan bantuan medis dan psikologis (Hartini, 2009).
Di Sumatera Utara ibu hamil yang meninggal dunia akibat komplikasi kehamilan lebih dari 50 orang dari 19.500 ibu hamil (Sugiri, 2007). Pada saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi. Gambaran penurunan AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari tahun 1994, 1997 sampai 2000 adalah 390/100.000, 334/100.000  kelahiran hidup dan 307/100.000 kelahiran hidup. Lima penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, eklampsia, partus lama dan komplikasi abortus. Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu adalah anemia, sebanyak 51% menurut Survei Kesejahteraan Rumah Tangga tahun 1995 (Sulistyawati, 2009).
Kehamilan adalah suatu kondisi bukan penyakit, ibu hamil bukan sakit. Penyatuan dari sperma dan sel telur sehingga terjadi pembuahan. Kehamilan manusia terjadi selama 40 minggu antara waktu menstruasi terakhir dan kelahiran (38 minggu dari pembuahan). Istilah medis untuk wanita hamil adalah gravida, sedangkan manusia di dalamnya disebut embrio (minggu-minggu awal) dan kemudian janin (sampai kelahiran). Seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut primigravida atau gravida 1. Seorang wanita yang belum pernah hamil dikenal sebagai gravida 0 (Anonymous, 2008).
Awal kehamilan pada trimester pertama, akan mengalami mual-mual dan kelelahan, tetapi tubuhnya masih tampak langsing dan belum memerlukan pakaian baru (Stoppard, 2009).
Untuk melakukan asuhan antenatal yang baik, diperlukan pengetahuan dan kemampuan untuk mengenali perubahan fisiologik yang terkait dengan proses kehamilan. Perubahan tersebut mencakup perubahan produksi dan pengaruh hormonal serta perubahan anatomik dan fisiologik selama kehamilan. Pengenalan dan pemahaman tentang perubahan fisiologik tersebut menjadi modal dasar dalam mengenali kondisi patologik yang dapat mengganggu status kesehatan ibu ataupun bayi yang dikandungnya. Dengan kemampuan tersebut, penolong atau petugas kesehatan dapat mengambil tindakan yang tepat dan perlu untuk memperoleh luaran yang optimal dari kehamilan dan persalinan (Prawirohardjo, 2008).
Dari survei awal didapat 35 ibu hamil trimester pertama yang memeriksakan kehamilannya ada 20 (57,1%) ibu hamil yang tidak mengerti tentang kehamilan trimester pertama di Klinik ................... Medan periode Mei – Juni Tahun 2010. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan  trimester I di Klinik ................... Medan periode Mei – Juni Tahun 2010.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 116

KTI GAMBARAN KECEMASAN IBU PRIMIGRAVIDA DALAM MENGHADAPI KEHAMILANNYA DI KLINIK XXXX DAN RUMAH BERSALIN XXXXXXX

         BAB  I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Konsepsi dan Implantasi (nidasi) sebagai titik awal kehamilan yang ditandai dengan keterlambatan datang bulan dapat menimbulkan perubahan baik rohani maupun jasmani. Bagi pasangan dengan perkawinan yang didasari ”cinta’’ keterlambatan datang bulan merupakan salah satu hal yang menggembirakan, karena ini merupakan hasil cinta dan akan membuat semakin kokohnya hubungan mereka dengan kehamilan yang didambakan. Keinginan untuk memastikan kehamilan semakin mendesak, dan akan segera melakukan pemeriksaan terutama keluarga yang telah lama mendambakan keturunan. Setelah terbukti hamil, perasaan gembira dan cinta semakin bertambah, yang menjiwai suasana keluarga tetapi kebahagiaan tersebut kadang diikuti perasaan cemas, karena ketakutan pada kemungkinan keguguran (Kusmiyati dkk, 2009).
Meskipun kehamilan sering ditunggu, namun prosesnya tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan pada kehamilan pertama biasanya calon ibu akan dihantui ketakukan dan kecemasan seperti rasa sakit saat melahirkan, kekhawatiran pasangan akan menjauh setelah ia melahirkan, dan berat badan yang melonjak (Waspada Online, 2009).
Setiap kehamilan, terutama kehamilan pertama, merupakan satu fajar baru dalam perkembangan hidupnya. Merupakan satu putaran baru dalam nasibnya ,, penuh teka-teki, kebahagiaan dan pengharapan tertentu (Kartono, 2007). Kehamilan yang pertama adalah suatu yang sangat penting bagi perempuan dibandingkan dengan kehamilan yang kedua dan ketiga atau seterusnya. Kehamilan pertama, biasanya perempuan banyak mengalami kekhawatiran, takut bercampur was-was, juga bahagia. Oleh karena itu , pentingnya bagi ibu yang hamil adalah dukungan dan motivasi dari orang disekelilingnya demi membesarkan hati dan membantunya. Yang sangat berpengaruh baginya adalah suaminya (Maruf, 2007).
Kehamilan dan melahirkan bayi merupakan perjuangan yang cukup berat bagi setiap wanita, yang tidak luput dari rasa ketakutan dan kesakitan. Perasaan - perasaan demikian ini akan menjadi sangat intensif kuat apabila ibu tersebut memiliki perasaan yang menakutkan (angstive voorgevoelens) mengenai kehamilannya, walaupun ia sebenarnya dalam kondisi sehat. Membesarnya janin dalam kandungan mengakibatkan ibu yang bersangkutan mudah capek, tidak nyaman badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas dan macam-macam beban jasmaniah lainnya di waktu kehamilannya. Kondisi tersebut mengakibatkan timbul rasa tegang, kecemasan, ketakutan, konflk batin dan maternal psikis lainnya.
Kehamilan dan persalinan merupakan proses alami yang dialami oleh wanita. Selama masa kehamilan perlu dilakukan pengawasan untuk keselamatan serta kesejahteraan ibu dan janin. Angka kematian ibu di Indonesia 262 per 100.000 kelahiran, dapat dicegah dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, salah satu diantaranya adalah pelayanan obstetrik berkualitas tinggi. Untuk menghasilkan generasi yang berkualitas harus dimulai sejak dalam masa kehamilan karena kehamilan merupakan suatu krisis dan dapat menjadikan suatu ketidakseimbangan terlebih lagi apabila kehamilan merupakan suatu hal yang baru dialami wanita pertama kali (Ambrawati, 2008).
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam yang berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, keperibadian masih tetap utuh, perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.
Diperkirakan jumlah mereka yang menderita gangguan kecemasan ini mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dengan pria 2 banding 1 dan diperkirakan antara 2% - 4% diantara penduduk di suatu saat dalam kehidupanya pernah mengalami gangguan cemas (Hawari, 2008).
Dari hasil survei awal yang telah dilakukan peneliti di klinik ................... dan Rumah Bersalin Bidan ...................... tahun 2010, diperoleh  hanya 16 ibu primigravida dari 30 ibu primigravida yang diwawancarai, mengatakan cemas menghadapi kehamilannya yang pertama.
Berdasarkan uraian diatas, menunjukan adanya primigravida yang mengeluh dan merasa cemas dengan kehamilannya. Kecemasan tersebut dialami ibu primigravida, hal ini merupakan pengalaman baru. Sejauh mana keluhan ibu primigravida dan upaya apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan demikian maka penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang “ Gambaran Kecemasan Ibu Primigravida dalam Menghadapi Kehamilannya di Klinik ................... dan Rumah Bersalin Bidan ...................... Tahun 2010”.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 115

KTI GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU BERSALIND DENGAN RETENSIO PLASENTA DI RUMAH SAKIT UMUM XXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 mempunyai visi  dan misi. Misinya adalah kehamilan dan persalinan tetap berlangsung aman, sedangkan  Visinya adalah  menurunkan angka  kematian ibu (AKI) dan angka kematian  bayi (AKB) (saifuddin, 2002).          
            Kematian maternal  adalah  kematian  wanita  saat hamil, melahirkan atau dalam 42  hari  setelah berakhirnya kehamilan,tingkat kematian maternal (maternal mortality  rate)  atau angka kematian ibu (AKI) sangat tinggi. Pemerintah telah mencanangkan upaya  keselamatan  ibu   (safe  mother hood  initiative)  untuk mengamankan pera ibu hamil , melahirkan dan sesudah nya  menuju kekeluarga sehat dan sejahtera (Sarwono, 2005).
Berdasarkan penyebab  perdarahan, salah satunya  disebabkan  oleh  Retensio Plasenta  dengan frekuensi (16-17%)  dan penyebab  yang lain  yaitu   Atonia Uteri  dengan frekuensi   (50-60%),  laserasi jalan lahir dengan frekuensi (23-24%),  pembekuan darah dengan frekuensi      (0,5-0,8%)  (Geocities, 2006).
Sedangkan data yang terkumpul  dari  World   Health    Organization (WHO), angka kematian  maternal di Negara maju  yaitu 5-10/100.000  kelahiran hidup. Sedangkan di Negara berkembang  berkisar  antara  750-1000 per 100.000.Tingkat kematian maternal di Indonesia di perkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup (Wiknjosastro, 2005).
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Dalam 100000 proses persalinan, sedikitnya 307 ibu meninggal dunia di Indonesia. Ini berarti dari 352 ibu bersalin meninggal tiap minggunya atau terdapat dua ibu meninggal tiap jamnya, langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian (Saptandari. P, 2009).
Dalam Angka Kematian Ibu (AKI)  dikenal istilah (3T) (Terlambat) dan 4T (Terlalu).Istilah 3T yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan memutuskan untuk mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan: terlambat dalam mencapai  fasilitas kesehatan yang memadai;dan terlambat dalam menerima pelayanan kesehatan yang cukup memadai di setiap tingkatan.Sedangkan istilah 4T yaitu terlalu muda untuk menikah,terlalu sering atau terlalu banyak melahirkan,terlalu dekat jarak kehamilan dan terlalu tua untuk hamil.      
Di Sumatera Utara angka kematian ibu lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata nasional. Sampai saat ini rata-rata angka kematian ibu di Sumatera Utara  sebanyak 330 per 100.000 kelahiran,sedangkan rata-rata nasional adalah 307 per 100.000  kelahiran       (Khairudin, 2009).
Sebagian besar penyebab kematian ibu secara langsung sebesar 90 %,juga diakibatkan  oleh komplikasi yang terjadi saat persalinan dan segera setelah bersalin.Penyebab tersebut dikenal dengan Trias Klasik yaitu : perdarahan (285), eklamsi (24%), dan infeksi (11%) (Depkes, 2008). 
            Data yang terkumpul dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga  (SKRT), angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2005 yaitu 262/100.000 kelahiran hidup.Diharapkan  pada  tahun 2010, AKI menurun menjadi   225  per  100.000  kelahiran hidup (Depkes, 2004).
            Berdasarkan penyebab  perdarahan, salah satunya  di sebabkan oleh  Retensio Plasenta  dengan frekuensi (16-17%)  dan penyebab  yang lain  yaitu   Atonia Uteri  dengan frekuensi    (50-60%),  laserasi jalan lahir dengan frekuensi (23-24%),  pembekuan darah dengan frekuensi  (0,5-0,8%)  (Geocities,2006).
            Berdasarkan  Survei awal peneliti  di Rumah Sakit  Mitra Medica Medan  pada tanggal 25 Mei 2010  terdapat kasus Retensio Plasenta, Pada Januari-Desember  2008  sebanyak 1 orang   ( 3,33% )  pada Januari - Desember  2009 sebanyak  29 orang (96,67% ).  Kemudian di dapat  hasil penelitian  dari  Januari 2008 - Desember 2009  sebanyak 30  orang ibu  bersalin  yang   mengalami  Retensio plasenta dari 800  Orang   ibu  bersalin   selama 2  tahun.
            Berdasarkan  uraian  diatas  maka  peneliti   tertarik  untuk  melakukan    penelitian  dalam   bentuk  karya  tulis  ilmiah   dengan   Judul “ Gambaran  Karakteristik   Ibu  Bersalin  Dengan  Retensio  Plasenta   Di  Rumah  Sakit  Mitra  Medica  Medan   Periode   Januari   2008 -  Desember 2009.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 114

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU PASANGAN USIA SUBUR TENTANG KONTRASEPSI PROGESTIN DI KLINIK BERSALIN XXXXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Total fertility rate (TFR) adalah: rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksinya (Hartanto, 2004).
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025. Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama perioda 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun (Anonymous, 2010). 
        Untuk mengendalikan ledakan penduduk maka pemerintah mengeluarkan program KB yang merupakan salah satu kebijakan dalam bidang kependudukan, memiliki implikasi yang tinggi terhadap pembangunan kesehatan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, oleh karena itu program KB memiliki posisi strategis dalam upaya pengendalian laju pertumbuhan melalui kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan. Gerakan KB bermula dari kepeloporan beberapa tokoh di dalam dan luar negeri. Pada tahun 1952 diresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF), dan sejak saat itu berdirilah perkumpulan KB diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Pelopor KB di Indonesia yaitu Dr.Sulianti Saroso pada tahun 1952 menganjurkan para ibu untuk membatasi kelahiran, karena Angka Kelahiran Bayi sangat tinggi. Sedangkan di DKI Jakarta mulai dirintis di bagian Kebidanan dan Kandungan FKUI/RSCM oleh Prof.Sarwono Prawirohardjo. Pada tanggal 23 Desember 1957 PKBI diresmikan oleh dr.R.Soeharto sebagai ketua, Beliau memperjuangkan terwujudnya keluarga sejahtera melalui 3 macam usaha yaitu : mengatur kehamilan/menjarangkan kehamilan, mengobati kemandulan serta memberi nasehat perkawinan (Suratun, 2008).
        Jumlah peserta KB  di Indonesia saat ini baru mencapai 4,2 juta orang. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sumatera Utara memprediksikan pada tahun 2009 dapat menambah sebanyak 1.354.223 peserta KB aktif dari 2.059.317 Pasangan Usia Subur didaerah itu. Pencapaian tersebut didapatkan melalui Intra Uterin Device (IUD) dengan jumlah 151.827 peserta (11,21%), Medis Operasi Wanita (MOW) dengan jumlah 116.304 peserta (8,59%), Medis Operasi Pria (MOP) dengan jumlah 4.608 (0,34%). Selain itu, dari alat kontrasepsi kondom mencapai 105.040 peserta (7,76%), Implant 124.748 peserta (9,21%), penggunaan suntik 417,856 peserta (30,86%), dan penggunaan pil 433,840 (32,04%). Dari jumlah itu, PUS terbesar ada di Kecamatan Medan Denai dengan 23.340 PUS, Medan Helvetia 23.216 PUS, Medan Marelan 21.059, dan Medan Amplas 20.687 PUS (Gengbeng, 2009).
Kontrasepsi hormonal merupakan salah satu metode kontrasepsi yang paling efektif dan reversibel untuk mencegah terjadinya konsepsi. Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu kontrasepsi semakin hari semakin berkembang. Salah satu kontrasepsi hormonal adalah dengan suntikan progestin. Tingginya penggunaan kontrasepsi suntikan progestin karena lebih aman, sederhana, efektif tidak menimbulkan gangguan, dan dapat dipakai paska persalinan (Baziad, 2002).
Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung hormon progesterone yang diproduksi oleh wanita selama 2 minggu pada setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut  untuk melepaskan sel telur sehingga memberikan efek kontrasepsi (Farida, 2010).
Masalah yang paling umum dari suntikan progestin adalah perubahan pendarahan haid. Dan biasanya akseptor kontrasepsi progestin mengalami kenaikan berat badan yang berlebihan. Selain itu, Suntikan KB Depo Progestin juga dapat mengakibatkan keterlambatan masa subur. Kontrasepsi suntik progestin memiliki efektifitas yang tinggi dengan 0,3 kehamilan 100 perempuan pertahun, apabila dilakukan penyuntikan secara teratur sesuai jadwal yang telah ditentukan juga aman, efektif dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi. Kembalinya kesuburan lebih lambat rata-rata empat bulan cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI. Cara kerja kontrasepsi progestin ini dapat mencegah terjadinya ovulasi, mengentalkan lendir servik sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis dan menghambat gamet oleh tuba falopi (Saifudin, 2006).
Berdasarkan hasil survei, data yang didapatkan bahwa jumlah ibu pasangan usia subur yang mendapatkan pelayanan kesehatan di Klinik Bersalin ................... Medan pada periode Mei - Juni tahun 2010 sebanyak 40 orang. Dari jumlah tersebut didapatkan bahwa ibu yang mengetahui kontrasepsi sebanyak 40 orang (40%). Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Ibu Pasangan Usia Subur Tentang Kontrasepsi Progestin di Klinik Bersalin ................... Medan Tahun 2010”.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 113