Menurut Departemen Kesehatan dan Survei Demografi Kesehatan Indonesia AKI di Indonesia tahun 2007 mencapai 248 kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup. Diharapkan tahun 2010, AKI turun menjadi 226 per 100 ribu kelahiran. Di Indonesia setiap tahun terjadi 13.815 kematian ibu atau setiap hari terjadi 38 kematian ibu atau setiap jam ada ibu hamil, bersalin, dan nifas yang meninggal karena berbagai penyebab. Sedangkan di Sumatera Utara setiap tahun terjadi 132 kematian ibu (Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2007).
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan Keluarga Berencana. Masih banyak alasan lain, misalnya membebaskan wanita dari rasa khawatir terhadap terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau psikologik akibat tindakan abortus yang tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap peningkatan status perempuan di masyarakat (Saifuddin, et al. 2004).
Program Keluarga Berencana Nasional dimana visinya adalah mewujudkan “ Keluarga Berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Berdasarkan visi dan misi tersebut, Program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk.
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) yang merupakan salah satu di dalam paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan keluarga berencana berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan.
Banyaknya akseptor baru KB di kota Medan tahun 2006 sebanyak 82,09% dari 292.411 pasangan usia subur. Pencapaian akseptor KB aktif di kota Medan sebanyak 93,06% dari 196.243 target. Akseptor KB baru menurut alat kontrasepsi yang digunakan, seperti : pil sebanyak 12.857, Intra Uterine Device (IUD) sebanyak 2.586, kondom sebanyak 1.241, suntik sebanyak 14.697, lain- lain sebanyak 2.252 (BKKBN Kota Medan, 2007).
Banyak perempuan mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Pelbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek
samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua. Untuk ini semua, konseling merupakan bagian integral yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (Saifuddin, et al. 2004).
Untuk menunjang pelayanan kontrasepsi yang berkualitas diperlukan tenaga pengelola dan pelaksana yang terampil dalam memberikan penjelasan yang bermutu serta tidak meragukan (Murad, et al. 1998).
Tenaga Kesehatan khususnya bidan merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang pada satu sisi adalah unsur penunjang utama dalam pelayanan kesehatan, pada sisi lain, ternyata kondisinya saat ini masih jauh dari kurang, baik pada kuantitas maupun kualitasnya. Disini perlu perhatian pemerintah pada peningkatan dan pemberdayaan SDM Kesehatan secara profesional. Utamanya dalam pembentukan sikap dan perilaku profesional SDM Kesehatannya melalui jalur pendidikan formal maupun non formal. Disamping itu, masalah yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah mengenai SDM Kesehatan ini adalah kurang efisien, efektif, dan profesionalisme dalam menanggulangi permasalahan kesehatan. Masih lemahnya kemampuan SDM Kesehatan dalam membuat perencanaan pelayanan kesehatan serta sikap perilaku mereka dalam mengantisipasi permasalahan kesehatan yang terjadi, ternyata tidak sesuai dengan harapan masyarakat (Roesmono, 2006).
Oleh karena itu dalam pelayanan kontrasepsi, para pengelola dan pelaksana pelayanan kontrasepsi perlu memberikan konseling secara akrab dengan kliennya guna memantapkan penerimaan pelayanan kontrasepsinya (Murad, et al. 1998).
Masa nifas merupakan kesempatan baik untuk memberikan penyuluhan KB/
penjarangan kelahiran, tetapi hal ini harus disampaikan dengan hati-hati, ramah dan
peka terhadap adat setempat. Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam penyediaan asuhan masa nifas (Wijono, 2003).
KONSELING KB
1. Pengertian Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, et al. 2004).
2. Tujuan Konseling oleh Bidan adalah :
a. Agar calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya.
b. Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan menggunakan KB, cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan kontrasepsi (Sofyan, et al. 2005).
Interaksi atau konseling yang berkualitas antara klien dan konselor (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program KB. Sangat mudah dimengerti jika hal itu membuat tingkat keberhasilan KB di Indonesia menurun.
Klien yang mendapatkan konseling dengan baik akan cenderung memilih alat kontrasepsi dengan benar dan tepat. Pada akhirnya hal itu juga akan menurunkan tingkat kegagalan KB dan mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.
Untuk meraih keinginan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah KB, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien.
Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya.
Siswanto mengatakan, di Indonesia, konseling yang berkualitas masih sangat minim bahkan masih sangat sulit sekali menemukan klinik yang secara khusus menyediakan konseling yang memenuhi standar. Selain itu, ia menambahkan, ketidakseimbangan antara jumlah klien dan tenaga medis yang bertugas sebagai konselor juga akan mempengaruhi keberhasilan konseling.
Selain itu, ia juga menuturkan bahwa keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh kemahiran konselor dalam memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, ia melanjutkan, seorang konselor hendaknya tidak beranggapan dialah yang terhebat sementara si klien tidak tahu apa-apa. Hal itu, justru akan
memunculkan jarak dengan klien sehingga akan sulit terjalin interaksi yang sebenarnya (Erlina, 2008).
Kenali klien dengan baik dengan sikap ramah, respek, tumbuhkan rasa saling percaya. Konselor dapat menunjukkan bahwa klien dapat berbicara terbuka sekalipun hal yang sensitive. Jawablah pertanyaan yang diajukannya secara lengkap dan terbuka. Jaga kerahasiaan dan jangan membicarakannya kepada orang lain.
Interaksi dengarkan, pelajari dan respon klien. Karena tiap klien itu berbeda, mengerti benar apa yang dibutuhkannya, penuh perhatian, dan mengerti keadaanya. Oleh karena itu, dorong klien untuk bicara dan menjawab tiap pertanyaan yang diajukan secara terbuka.
Pelajari informasi yang dibutuhkan klien, sesuaikan dengan tahap kehidupan yang dilaluinya. Contoh, pasangan muda tentunya ingin mengetahui lebih banyak tentang metoda sementara guna menunda kehamilan; wanita usia tua dengan informasi kontrasepsi mantap. Oleh karenanya, konselor memberikan informasi yang akurat dengan bahasa yang dimengerti klien.
Hindarkan informasi berlebihan, karena klien tidak dapat menggunakan semua informasi tentang tiap metode KB. Informasi berlebih membuat klien sulit mengingat informasi pentingnya. Jangan menyita banyak waktu dalam menyampaikan pesan/informasi.
Metoda konselor, diharapkan dapat membantu klien menentukan pilihan, dan menghargai pilihannya. Konseling yang baik dimulai dari apa yang dipikirkan dan diajukan klien. Kemudian mengamati apakah klien memahami metoda tersebut. Termasuk untung dan ruginya, bagaimana cara menggunakannya, bantu klien
memikirkan metoda lain juga dan bandingkanlah. Dengan cara ini memberi keyakinan atas metoda pilihannya. Jika tidak ada pertimbangan medis, klien dapat menggunakan metodanya. Yang penting ialah klien menggunakan dalam waktu lama (konsisten) dan efektif (Heti, 2007).
3. Langkah-Langkah Konseling KB (Saifuddin, et al. 2003).
Kata kunci SATU TUJU adalah sebagai berikut :
a. SA: SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. b. T: Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya.
c. U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan beri tahu apa pilihan reproduksi yang paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi.
d. TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya
e. J: Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. f. U: Perlunya dilakukan kunjungan Ulang.
0 comments:
Posting Komentar