Nifas
Masa nifas
atau masa
puerperium
adalah
masa mulai selesainya persalinan
sampai
pulihnya alat-alat dan anggota badan yang berhubungan
dengan
kehamilan
dan
persalinan (Ramali, 2003, hlm. 290).
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha, 2009, hlm. 2).
Episiotomi
1. Definisi
Episiotomi adalah penyayatan mulut
serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran (Ramali, 2003, hlm. 114).
Episiotomi adalah insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin himen, jaringan septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum, serta kulit sebelah depan perineum untuk melebarkan jalan lahir sehingga mempermudah kelahiran (Mansjoer, et all, 2001, hlm. 338).
2. Indikasi episiotomi :
1. Perineum tidak bisa merenggang (kaku)
2. Kepala bayi terlalu besar untuk lubang vagina
3. Ibu tidak bisa mengedan
4. Bayi tertekan
5. Bayi sungsang (Stoppard, 2007, hlm.117)
6. Pelahiran primipara
7. Kala dua persalinan yang lama
8. Arkus
subpubis yang sempit
9. Posisi kepala yang kurang fleksi dan oksipital posterior
10. Presipitasi persalinan
11. Distosia bahu
12. Pelahiran pervaginam dengan bantuan (misalnya forseps – tetapi lebih sedikit dengan ekstraksi Ventouse) (Liu, 2008, hlm.137 ).
Episiotomi biasanya dikerjakan
pada hampir semua primipara atau pada perempuan atau pada perempuan dengan perineum kaku. Episiotomi dilakuka n saat perineum telah menipis dan
kepala janin tidak masuk kembali ke dalam vagina (Mansjoer, et al, 2001, hlm. 338).
3. Tujuan Episiotomi
Tujuan episiotomi
adalah untuk memperlebar jalan lahir
guna
memudahkan
kelahiran, mencegah vagina robek secara spontan, karena robeknya akan tidak teratur sehingga menjahitnya susah dan hasil jahitannya pun tidak rapi, mempersingkat waktu
ibu
dalam mendorong bayinya keluar (Indiarti, 2009, hlm.150).
4. Waktu Episiotomi
Jika episiotomi
dilakukan
terlalu cepat dan tidak berdasar pada keperluan,
perdarahan dari luka insisi mungkin banyak selama jeda waktu antara episitomi dan
pelahiran.
Jika
episiotomi terlambat
dilakuka n,
laserasi tidak akan
terhindar
lagi. Lazimnya episiotomi dilakuka n saat kepala terlihat selama kontraksi sampai diameter 3-4 cm (Cunningham, 2005, hlm. 355).
5. Jenis-Jenis Episiotomi
a. Episiotomi mediana,
di kerjakan pada garis tengah. Mudah diperbaiki, kesalahan penyembuhan jarang, tidak begitu sakit di masa nifas, dispareuni jarang terjadi, hasil
akhir anatomik selalu bagus, hilangnya darah lebih sedikit, perluasan ke sfingter ani dan kedalam rektum agak sering.
b. Episiotomi mediolateral,
dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskuls sfingter ani dan diperluas ke sisi. Lebih sulit
memperbaikinya, kesalahan penyembuhan lebih
sering,
rasa nyeri pada
sepertiga kasus selama
beberapa
hari,
kadangkala diikut i dispareuni, hasil akhir anatomik sedikit banyak kurang baik pada sekitar 10% kasus
(tergantung pada operator),
kehilangan darah lebih banyak, perluasan ke
sfingter jarang. (Cunningham, 1995, hlm. 371).
c. Episiotomi lateral,
sayatan ke arah
paha. Keuntungannya, risiko untuk putusnya otot anus menjadi lebih kecil, kelemahannya, tipe lateral bisa menyebabkan otot di daerah sekitar sayatan menjadi mengerut tidak beraturan sehingga dapat menyebabkan nyeri
saat berhubungan seks (Indiarti, 2009, hlm 150).
7. Tehnik Penjahitan Luka Episiotomi
Ada
banyak cara untuk
menutup
insisi episiotomi,
tetapi hemostatis
dan perbaikan anatomi tanpa terlalu banyak menjahit adalah yang terpenting demi suksesnya
metoda apapun.
Teknik yang sering dilakukan pada perbaikan episiotomi :
Menggunakan cutgut
kromik
00, atau
lebih baik
000, digunakan sebagai jahitan
kontinyu untuk menutup mukosa dan submukosa vagina. Setelah menutup insisi vagina
dan mendekatkan tepi-tepi cincin himen, jahitan dikencangkan dan dipotong.
Selanjutnya cutgut 00 atau 000ditempatkan pada fasia dan otot perineum yang diinsisi. Jahitan
kontinyu sekarang dibawa ke bawah
untuk menyatukan fasia superfisial. Cutgut
kromik ditempatkan melalui
kulit dan fasia subkutan
diikat kendor. Penutupan ini menghindari
terkuburnya dua lapisan cutgut di lapisan perineum yang lebih superfisial (Cuningham, 1995, hlm. 372).
7. Benang yang Digunakan dalam Penjahitan Episiotomi
Alat
menjahit yang
digunakan dalam perbaikan
episitomi
atau laserasi dapat menahan tepi
– tepi luka sementara sehingga terjadi
pembentukan kolagen yang baik. Benang yang dapat diabsorbsi secara alamiah diserap melalui absorbsi air yang melemahkan
rantai polimer jahitan. Diperkirakan
proses
hidrolisasi menimbulkan
respons peradangan yang minimal dibandingka n dengan respons mediasi enzim. Benang jahit yang dapat diabbsorbsi secara alamiah yang paling banyak digunakan adalah krom, yang mampu menahan luka hingga 10-14 hari sebelum aktivitas enzim mulai menghancurkannya. Absorbsi lengkap biasanya terjadi setelah 90 hari luka dijahit. Benang sintetik yang dapat diabsorbsi yang paling banyak digunakan adalah polygarin
910 (Vicryl) yang dapat menahan luka kira-kira 65% dari kekuatan pertamanya setelah
14 hari penjahitan dan biasanya diabsorbsi lengkap setelah 70
hari prosedur dilakukannya.
Ukuran yang paling umum digunakan dalam memperbaiki jaringan trauma adalah 2-
0,
3-0, dan 4-0,
4-0 yang paling tipis. Benang jahit
yang biasa digunakan dalam
kebidanan dimasukkan ke dalam jarum (Wals, 2008, hlm. 560).
8. Penyembuhan Luka Episiotomi
Jika jaringan tubuh mengalami trauma, proses penyembuhan terjadi dalam 3
fase, yaitu :
Fase 1 : Segera setelah cedera, respons peradangan menyebabkan peningkatan aliran darah ke
area luka,
meningkatkan
cairan dalam
jaringan,
serta
akumulasi
leukosit
dan fibrosit.
Leukosit akan memproduksi enzim
proteolitik
yang
memakan jaringan yang mengalami cedera.
Fase 2 : Setelah beberapa hari kemudian, fibroblast akan membentuk benang – benang kolagen pada tempat cedera.
Fase 3 : Pada akhirnya jumlah kolagen yang cukup akan melapisi jaringan yang rusak
kemudian menutup luka.
Proses penyembuhan sangat dipengaruhi
oleh usia, berat badan, status nutrisi, dehidrasi, aliran darah yang adekuat ke area luka, dan status imunologinya.
Beberapa prinsip umum yang perlu di ingat :
1. Mempertahankan tehnik aseptik yang steril sangat penting untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi.
2. Terjadinya hemostatis sebelum
perbaikan episiotomi penting untuk pencegahan pembentukan hematoma dan visualisasi yang baik.
3. Penanganan minimal pada area yang cedera mencegah kerusakan yang lebih parah
yang dapat menghambat penyembuhan
4. Batasan luka harus dapat diperkirakan dengan baik untuk menghindari ruang mati
yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri anaerob.
5. Jahitan sebaiknya memiliki kekutan atau tegangan yang tidak terlalu kuat sehingga jahitan tersebut dapat tertarik
saat
respon
peradangan mengakibatkan
edema
jaringan.
Penyembuhan luka
sayatan
episiotomi yang sempurna
tergantung kepada
beberapa hal. Tidak adanya infeksi
pada vagina sangat mempermudah penyembuhan.
Keterampilan menjahit
juga sangat diperlukan agar otot-otot yang tersayat
diatur kembali sesuai dengan
fungsinya
atau jalurnya
dan juga
dihindari sedikit mungkin pembuluh darah agar tidak tersayat. Jika sel saraf terpotong, pembuluh darah tidak akan terbentuk lagi (Wals, 2008, hlm. 559)
Ibu yang telah mendapat episiotomi, akan dikontrol dengan cara rawat
inap
selama 2-3
hari.
Seminggu setelah pulang
ke
rumah
ibu harus
kontrol ulang.
Jika perkembangan jahitan sudah bagus, ibu diminta datang kembali setelah 40 hari.
Hubungan seks baru diperbolehkan setelah hari ke-40 (Sinsin, 2008, hlm. 90).
Untuk menghindari terjadinya infeksi, maka cara membersihkannya adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat-alat cuci seperti sabun yang lembut, air, baskom, washlap (sapu tangan handuk), kasa, dan pembalut wanita yang bersih.
2. Cuci tangan di kran atau air yang mengalir dengan sabun.
3. Lepas
pembalut yang kotor dari depan ke belakang.
4. Semprotkan atau
cuci
dengan antiseptik bagian
perineum dari arah
depan kebelakang.
5. Keringkan dengan washlap atau handuk dari depan ke belakang.
6. Pasang pembalut wanita dari depan ke belakang.
7. Setelah selesai, rapikan alat-alat yang digunakan pada tempatnya.
8. Cuci tangan hingga bersih.
9. Catat, jika ada perubahan-perubahan perineum, khususnya tanda infeksi (Kartika,
2008, hlm. 33)
Ibu harus menjaga kebersihan daerah intim sebaik mungkin. Setelah buang air besar, sebaiknya bilas dengan bersih dan gantilah pembalut atau celana dalam sesering
mungkin dan secara
teratur.
Yang
paling
penting jangan sampai darah nifas selalu menggenang di daerah luka, karena dapat mengundang kuman masuk dan berkembang
biak (Sinsin, 2008, hlm. 91).
Adapun gejala-gejala adanya tanda infeksi adalah:
1. Kemerahan sekitar luka jahitan, edema (bengkak)
2. Pendaran sekitar jahitan
3. Pengeluran cairan nanah di sekitar luka jahitan
4. Timbul rasa panas pada luka jahitan
Jika terjadi demikian, maka hubungi dokter atau bidan terdekat.
Dalam keadaan normal, proses penyambungan jaringan akan terjadi sekitar 10 hari, jika tidak ada gejala infeksi.
Untuk mengurangi rasa nyeri pada jahitan perineum, lakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Kompres
dengan es
2. Pembalut wanita harus diganti setiap 4 jam dan bersihkan daerah perineum.
3. Lakukan berendam, jika dirasa perlu.
5. Lakukan tidur dengan ketinggian sudut bantal tidak boleh lebih dari 30 derajat.
6.
Adapun cara untuk beranjak dari tempat
tidur atau bangun meninggalkan tempat tidur adalah sebagai berikut:
Untuk naik ke tempat tidur:
a. Duduk
di tepi kasur / tempat tidur.
b. Angkat kedua siku disisi yang sama
dan kedua kaki dibagian
bawah tempat tidur, pertahankan lutut ditekuk 45 derajat, setelah itu rebahkan badan secara perlahan miring, kemudian baru terlentang.
Untuk turun dari tempat tidur:
Posisikan tubuh untuk miring ke sisi tempat tidur, dengan bantuan tangan menekan
tempat tidur, dengan bantuan
tangan menekan kasur untuk menyangga tubuh, pertahankan lutut ditekuk,
kemudian diturunkan ketepi
tempat tidur dan prtahankan duduk, setelah itu baru melakukan berdiri (Kartika, 2008,
hlm. 35).
9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
1. Status nutrisi: diperlukan asupan protein, vitamin A dan C, tembaga, zinkum
dan zat besi yang adekuat. Protein mensuplai
asam amino, yang dibutuhkan
untuk perbaikan jaringan dan
generalisasi. Vitamin A dan
zinkum diperlukan
untuk epitelisasi, dan vitamin C serta zinkum diperlukan untuk sintesis kolagen dan integrasi kapiler. Zat besi diperlukan untuk sintesis haemoglobin
yang bersama oksigen diperlukan
untuk menghantarkan oksigen keseluruh tubuh. Dalam
hal
ini,
ikan,telur, sayuran hijau, dan
buah-buahan
sangat
dibutuhkan ibu yang mengalami episiotomi.
2. Merokok:
mempengaruhi
ambilan dan
pelepasan
oksigen
ke
jaringan,
sehingga memperburuk perfusi jaringan.
3.
Penambahan usia: berpengaruh terhadap fase penyembuhan luka sehubungan
dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih
lambat dan penurunan aktivitas
fibroblas.
4. Diabetes mellitus: gangguan sirkulasi dan pefusi jaringan dapat terjadi pada diabetes mellitus. Selain itu hiperglikemia dapat meghambat fagositosis
dan
mencetuskan terjadinya infeksi jamur dan ragi.
5. Kortikosteroid: peningkatan kadar kortikoseroid dalam plasma dapat terjadi
akibat stress, terapi atau penyakit steroid. Hal ini dapat menghambat respons
inflamasi dan respon imun yang dapat menghambat proses
penyembuhan dan
menjadi predisposisi infeksi.
6. Obat-obatan: obat antiinflamasi menekan sintesis protein inflamasi, kontraksi
luka
dan epitelisasi.
7. Ganguan oksigenisasi: rendahnya tekanan oksigen arterial dapat mengganggu sintesis kolagen dan menghambat epitelisasi. Perfusi jaringan yang buruk dapat terjadi
karena adanya hipovolemia atau anemia. Oksigen sangat dibutuhkan untuk aktivitas fibroblast.
8. Infeksi: infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi
dan
nekrosis yang
menghambat penyembuhan luka. (Johnson, 2005,
hal. 370).
0 comments:
Posting Komentar