KUMPULAN KTI KEBIDANAN DAN KTI KEPERAWATAN

Bagi mahasiswi kebidanan dan keperawatan yang membutuhkan contoh KTI Kebidanan dan keperawatan sebagai rujukan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah bisa mendapatkannya di blog ini mulai dari BAB I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka, Kuesioner, Abstrak dan Lampiran. Tersedia lebih 800 contoh kti kebidanan dan keperawatan. : DAFTAR KTI KEBIDANAN dan KTI KEPERAWATAN

KTI PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG KEGAWATAN NAFAS DAN TINDAKAN RESUSITASI PADA NEONATUS YANG MENGALAMI KEGAWATAN PERNAFASAN DI RSUD XXXX

Kamis, 16 Juni 2011

Kegawatan Pernafasan
Pengertian
Kegawatan pernafasan adalah keadaan kekurangan oksigen yang terjadi dalam jangka waktu relatif lama sehingga mengaktifkan metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat. Dimana apabila  keadaan asidosis memburuk dan terjadi penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain. Selanjutnya dapat terjadi depresi pernafasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Yu dan Monintja, 1997). 

Etiologi
Towel dalam Jumiarni, dkk (1995) menggolongkan penyebab kegagalan pernafasan pada  neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan. Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus dan lain-lain. Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya. Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain-lain. Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.Kegawatan  pernafasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun pada bayi preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan lebih besar karena belum maturnya fungsi organ-organ tubuh.
            Kegawatan sistem pernafasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dalam bentuk sindroma gagal nafas  dan asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayi cukup bulan.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekwatnya jumlah surfaktan pada paru-paru. Sementara asfiksia neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidakmampuan bayi beradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekwatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001). Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
      Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.

Patofisiologi
Kegawatan pernafasan  dapat terjadi pada bayi dengan gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian.
Akibat dari gangguan pada sistem pernafasan adalah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia) pada tubuh. bayi akan beradapatasi terhadap kekurangan oksigen dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila  keadaan hipoksia semakin berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.
Dengan memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia (Yu dan Monintja, 1997). 
Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis, tetapi sirkulasi darah relatif masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer ringan menimbulkan peningkatan tekanan darah dan refleks bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengan meningkatkan impuls aferen seperti perangsangan pada kulit. Apneu primer berlangsung sekitar 1 – 2 menit (Yu dan Monintja, 1997).
Apneu primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat bradikardi, vasokontriksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5 menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut jantung, tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan  dan tidsssak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai (Saifuddin, 2002). 


Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 195

KTI Identifikasi faktor penyebab droup out Balita di posyandu setelah imunisasi lengkap

1.1  Latar belakang masalah
             Dalam rangka melaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat Desa (PKMD) di Indonesia kita melaksanakan posyandu atau pos pelayanan terpadu. Melalui posyandu masyarakat dapat memperoleh pelayanan dasar paripurna keluarga berencana-kesehatan. Posyandu sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Dengan adanya posyandu diharapkan penurunan angka kematian bayi dan angka kesuburan dapat dipercepat (Depkes RI, 1988).
            Angka kematian bayi merupakan indikator status kesehatan masyarakat yang lebih peka dibanding dengan angka kematian kasar. Adapun faktor penyebab angka kematian bayi adalah akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu; tetanus, infeksi saluran pernafasan, polio dan lain-lain. Penyebab utama kematian bayi adalah tetanus (9,8 %) bersama dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi lainnya seperti difteri, batuk rejan, dan campak, angka kematian menjadi 13% atau sekitar 34.690 bayi setiap tahunnya. Angka ini belum termasuk  anak-anak yang sembuh tetapi meninggalkan cacat seumur hidup, sehingga menjadi beban keluarga (Depkes RI & Kesejahteraan sosial, 2002). Sensus penduduk tahun 1990 menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, dimana angka pertumbuhan penduduk telah turun menjadi 1,97 % setiap tahunnya dengan rata-rata anggota untuk rumah tangga sebesar 4,5 jiwa (BKKBN, 1996).
Masih tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang (Depkes RI,1982). Selain faktor tersebut diatas, rendahnya kunjungan masyarakat ke pelayanan kesehatan di karenakan jauhnya lokasi pelayanan kesehatan dengan rumah penduduk sehingga walaupun masyarakat sudah mempunyai kemauan memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan, namun karena jauh dan masih memerlukan alat transportasi untuk mencapai tempat pelayanan kesehatan maka diperlukan pengorbanan (Effendy, 1998).
            Berdasarkan faktor status kesehatan masyarakat yang tercermin dalam indikator status kesehatan masyarakat, maka perlu adanya upaya yang lebih spesifik, upaya untuk meningkatkan status kesehatan. Pemerintah telah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dikenal dengan posyandu. Posyandu merupakan pelayanan kesehatan primer dan bidan sebagai salah seorang tim kesehatan terdekat dengan masyarakat, khususnya pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita dengan cara penimbangan berat badan, pengamatan fisik dan mental serta penyuluhan kesehatan. Pos pelayanan terpadu merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk pos timbangan , PMT, pos kesehatan dan sebagainya. Dengan motivasi baru yang merupakan bentuk operasional dari pendekatakan strategis keterpaduan 5 program atau KB kesehatan dalam rangka mempercepat peluang angka kematian bayi, balita, penurunan angka fertilitas dalam rangka mempercepat terwujudnya norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS). Disamping itu juga peranan lintas sektoral dan lintas program berpengaruh di keberhasilan posyandu dan juga peningkatan peran serta masyarakat akan mempengaruhi daya guna dan hasil guna posyandu. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pengembangan PKMD/PHC (Effendy, 1998).
            Posyandu seharusnya diperuntukkan bagi anak sampai usia 5 tahun, namun peneliti mengamati kebanyakkan atau rata-rata setiap balita yang sudah mendapat imunisasi lengkap tidak datang lagi ke posyandu atau droup out dari posyandu, dengan berbagai alasan seperti sibuk bekerja, tempat posyandu jauh, dan lain-lain. Dari data sekunder diperoleh jumlah balita usia 1-5 tahun di wilayah kecamatan ............ sejumlah 1284 anak. Sejumlah 88 anak balita di antaranya ada didesa ............ yang  mendapat imunisasi lengkap dan droup out posyandu  sejumlah 22%, sedangkan sejumlah 98 anak balita di antaranya berada di Desa ............ yang mendapat imunisasi lengkap dan droup out sejumlah 21%.
            Tumbuh kembang merupakan proses kotinue sejak dari konsepsi sampai maturitas atau dewasa, yang dipengaruhi faktor bawaan dan lingkungan. Ini berarti bahwa tumbuh kembang sudah terjadi sejak dalam kandungan dan setelah kelahiran merupakan suatu masa dimana mulai saat itu tumbuh kembang anak dapat dengan mudah diamati (Soetjiningsih, 1995). Untuk itu posyandu merupakan salah satu sarana untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika anak droup out dari posyandu setelah imunisasi lengkap maka  pemantauan tumbuh kembang anaktidak berlanjut sehingga bila terjadi keterlambatan tumbuh kembang tidak terpantau dengan baik.
            Berdasar manfaat posyandu yang telah disebutkan dalam paragraf diatas maka seharusnya para ibu tetap melakukan penimbangan sampai anak berusia 5 tahun. Karena dengan pemantauan anak  melalui posyandu sampai usia 5 tahun jika ada kelainan tumbuh kembang bisa segera dideteksi dan ditangani.
            Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka peneliti ingin melakukan kajian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi droup out balita di posyandu setelah imunisasi lengkap. Sehingga hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi para bidan desa dan kader posyandu tentang faktor-faktor yang menyebabkan droup out balita di posyandu  setelah imunisasi lengkap guna mencegah droup out balita di posyandu setelah imunisasi lengkap.


Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 194

KTI HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN INJECTING DRUG USER (IDU) USIA 15-35 TAHUN

Injecting Drug Users (IDU)
1 Definisi
Injecting Drug User (IDU) merupakan salah satu jenis pengguna narkoba yang lebih spesifik. Komunitas IDU tersebut hanya menggunakan narkoba yang disuntikkan secara intravena, subkutanneus dan intramuskular. IDU lebih berisiko terkena banyak penyakit menular dibandingkan pengguna narkoba lainnya, disebabkan perilaku IDU sendiri yang sering berbagi jarum antar sesama IDU (needle sharing), sehingga akan lebih mudah tertular penyakit  (misalnya Hepatitis C bahkan HIV-AIDS) (BNN,  2007).
2 Faktor-faaktor yang mempengaruhi
       Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya IDU antara lain :
1.      Host
§         Mental mudah terpengaruh
2.      Agent
§         Drug dan alat-alatnya mudah didapat.
3.      Lingkungan
§         Keluarga
ü      Keluarga yang bercerai
ü      Kurang kasih saying dan perhatian
ü      Kurang pengawasan dari orang tua
ü      Masalah dalam keluarga
§         Teman pergaulan
3 Jenis Obat yang disuntikkan IDU       
Beberapa macam obat yang disuntikkan oleh IDU ke dalam tubuhnya, antara lain :
1.        Morphine
2.        Heroin (putauw)
3.        Amphetamine
4.        Sedatif - hipnotis  ( Benzodiazepin / BDZ )
5.        Buprenorfin
6.        Barbiturat

4 Pengaruh jangka panjang IDU
Pengguna narkoba jenis suntik memiliki banyak dampak negatif bagi diri dan lingkungannya, antara lain:
1.      Pembuluh darah vena rusak akibat penggunaan alat suntik tidak steril.
2.      Tetanus
3.      Gangguan pada jantung, dada, dan tenggorokan.
4.      Menstruasi tidak teratur
5.      Impotensi pada pria
6.      Sembelit / mulas kronis
7.      Tindak kekerasan dan kejahatan

5 Perkembangan IDU di Indonesia
Departemen Kesehatan memperkirakan pada tahun 2007 kasus IDU yang tercatat setidaknya ada 90.000‑130.000 kasus, yang sebagian besar tidak melapor (Bernas, 2007). Estimasi Departemen Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional tahun 2006, tercatat sekitar 190.000 sampai 247.000 IDU di Indonesia dengan prevalensi rata-rata tertular penyakit sebesar 41,07 % (Komunitas AIDS Indonesia,  2007).
Pelayanan dan fasilitas yang diberikan berdasarkan data yang menunjukkan 80 persen IDU adalah pria dan 50 % usia 25-30 tahun, atau usia produktif, tercatat pula 64 % IDU masih menggunakan jarum suntik bersama (Kompas, 2006).

 
6 Terapi bagi IDU
Model terapi untuk IDU bermacam, namun tidak semua model tersebut cocok untuk semua orang. Kutipan dari National Institute of Drug Abuse (NIDA), lnstitut di bidang Drug Abuse tertinggi di AS menyatakan bahwa "tidak ada satu model terapi yang cocok untuk semua orang". Keanekaragaman terapi tergantung keanekaragaman obat-obatan yang disalahgunakan. Terapi juga tergantung karakteristik dari pengguna.
Terapi penyalahgunaan obat-obatan harus meliputi terapi tingkah laku (konseling, terapi kognitif, terapi sosial), terapi medis, terapi keagamaan atau kombinasi dari semua terapi. Penyembuhan dengan berbagai macam terapi tersebut merupakan sebuah proses, dan tidak bisa hanya dalam satu waktu penanganan.
Detoksifikasi bukan merupakan jenis terapi, melainkan awal dari terapi. Detoksifikasi dilakukan pecandu heroin, benzidiazepine, alkohol, barbiturat dan sedatif lainnya. Detoksifikasi membantu meringankan proses withdrawal. Proses detoksifikasi ini tidak menghentikan kecanduan.


Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 193

KTI HUBUNGAN TINGKAT KESULITAN BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH BIOLOGI REPRODUKSI MAHASISWA TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN

Latar Belakang Masalah
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran.
Prestasi belajar yang dicapai seorang mahasiswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang berupa  kecerdasan maupun bakat. Mahasiswa yang berpotensi tinggi cenderung akan dapat memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula sehingga tujuan dapat tercapai. Sedangkan, apabila mahasiswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami kesulitan belajar (Syamsudin, 2003).
Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika mahasiswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang dicapai.
Hasil belajar yang dicapai seseorang akan tercermin dalam seluruh kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Akademi Kebidanan Budi Mulia merupakan salah satu institusi pendidikan Akademi Kebidanan di Indonesia yang mempunyai visi yaitu terciptanya tenaga kesehatan bidan yang professional beretika dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sedangkan misi akademi Kebidanan Budi Mulia Medan adalah mendidik tenaga bidan yang terampil dan cepat tanggap dalam bidangnya, menghasilkan tenaga bidan yang berwawasan pengetahuan berkompeten dalam bidangnya dalam menghadapi era globalisasi, dan menghasilkan tenaga lulusan yang berdisiplin, berakhlak mulia dan berbudi luhur.
Perubahan-perubahan tersebut dapat dengan mudah dilihat dari hasil belajar yang diperoleh mahasiswa yaitu nilai belajar Biologi Reproduksi. Mahasiswa yang tidak dapat menerima dan menanggapi pelajaran Biologi Reproduksi akan terlihat dari rendahnya nilai hasil yang diterimanya.
Rendahnya kualitas pendidikan dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar  yang diperoleh mahasiswa yang telah mengikuti kegiatan belajar mengajar dan diharapkan dapat mengalami perubahan-perubahan baik dalam aspek kognitif, efektif dan psikomotorik.
Adanya kesenjangan antara hasil belajar biologi reproduksi yang di harapkan tinggi dengan kondisi kurikulum yang padat menyebabkan dosen kekurangan waktu untuk menghabiskan target pokok bahasan. Minimnya waktu dibandingkan dengan pokok bahasan yang akan diajarkan penyebab pencapaian hasil belajar biologi reproduksi tidak berkualitas apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari seharusnya, seperti acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolasi, motivasi lemah, emosi yang tak seimbang dan sebagainya (Syamsudin, 2003).
Bila tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan berbagai bentuk gangguan emosional (psikiatrik) yang akan berdampak buruk bagi perkembangan kualitas hidupnya di kemudian hari. Kepekaan orangtua, guru di sekolah serta orang-orang di sekitarnya sangat membantu dalam mendeteksinya, sehingga anak dapat memperoleh penanganan dari tenaga professional sedini dan seoptimal mungkin, sebelum menjadi terlambat. Kesulitan belajar kadang-kadang tidak terdeteksi dan tidak dapat terlihat secara langsung.
Dalam pembelajaran Biologi Reproduksi yang menjadi standar kompetensi adalah mahasiswa dituntut mampu menjelaskan defenisi biologi reproduksi, prinsip-prinsip, peran dan implikasinya bagi sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Mahasiswa juga mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip biologi reproduksi dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk dapat memahami seberapa besar tingkat kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam pembelajaran biologi reproduksi, maka harus dilakukan persepsi tingkat kesulitan belajar mahasiswa. Dengan ini para dosen akan dapat mengetahui dimana letak kesulitan belajar mahasiswa dan dapat berupaya mengatasi kesulitan belajar mahasiswa tersebut.
Belajar termasuk Mata kuliah yang memiliki nilai minimal 2,00. Hasil belajar merupakan ukuran kemajuan belajar mahasiswa menurut Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2002, tentang pedoman penyusunan Kurikulum pendidikan Tinggi, Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa,diukur secara berkala melalui ujian tengah semester dan ujian semester. Berdasarkan observasi peneliti hasil yang ditemui data untuk Belajar dari tahun 2006 sampai 2008 terjadi kemunduran sehingga hasil yang di diperoleh belum memenuhi standard. Data dimaksud seperti Tingkat III yang berjumlah 60 orang yang mempunyai nilai baik 18 orang (30%), yang mempunyai nilai cukup 36 orang (60%) sedangkan yang mempunyai nilai sedang 6 orang (10%). Sedangkan Tingkat II yang berjumlah 127 orang yang mempunyai nilai baik 37 orang (29,1%), yang mempunyai nilai cukup 55 orang (43,3%) dan yang mempunyai nilai kurang 35 orang (27,6%).

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 192

KTI HUBUNGAN PENERAPAN ASPEK SPIRITUALITAS PERAWAT DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI MAKASSAR

A.     Tinjauan Umum tentang Aspek Spiritualitas
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa. Sebagai contoh, orang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Menurut Burkhardt (1993), spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
1.      Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan.
2.      Menemukan arti dan tujan hidup.
3.      Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
4.      Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
Agama merupakan petunjuk perilaku karena didalam agama terdapat ajaran baik dan larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang. Sebagai contoh, orang sakit dapat memperoleh kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan  dari Tuhannya (Hamid A.Y., 2000: 2-3).
Perkembangan spiritual seseorang menurut Westerhoff’s dibagi kedalam empat tingkatan berdasarkan kategori umur, yaitu :
1.      Usia anak-anak, merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat, antara lain adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain dengan keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini, anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin hanya mengikuti ritual atau meniru oranng lain, seperti berdoa sebelum tidur, makan, dan lain-lain. Pada masa prasekolah, kegiatan keagamaan yang dilakukan belum bermakna pada dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas keagamaan orang sekelilingnya, dalam hal ini keluarga, arti doa, serta mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
2.      Usia remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif pada aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub membuat mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan keyakinannya. Perkembangan spiritual pada masa ini sudah mulai pada keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual seperti keinginan melalui meminta atau berdoa kepada penciptanya, yang berarti sudah mulai membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, akan timbul kekecewaan.
3.  Usia awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat dijawab. Secara rasional. Pada masa ini, timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.
4.  Usia pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan dari diri sendiri, perkembangan ini diawali dengan semakin kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih mengerti akan kepercayaan dirinya (Asmadi, 2008: 1-2).

A.     Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Spiritual Klien
1.    Pengertian
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989). Maka dapat disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Adapun adaptasi spiritual adalah proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai dengan agama yang dianutnya (Asmadi, 2008: 258).
2.    Kebutuhan spiritual
Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding makhluk ciptaan lainnya.
b.      Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan dan kemauan).
c.       Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur kehidupan) dimuka bumi.
d.      Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh (Ali H.Z, 2002: 43).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual antara lain :
a.       Perkembangan
Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan kebutuhan spiritual, karena setiap tahap perkembangan memeliki cara meyakini kepercayaan terhadap Tuhan.
b.      Keluarga
Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
c.       Ras/suku
Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang berbeda, sehingga proses pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.
d.       Agama yang dianut
Keyakina pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang dapat menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.
e.      Kegiatan keagamaan
Adanya kegiatan keagamaan dapat selalu mengingatkan keberadaan dirinya dengan Tuhan dan selalu mendekatkan diri kepada Penciptanya (Asmadi, 2008: 254-257).
Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual antara lain :
a.       Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya selain Tuhan.
b.      Pasien ketakutan dan cemas
Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling besar adalah bersama Tuhan (Asmadi, 2008: 26).
Adapun tanda-tanda yang dapat diperhatikan pada klien yang mengalami kecemasan :
1)      Cemas ringan. Kecemasan normal yang berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Respon cemas ringan seperti sesekali
bernafas pendek, nadi meningkat, tekanan darah naik, bibir bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada tangan.
2)      Cemas sedang
Ditandai dengan persepsi terhadap masalah menurun sehingga individu kehilanganpegangan tetapi dapat mengikuti pengarahan dari orang lain. Respon cemas sedang biasanya meliputi sering bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, tidak mampu menerima rangsangan, susah tidur dan perasaan tidak enak.
3)      Cemas berat
Pada tingkat ini lahan persepsi menjadi sangat sempit dimana individu tidak dapat memecahkan masalah atau mempelajari masalah. Respon kecemasan yang timbul misalnya nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tidak mampu menyelesaikan masalah.
4)      Panik
Pada tingkat ini, lahan persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan. Respon panik seperti nafas pedek, rasa tercekik, pucat, lahan persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis (Tarwoto & Wartonah, 2003: 98-99).
c.       Pasien menghadapi pembedahan
Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu membutuhkan bantuan spiritual.
d.      Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila ke arah yang lebih buruk, maka pasien akan lebih membutuhkan dukungan spiritual (Asmadi, 2008: 256).
Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006: 27).




Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 191

KTI Karakteristik ibu bersalin dengan partus tak maju rawat inap di RS XXXXXXX

Definisi Persalinan

Persalina adalah   prose fisiologi diman uteru mengeluarkan   atau berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.


Tanda Permulaan Persalinan

Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki bulannya ataminggunya atau harinya yang disebut  kala pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-tanda sebagai berikut :
a. Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas  pangguterutama  pada  primigravida.  Pada  multipara  tidak  begitu terlihat, karena kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang persalinan.
b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri menurun.

c. Perasaasering-sering  atau  susah  kencing  (polakisuria)  karena  kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan sakidi perut  dan di pingganoleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus (false labor pains).
e. Serviks  menjadlembek,  mulamendatar  dan sekresinya  bertambabisa bercampur darah (bloody show).

Partus Tak Maju

Partus  tak  maju  yaitu  persalinan  yang  ditandai  tidak  adanya  pembukaan serviks dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.8
Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat, janin tidak dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat  juga terjadi pada ronga panggul atau pintu bawah panggul.10
Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak

menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putar paksi selama 2 jam terakhir.25

 
Komplikasi Persalinan yang Terjadi Pada Partus Tak Maj
a.   Ketuban pecah dini
Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh janin ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil.27 Bila kepala tertahan pada pintatas panggul,  seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang menyentuh os internal, akibatnya ketuban pecah dini lebih mudah terjadi.
b.  Pembukaan serviks yang abnormal

Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak sama sekali karena kepala janin tidak dapat turun dan menekan serviks. Pada saat yang sama, dapat  terjadedema  serviks  sehingga  kala  satu  persalinan  menjadi  lama. Namun demikian kala satu dapat juga normal atau singkat, jika kemacetan persalinan terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam kasus ini hanya kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang lama menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan dehidrasi.
Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi. Sebaliknya, jika serviks berdilatasi secara memuaskanmaka ini biasanya  menunjukan bahwa kemacetan persalinan telah teratasi dan kelahiran pervaginam mungkin bisa dilaksanakan (bila tidak ada kemacetan pada pintu bawah panggul).10
c Bahaya ruptur uterus

Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus, merupakan salah satu dari kedaruratan obstetrik yang berbahaya dan hasil akhir dari partus tak maju
yang tidak dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka kematian ibu berkisar 3-15% dan angka kematian bayi berkisar 50%.23
Bila membran amnion pecah dan cairan amnion mengalir keluar, janin akan didorong ke segmen bawah rahim melalui kontraksi. Jika kontraksi berlanjut, segmen bawah rahim akan merengang sehingga menjadi berbahaya menipis dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan uterus dapat terjadi sebelum segmen bawah rahim meregang, yang menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga ruptur uterus berkurang.
Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang terjadi, pada nulipara terutama jika uterus melemah karena jaringan parut akibat riwayat seksio caesarea. Ruptur uterus menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak dilakukan penanganan dapat berakibat fatal.
d.  Fistula

Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian kandung kemih, serviks, vagina, rektum terperangkap diantara kepala janin dan tulang-tulang pelvis mendapat tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan sirkulasi, oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini menjadi tidak adekuat sehingga terjadi                 nekrosis,                  yang    dalam    beberapa    har diikut dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-vaginal (diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal (diantara kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal   (berad diantar rektu da vagina) Fistul umumnya terbentuk setelah kala II persalinan yang sangat  lama dan biasanya terjadi
pada nulipara, terutama di negara-negara yang kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.10
e Sepsis puerferalis

Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan
42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50c atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.34
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu  dan janinya pada kasus partus lama dan partu tak maju terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang- ulang.10

Tanda Partus tak maju

Pada kasus persalinan macet/tidak maju akan ditemukan tanda-tanda kelelahan fisik dan mental yang dapat diobservasi dengan :
a. Dehidrasi dan Ketoasidosis (ketonuria, nadi cepat, mulut kering)

b. Demam

c. Nyeri abdomen

d. Syok  (nadi  cepat,  anuria,  ekteremitas  dingin,  kulit  pucat,  tekanan  darah rendah) syok dapat disebabkan oleh ruptur uterus atau sepsis.10

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 190