BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup sehingga status lansia dalam kondisi sehat atau sakit. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan, penurunan berbagai kemampuan organ, fungsi dan sistem tubuh ada umumnya tanda proses menua mulai tampak sejak usia 45 tahun dan akan menimbulkan masalah pada usia sekitar 60 tahun.
Menurut WHO, pada tahun 2009 osteoporosis menduduki peringkat kedua dibawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13%.
Menurut Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009, dampak osteoporosis di Indonesia sudah dalam tingkat yang harus diwaspadai, yaitu mencapai 19,7% dari populasi.
Penyebab osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor dan pada individu bersifat multifaktoral seperti gaya hidup tidak sehat, kurang gerak, tidak berolahraga serta pengetahuan mencegah osteoporosis yang kurang akibat kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta kurangnya asupan kalsium. Maka kepadatan tulang menjadi rendah sampai terjadinya osteoporosis.
Konsumsi kalsium yang rendah atau menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium yang umumnya terjadi pada orang tua juga dapat menyebabkan osteoporosis. Kekurangan magnesium juga dinyatakan sebagai salah satu penyebab osteoporosis. Magnesium terlibat dalam 300 lebih fungsi tubuh, selain untuk membantu metabolisme kalsium dan vitamin D, magnesium juga berperan langsung dalam mencegah pengeroposan tulang.
Persoalan osteoporosis pada lansia erat hubungannya dengan kemunduran produksi beberapa hormon pengendali remodeling tulang, seperti kalsitonim dan hormon seks. Dengan bertambahnya usia, hanya produksi beberapa hormon tersebut akan merosot, hanya saja penurunan produksi beberapa osteoblast, sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya setelah seseorang menginjak usia ke 50 disusul tahun terakhir adalah testosteron pada kurun waktu usia 45-53 tahun.
Jika dihitung secara kasar maka dengan pertambahan usia harapan hidup pada tahun 2000 diperkirakan ada sekitar 14,7% dari 15,5 juta lansia yang beresiko patah tulang osteoporosis dengn perkiraan biaya sekitar US$ 2,7 miliar, sehingga pada tahun 2015 diperkirakan jumlah lansia 24 juta dengan resiko patah tulang osteoporosis sebanyak 352.850 dengan estimasi biaya US$ 3,2 miliar.
Menurut data statistik pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk lansia diatas 60 tahun ke atas di Sumatera Utara yang dalam keadaan kesehatan baik sebanyak 242.99, yang dalam keadaan kesehatan cukup sebanyak 215.787 dan dalam keadaan kesehatan yang kurang sebanyak 172.818. Jadi jumlah penduduk lansia yang diatas 60 tahun adalah 631.604, sedangkan jumlah penduduk lansia diatas 60 tahun keatas di Deli Serdang yang dalam keadaan baik sebanyak 21.703 dan dalam keadaan cukup sebanyak 19.222, sedangkan yang dalam keadaan kesehatan kurang sebanyak 20.183. Jadi jumlah total keseluruhan penduduk lansia yang 60 tahun keatas adalah 61.108. (http://www.datastatistik – Indonesia.com).
Berdasarkan survey yang dilakukan di Dusun VIII Desa Sei Rotan dijumpai 55 orang lansia. Maka disinilah peneliti tertarik untuk meneliti “Tindakan Keluarga Dalam Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia di Dusun VIII Desa Sei Rotan Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2010”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun yang menjadi perumusan masalah peneliti adalah “Bagaimana Tindakan Keluarga Dalam Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia di Dusun VIII Desa Sei Rotan Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang Tahun 2010”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Tindakan Keluarga Dalam Pencegahan Osteoporosis Pada Lansia di Dusun VIII Desa Sei Rotan Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang Tahun 2010”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tindakan keluarga terhadap pencegahan osteoporosis berdasarkan persepsi.
2. Untuk mengetahui tindakan keluarga terhadap pencegahan osteoporosis berdasarkan respon terpimpin.
3. Untuk mengetahui tindakan keluarga terhadap pencegahan osteoporosis berdasarkan mekanisme.
4. Untuk mengetahui tindakan keluarga terhadap pencegahan osteoporosis berdasarkan adaptasi.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah pengetahuan / wawasan bagi penulis tentang osteoporosis.
2. Bagi keluarga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi keluarga dalam rangka mengevaluasi pengetahuan mereka dalam meningkatkan upaya-upaya untuk mengetahui pencegahan osteoporosis.
3. Dari data yang diperoleh dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya dibidang kesehatan, khususnya osteoporosis pada lansia.
4. Bagi institusi sebagai referensi / bacaan di perpustakaan Akademi Keperawatan Harapan Mama.
0 comments:
Posting Komentar