Pengertian Dismenorea
Dismenorea atau nyeri
haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi kedokter untuk konsultasi
dan pengobatan. Gangguan
ini
bersifat subyektif, berat atau intensitasnya sukar dinilai
(Winkjosastro,1999).
Dismenorea adalah menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri, keadaan ini
mengenai 60-70% dari wanita yang mengalami menstruasi
(Rayburn, 2002).
Sedangkan menurut Baziad (2003), dismenorea artinya adalah nyeri
haid yang
merupakan suatu gejala dan bukan
suatu penyakit. Nyeri haid ini timbul akibat kontraksi distrimik miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai
dari nyeri yang ringan sampai berat.
Menurut Price
(1995), dismenorea
adalah menstruasi yang sangat nyeri disebabkan oleh
kejang otot uterus. Derajat rasa nyerinya bervariasi mencakup ringan (berlangsung beberapa saat dan masih
dapat meneruskan
aktivitas sehari- hari), sedang (karena sakitnya diperlukan obat untuk menghilangkan
rasa sakit, tetapi masih
dapat
meneruskan pekerjaannya), berat (rasa
nyerinya demikian
beratnya sehingga memerlukan istirahat dan
pengobatan untuk menghilangkan nyerinya).
Istilah dismenorea
biasa dipakai untuk
nyeri haid
yang cukup
berat
dimana penderita mengobati sendiri dengan analgesik atau sampai memeriksakan diri
kedokter. Dismenorea berat adalah nyeri haid yang disertai mual, muntah, diare, pusing, nyeri kepala, dan (terkadang) pingsan (Manuaba, 2002).
Dismenorea adalah gejala yang lazim dijumpai. Sering sulit untuk
menentukannya sebagai abnormal, karena banyak wanita sehat sampai batas
tertentu mengalami
rasa tidak enak selama haid. Pada kebanyakan
wanita, nyeri
ringan seperti kram ini mereda segera setelah keluarnya darah haid
(Swartz,
1995).
Dismeorea Primer
Pengertian Dismenorea Primer
Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai
tanpa kelainan pada
alat-alat genital yang nyata. Dismenorea
primer terjadi beberapa
waktu setelah menarche biasanya setelah
12 bulan atau lebih, oleh
karena siklus- siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai dengan rasa nyeri (Winkjosastro, 1999).
Menurut Baziad
(2003),
dismenorea primer
adalah dismenorea yang terjadi sejak usia pertama sekali datang haid yang disebabkan oleh faktor intrinsik uterus, berhubungan erat dengan ketidakseimbangan hormone steroid
seks
ovarium tanpa adanya kelainan organik dalam pelvis. Menurut Winkjosastro, (1999) , dismenorea primer timbul sejak menarche, biasanya pada tahun
pertama atau kedua haid. Biasanya terjadi pada usia antara15-25
tahun dan
kemudian hilang pada usia akhir 20-an atau awal 30-an. Nyeri biasanya terjadi beberapa jam
sebelum atau setelah periode menstruasi dan dapat berlanjut hingga 48-72 jam.
Biasanya dismenorea
primer timbul pada
masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama. Pertambahan umur dan
kehamilan
akan menyebabkan menghilangnya dismenorea primer.
Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir
kehamilan (Maulana, 2008).
Dismenorea primer
mengenai
sekitar 50-75% wanita yang masih menstruasi (Baradera, 2002).
Patofisiologi dismenorea primer
Beberapa faktor diduga berperan dalam timbulnya dismenorea primer yaitu :
a. Faktor psikis dan konstitusi
Pada wanita yang secara emosional
tidak stabil, dismenorea primer mudah terjadi. Faktor konstitusi erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini
dapat menurunkan
ketahanan terhadap rasa nyeri. Sering kali segera setelah
perkawinan dismenorea hilang, dan jarang sekali dismenorea menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaaan tersebut (perkawinan
dan melahirkan) membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun psikis. Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan dismenorea primer. Pada gadis- gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul
dismenorea. Faktor konstitusi erat hubungannya dengan kejiwaan (Winkjosastro, 1999).
b. Faktor obstruksi canalis cervikalis
Dismenorea seringkali terjadi pada wanita yang memiliki uterus posisi hiperantefleksi dengan stenosis pada servikalis. Namun, hal ini tidak dianggap sebagai
faktor yang
penting dalam terjadinya
dismenorea sebab banyak wanita yang mengalami dismenorea tanpa adanya stenosis canalis
servikalis ataupun uterus
hiperantefleksi (Winkjosastro,1999).
c. Faktor alergi
Teori ini
dikemukakan setelah memperhatikan adanya hubungan antara dismenorea dengan urtikaria, migraine atau asma bronchial
(Winkjosastro,1999).
d. Faktor neurologis
Jeffcoate mengemukakan bahwa dismenorea ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian system syaraf otonom terhadap
miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh
syaraf simpatis sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik (Winkjosastro,1999).
e. Vasopressin
Kadar vasopressin
pada wanita
dengan dismenorea primer sangat tinggi dibandingkan dengan
wanita tanpa dismenorea. Pemberian vasopressin pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada
uterus,
dan menimbulkan nyeri. Namun, hingga
kini peranan pasti vasopressin dalam mekanisme terjadinya
dismenorea masih belum jelas
(Winkjosastro,1999).
f. Faktor hormonal
Umumnya
kejang
yang terjadi pada
dismenorea primer
dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan.
Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti
turunnya kadar progesterone pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kotraksi
uterus (Winkjosastro,1999).
Dismenorea primer timbul setelah hari pertama atau hari kedua dari menstruasi, nyeri bersifat kolik atau kram dan dirasakan pada abdomen bawah
(Baradera, 2002).
Diagnosis
dismenorea primer
a. Dismenorea primer sering ditemukan pada usia muda.
b. Nyeri sering timbul segera setelah mulai timbul haid teratur.
c. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus
dan
spastic.
d. Kelelahan dan nyeri kepala.
e. Nyeri haid timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau hari
kedua haid.
f. Pada pemeriksaan ginekologik jarang ditemukan kelainan genitalia.
g. Cepat memberikan
respon
terhadap
pengobatan medikamentosa (Baziad, 2003).
Gambaran klinik
Menurut Rayburn (2002), gambaran klinik dismenorea primer
ditemukan dengan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Kram pada perut bagian bawah terutama 2 hari
petama haid, dan bisa menjalar ke punggung.
b. Rasa mual dan muntah.
c. Diare.
d. Lesu.
e. Sakit kepala adalah salah satu gejala yang menyertainya.
Menurut Price (1995), Gejala utama
dismenorea primer adalah nyeri, dimulai
pada saat permulaan menstruasi. Nyeri
dapat tajam, tumpul, siklik, atau menetap. Dapat berlangsung dalam beberapa jam sampai 1 hari. Kadang-kadang gejala dapat lebih lama tapi jarang melebihi 72 jam. Gejala-gejala sistemik yang
menyertainya berupa mual, diare, sakit kepala, dan perubahan emosional.
Penanganan
a. Penerangan dan nasehat
Perlu dijelaskan
kepada penderita bahwa dismenorea adalah
gangguan yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Harusnya diberikan penjelasan
dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan, dan lingkungan penderita. Nasehat-nasehat mengenai makanan sehat, istirahat yang cukup, dan olahraga mungkin
berguna.
Kadang-kadang
diperlukan
psikoterapi
(Winkjosastro, 1999).
b. Pemberian obat analgesic
Dewasa ini banyak beredar obat-obat analgesic yang
dapat diberikan sebagai terapi simptomatik. Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di
tempat
tidur
dan kompres panas
pada
perut
bawah untuk
mengurangi penderitaan (Winkjosastro, 1999).
c. Terapi hormonal
Terapi hormonal telah banyak digunakan dalam pengobatan dismenorea primer. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
siklus haid anovulatorik, sehingga nyeri haid dapat dikurangi. Pemberian progestogen mengurangi
sintesis prostaglandin di endometrium
(Baziad, 2003). Tindakan ini bersifat sementara
dengan maksud untuk membuktikan bahwa
gangguan benar-benar dismenorea primer atau untuk memunggkinkan penderita melaksanakan pekerjaan
penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai dengan
pemberian
salah
satu jenis pil kombinasi
kontrasepsi
(Winkjosastro,
1999).
d. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
Obat anti-inflamasi nonsteroid adalah obat yang efektif untuk menghambat sintesis prostaglandin (Baradera, 2002). Terapi ini memegang
peranan yang
makin
penting terhadap dismenorea
primer (Winkjosastro,
1999). Untuk
dismenorea
primer dapat diberikan obat-obat penghambat
sintesis prostaglandin seperti asam mefenamat, asetaminofen, indometasin, fenilbutazon, asam
arialkanoat (ibuprofen, fenoprofen, naproxen). Obat-obat jenis inidiberikan 1-2 hari menjelang haid dan diteruskan sampai hari
kedua
atau ketiga siklus haid (Baziad, 2003).
e. Dilatasi kanalis servikalis
Dilatasi kanalis servikalis dapat memberi keringanan karena memudahkan pengeluaran darah haid dan
prostaglandin di dalamnya
(Winkjosastro,
1999).
Dismenorea primer dapat diatasi
dengan inhibator prostaglandin. Obat
anti inflamasi nonsteroid (nonsteroid anti-inflammatory
drugs, NSAID)
(Baradera, 2002).
0 comments:
Posting Komentar