2.1. Lansia
2.1.1. Definisi Lansia
Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan.
Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, sosial, dan ekonomi dan dikatakan usia lanjut dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlansung sampai kehidupan dewasa (Depkes RI, 1999). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), lanjut usia adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia 60 tahun ke atas. Lebih rinci, batasan penduduk lansia dapat dilihat dari aspek-aspek biologi, ekonomi, sosial, dan usia atau batasan usia, yaitu (Notoadmodjo, 2007):
a. Aspek Biologi
Penduduk lansia ditinjau dari aspek biologi adalah penduduk yang telah menjalani proses penuaan, dalam arti menurunnya daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan seiring meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Proses penuaan berbeda dengan ‘pikun’ (senile dementia) yaitu perilaku aneh atau sifat pelupa dari seseorang di usia tua. Pikun merupakan akibat dari tidak berfungsinya beberapa organ otak, yang dikenal dengan penyakit Alzheimer.
b. Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi menjelaskan bahwa penduduk lansia dipandang lebih sebagai beban daripada potensi sumber daya bagi pembangunan. Warga tua dianggap sebagai warga yang tidak produktif dan hidupnya perlu
ditopang oleh generasi yang lebih muda. Bagi penduduk lansia yang masih memasuki lapangan pekerjaan, produktivitasnya sudah menurun dan pendapatannya lebih rendah dibandingkan pekerja usia produktif. Akan tetapi, tidak semua penduduk yang termasuk dalam kelompok umur lansia ini tidak memiliki kualitas dan produktivitas rendah.
c. Aspek Sosial
Dari sudut pandang sosial, penduduk lansia merupakan kelompok sosial tersendiri. Di negara Barat, penduduk lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Di masyarakat tradisional di Asia, penduduk lansia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh masyarakat.
d. Aspek Umur
Dari ketiga aspek di atas, pendekatan umur adalah yang paling memungkinkan untuk mendefinisikan penduduk usia lanjut.
Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah 60 tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan Usia Lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti di bawah ini (Notoadmodjo, 2007):
a. Kelompok Pertengahan Umur
Kelompok usia dalam masa verilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut
yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).
b. Kelompok Usia Lanjut Dini
Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).
c. Kelompok Usia Lanjut
Kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas).
d. Kelompok Usia Lanjut dengan Resiko Tinggi
Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi
(Notoadmodjo, 2007):
a. Usia pertengahan adalah kelompok usia 45-59 tahun b. Usia lanjut adalah kelompok usia antara 60-70 tahun
c. Usia lanjut tua adalah kelompok usia antara 75-90 tahun d. Usia sangat tua adalah kelompok usia di atas 90 tahun
2.1.2. Perubahan Fisiologik Tubuh pada Lansia
Tingkat perubahan organ tubuh dan fungsinya diklasifikasikan kepada beberapa bagian, yaitu (Yatim, 2004), :
1. Tetap stabil. Seperti denyut nadi dalam istirahat tetap seperti masih usia muda dan perubahan perilaku psikososial paling sedikit berubah, terutama apabila diamati secara berkelompok.
2. Perubahan yang menjelma menjadi penyakit. Contohnya, menurunnya hormon testoteron dalam darah.
3. Perubahan yang terjadi sebagai penyeimbang, seperti berkurangnya frekuensi denyut jantung, selalu diimbangi dengan peningkatan jumlah darah yang dipompakan keluar dari jantung.
4. Perubahan sekuler. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan kadar kolesterol dalam darah pada usia muda akan berangsur-angsur menurun sesuai dengan pertambahan usia.
5. Perubahan intrinsik. Misalnya, pada lansia terjadi penurunan ureum keratinin klearens.
2.1.3. Kebutuhan Hidup Lansia
Penduduk lansia juga mempunyai kebutuhan hidup seperti orang lain agar kesejahteraan hidup dapat dipertahankan. Kebutuhan hidup seperti kebutuhan makanan yang mengandung gizi seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin
dan sebagainya diperlukan oleh lansia agar dapat mandiri. Menurut pendapat
Maslow dalam Suhartini (2004), kebutuhan manusia meliputi :
1. Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
2. Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan hari tua, kebebasan kemandirian dan sebagainya
3. Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban,organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya
4. Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhan akan harga diri untuk diakui akan keberadaannya, dan
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan berperan dalam kehidupan.
2.2. Personal Hygiene
2.2.1. Konsep Personal Hygiene
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya
kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseoran untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, 2004).
2.2.2. Tujuan Personal Hygiene
Antara tujuan dari personal hygiene adalah (Tarwoto, 2004):
1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
2. Memelihara kebersihan diri seseorang
3. Memperbaiki personal hygiene yang kurang
4. Mencegah penyakit
5. Menciptakan keindahan
6. Meningkatkan rasa percaya diri
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah (Tarwoto, 2004):
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosial-ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM ia harus menjaga kebersihan kaki.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, shampoo, dan lain-lain.
7. Kondisi fisik
Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
2.2.4. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene Antara dampak yang akan timbul jika kurangnya personal hygiene adalah ( Tarwoto, 2004):
1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah muculnya kutu pada rambut, nafas berbau, bau badan yang tidak enak, infeksi pada saluran kemih, terkumpulnya kotoran dalam telinga, pinworms, dan athletes foot.
2. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
0 comments:
Posting Komentar