Untuk menurunkan angka kematian bayi, imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat yang sangat penting. Program imunisasi d i Indonesia  yang  dimulai  sejak  tahun  1956  dapat  menghemat  biaya  dala m mencegah   penyakit                   menular.  Di   seluruh   dunia,    sejak                                      penetapan   the   
Expanded Program on Immunization (EPI) oleh WHO, cakupan imunisas i dasar meningkat dari 5% hingga mendekati 80% (Ali, 2003).
Sesuai dengan program pemerintah tentang imunisasi, anak-anak wajib mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu TBC, difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis), polio, campak (measles, morbili) dan hepatitis  B.  Sedangkan  imunisasi  terhadap  penyakit  lain  seperti gondongan (mumps), campak Jerman (rubella), tifus, radang selaput otak (meningitis) Hib, hepatitis  A,  cacar  air  (chicken  pox,  varicella) dan  rabies  tidak  diwajibkan, tetapi dianjurkan (Ranuh, 2005).
Di Indonesia, cakupan imunisasi dasar pada tahun 2006 menunjukkan bahwa dari jumlah sasaran 6.522.302 bayi, cakupan imunisasi BCG (76,2%), DPT1 (69,6%), Polio 1 (76,5%), Polio4 (67,80%), campak  (72,66%), dengan angka drop out (DO) sebesar 4,6%. Dari data tersebut cakupan yang paling rendah yaitu imunisasi Polio4. Dari sekitar 7.000 desa di Indonesia, masih ada
21%  desa  yang  cakupannya  kurang  dari  persyaratan  Universal  Coverage
Imunization (UCI) yaitu 90 persen (Ditjend PPM-PL, 2007).
Meskipun  seluruh  imunisasi  dasar  sudah  diberikan  secara  gratis selama puluhan tahun, cakupan imunisasi belum memenuhi UCI dengan berbagai alasan seperti pengetahuan   ibu yang salah tentang imunisasi dan rendahnya kesadaran ibu   membawa anaknya ke Posyandu atau Puskesmas untuk mendapatkan imunisasi yang lengkap karena takut anaknya sakit, dan ada pula yang merasa bahwa imunisasi tidak diperlukan untuk bayinya, kurangnya  informasi,  kurang  motivasi,  serta  hambatan  lainnya  (Conan,
2007).
Pengetahuan     ibu  tentang  imunisasi,  kepercayaan  dan  perilaku  ibu merupakan  hal  yang  penting,  karena  penggunaan  sarana  kesehatan  oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Keikutsertaan ibu dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan, jika pengetahuan ibu tentang imunisasi sudah baik.
Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, dari bahasa Latin “immunitas” yang berarti pembebasan (kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai warga negara biasa dan terhadap dakwaan. Jadi, imunisasi adalah perlindungan terhadap penyakit menular (Conan, 2007).
Sedangkan  imunisasi  dasar  adalah  pemberian  imunisasi  awal  pada bayi    usia  0-12  bulan  untuk  mencapai  kadar  kekebalan  di  atas  ambang perlindungan (Depkes RI, 2005c).
Imunisasi ada dua macam yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Imunisasi  aktif  adalah  tubuh  anak  sendiri  membuat  zat  anti  yang  akan bertahan  selama  bertahun-tahun,  sedangkan  imunisasi  pasif  adalah  tubuh anak  tidak  membuat  sendiri  zat  anti.  Anak  mendapatnya  dari  luar  tubuh dengan cara penyuntikan bahan / serum yang telah mengandung zat anti, atau anak tersebut mendapat zat anti dari ibunya semasa dalam kandungan. Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama (Markum, 2002).
Jenis Imunisasi Dasar Pada Bayi
Imunisasi dasar pada bayi di Indonesia diwajibkan terhadap tujuh macam penyakit yaitu TBC, difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis), polio, campak ( measles, morbili) dan hepatitis B. Sedangkan imunisasi terhadap penyakit lain seperti gondongan (mumps), campak Jerman (rubella), tifus, radang  selaput  otak  (meningit is)  Hib  (Haemophilus  influenczae  tipe  B), hepatitis A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies t idak diwajibkan, tetapi dianjurkan.
Berikut  ini  penjelasan  mengenai  beberapa  vaksin  yang  diwajibkan diber ikan pada anak:
1.  Vaksin Bacillus Clamete-Guerin (BCG)
Penularan penyakit tuberkulosis (TBC) terhadap seorang anak dapat  terjadi  karena   terhirupnya          percikan             udara  (droplet)    yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang,  sendi,  ginjal,  hati,  atau  selaput  otak  (yang  terberat).  Indikasi vaksin                        BCG     yaitu      untuk      pember ian          kekebalan      aktif terhadap   
tuberkulosa. Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 11 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Jika bayi sudah berumur lebih dar i  sebelas  bulan,  harus  dilakukan  uji  tuberkulin  terlebih  dulu.  BCG dapat diberikan apabila hasil uji tuberkulin negatif.
Kemasan vaksin BCG  terdiri dar i kemasan dalam ampul,  beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin; dan setiap 1 ampul vaksin dengan
4 ml pelarut. Kontraindikasi yang terjadi pada vaksin BCG yaitu :
a.   Adanya  penyakit   kulit   yang   berat   /   menahun   seperti  :   eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
b.  Mereka yang sedang menderita TBC.
Imunisasi BCG  tidak  menyebabkan  reaksi  yang  bersifat  umu m seperti         demam               1-2      minggu       kemudian            akan      timbul         indurasi    dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan                   dan        meninggalkan tanda parut.   Kadang-kadang           terjadi pembesaran kelenjar regional di ketika dan atau leher, terasa padat, tidak sakit           dan      tidak            menimbulkan demam.           Reaksi ini   normal,            tidak memer lukan  pengobatan  dan  akan   menghilang            dengan   sendir inya (Depkes, 2005b).
2.  Vaksin Difteria, Pertusis, Tetanus (DPT)
Kuman  difteri  sangat  ganas  dan  mudah  menular.  Gejalanya adalah demam tinggi dan tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil   
(amandel) yang dengan cepat meluas dan menutupi jalan nafas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut  saraf. Racun dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat tulang belakang, mengakibatkan kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari) cukup parah bila menyerang anak balita, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan kematian.
Di   Indonesia   vaksin   terhadap   difteri,   pertusis,   dan   tetanus terdapat dalam 4 jenis kemasan, yaitu kemasan dalam vial, 1 box vaksin terdir i dari 10 vial, 1 vial ber isi 10 dosis, dan vaksin berbentuk cairan.. Imunisasi dasar DPT diber ikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur 2 bula n dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4 minggu. Suntikan pertama tidak memberikan perlindungan apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus diber ikan sebanyak 3 kali. I munisasi ulang pertama dilakukan pada  usia  1-  2  tahun  atau  kurang  lebih  1  tahun  setelah  suntikan imunisasi dasar ke-3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6 SD diber ikan lagi imunisas i ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Reaksi yang terjadi biasanya dema m ringan,  pembengkakan  dan  nyer i  di  tempat  suntikan  selama  1-2  hari. Imunisasi ini tidak bo leh diber ikan kepada anak  yang sakit  parah dan yang menderita kejang demam kompleks.
Efek  samping  dar i  vaksin  ini  yaitu  gejala-gejala  yang  bersifat sementara  seperti  :  lemas,  demam,  kemerahan  pada  tempat  suntikan.
Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, ir itabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Kontraindikasi  yaitu  terjadi  gejala-gejala  keabnormalan  otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah  pada  dosis  pertama,  komponen  pertusis  harus  dihindarkan  pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diber ikan DT.
3.  Vaksin Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak  lumpuh  pada  salah  satu  anggota  geraknya  setelah  demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan di Indonesia yang  umum  diberikan  adalah  vaksin  Sabin  (kuman  yang  dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut.
Di  beberapa  negara  dikenal  pula  Tetravaccine,  yaitu  kombinas i DPT  dan  polio.  Imunisasi  dasar  diber ikan  sejak  anak  baru  lahir  atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B,  dan DPT.  Imunisasi ulangan  diberikan  bersamaan  dengan imunisasi ulang DPT. Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
Kontraindikasi       pada     individu  yang            menderita      “immune deficiency”.    Tidak                        ada       efek     yang             berbahaya     yang     timbul   akibat   
pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang  mender ita diare,  maka dosis  ulangan dapat  diber ikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus  (HIV)  baik  yang  tanpa  gejala  maupun  dengan  gejala,  imunisas i polio harus berdasarkan standar jadwal tertentu.
4.  Vaksin Hepatitis B
Cara penularan hepatitis B dapat terjadi melalui mulut, transfus i darah, dan jarum suntik. Pada bayi, hepatitis B dapat tertular dari ibu melalui plasenta semasa bayi dalam kandungan atau pada saat kelahiran. Virus ini menyerang hati dan dapat menjadi kronik/ menahun yang mungkin  berkembang  menjadi  cirrhosis  (pengerasan)  hati  dan  kanker hati  di  kemudian  har i.  Imunisasi  dasar  hepatitis  B  diber ikan  3  ka li dengan tenggang waktu 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, dan tenggang  waktu  5  bulan  antara  suntikan  kedua  dan  ketiga.  Imunisas i ulang diber ikan 5 tahun setelah pember ian imunisasi dasar.
Efek samping  yang terjadi yaitu reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan  dan  pembengkakan  di  sekitar  tempat  penyunt ikan.  Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
Kontraindikasi terjadi pada individu yang hipersensit if terhadap komponen  vaksin.  Sama  halnya  seperti  vaksin-vaksin  lain,  vaksin  ini tidak  boleh  diber ikan  kepada  penderita  infeksi  berat  yang  disertai kejang.
5.  Vaksin Campak (Morbili, Measles)
Penyakit ini sangat mudah menular. Gejala yang khas adalah timbulnya bercak-bercak merah di kulit setelah 3-5 hari anak mender ita demam, batuk, atau pilek. Bercak merah ini mula-mula timbul di pip i yang  menjalar  ke  muka,  tubuh,  dan  anggota badan.  Bercak  merah  ini akan menjadi coklat kehitaman dan menghilang dalam waktu 7-10 hari.
Pada stadium demam, penyakit  campak sangat  mudah menular. Sedangkan pada anak yang kurang gizi, penyakit ini dapat diikuti oleh komplikasi yang cukup berat seperti radang otak (encephalitis), radang paru,  atau  radang  saluran  kencing.  Bayi  baru  lahir  biasanya  telah mendapat kekebalan pasif dari ibunya ketika dalam kandungan dan kekebalan ini bertahan hingga usia bayi mencapai 6 bulan.
Imunisasi campak diber ikan kepada anak usia 9 bulan. Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Namun adakalanya terjadi dema m ringan atau sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga, atau pembengkakan pada tempat suntikan.
Kontraindikasi terjadi pada individu yang mengidap penyakit immune  deficiency  atau   individu   yang   diduga   menderita   gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma (Markum, 2002; Wahab, 2002; Depkes RI, 2006).
Jadwal Pemberian Imunisasi Pada Bayi Usia 0 – 12 bulan
Jadwal pemberian  imunisasi dasar  pada bayi  untuk  usia 0-12  bulan adalah sebagai berikut :
Umur (Bulan)  |   |||||||||||||||||||||||
Lahir  |    1  |    2  |    3  |    4  |    5  |    6  |    7  |    8  |    9  |    10  |    11  |    12  |   |||||||||||
BCG  |    |||||||||||||||||||||||
HepB1  |    |||||||||||||||||||||||
HepB2  |    HepB3  |   ||||||||||||||||||||||
DPT 1  |    |||||||||||||||||||||||
DPT2  |    |||||||||||||||||||||||
DPT3  |    |||||||||||||||||||||||
Polio 1  |    Polio 2  |    ||||||||||||||||||||||
Polio 3  |    |||||||||||||||||||||||
Polio 4  |    |||||||||||||||||||||||
Campak 1  |    |||||||||||||||||||||||
Keterangan:   BCG (Bacillus Clamete-Guerin)
Hep (Hepatitis)
DPT (Dypteria, Pertusis, Tetanus)
Hib (Haemophilus influenzae tipe B)
Sumber : Rekomendasi Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia (PPP-IDAI), dalam Wahab (2002).
Jadwal Pemberian Imunisasi Wajib Pada Bayi Yang Dilahirkan di Rumah Sakit atau Rumah Bersalin
UMUR  |    VAKSIN  |   
0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 7 bulan 9 bulan  |    Hepatitis B-1, BCG, OPV-1 Hepatitis B-2, DPT-1, OPV-2. DPT-2, OPV-3 DPT-3, OPV-4 Hepatitis B-3 (dapat juga bersama Campak umur 9 bulan)   Campak  |   
Keterangan : OPV = Oral Polio Vaccine (Markum, 2002).


0 comments:
Posting Komentar