KUMPULAN KTI KEBIDANAN DAN KTI KEPERAWATAN

Bagi mahasiswi kebidanan dan keperawatan yang membutuhkan contoh KTI Kebidanan dan keperawatan sebagai rujukan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah bisa mendapatkannya di blog ini mulai dari BAB I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka, Kuesioner, Abstrak dan Lampiran. Tersedia lebih 800 contoh kti kebidanan dan keperawatan. : DAFTAR KTI KEBIDANAN dan KTI KEPERAWATAN

KTI Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Efek Samping Dari Radioterapi Di RSU XXXX Medan

Kamis, 31 Maret 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kemajuan peradaban di dunia dan Indonesia menimbulkan perubahan pola dan gaya hidup masyarakat sehingga berdampak pada perubahan pola penyakit. Hasil riset kesehatan dasar ( Reskesdas ) 2004 menunjukkan kematian akibat penyakit tidak menular telah mengalami peningkatan sedangkan kematian karena penyakit menular mengalami penurunan walaupun hanya sedikit ini berarti terjadi transisi epidemiologi di Indonesia
Banyak upaya yang telah dilakukan bagi penderita kanker, misalnya : pembedahan, obat tradisional dll. Kini kita dapat menggunakan pengobatan radioterapi sebagai salah satu cara untuk menghentikan sel – sel kanker yang kian berkemban
Fasilitas pusat radioterapi yang ada di seluruh Indonesia saat ini baru dapat melayani 15 ribu pasien kanker baru per tahun atau kurang lebih 12 % dari total kebutuhan. Sementara jumlah pasien kanker baru di Indonesia menurut perkiraan sebanyak 200 ribu orang per tahun dan 60 % - 70 % diantaranya memerlukan terapi radiasi baik untuk tindakan pengobatan ataupun perbaikan kualitas hidup pasien
Radioterapi memiliki manfaat sebagai terapi paliatif yaitu untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri akibat kanker. Akan tetapi kita juga harus tau efek dari radioterapi tersebut, sel – sel yang normal akan dipengaruhi oleh radiasi ini efek yang ditimbulkan dari radiasi ini adalah badan kering, mual, muntah, rambut rontok, haus, kesulitan menelan, lelah, lesu dan kulit gosong.
Pasien radioterapi pada umumnya tidak mengetahui efek samping dari radioterapi itu sendiri. Sehingga banyak pasien yang menghentikan terapi karena merasa takut. Sehingga menghambat proses penyembuhan karena hanya dilakukan beberapa kali penyinaran, sedangkan sel – sel ganas masih tumbuh walaupun telah diberi penyinaran.
           
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui bagaimana “Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Efek Samping Dari Radioterapi  Di RSUP Haji Adam Malik Medan“

1.3 Tujuan Penelitian
1.3 1   Tujuan Umum
Mengukur “ Tingkat Pengetahuan Pasien Terhadap Efek Samping Dari Radioterapi  Di RSUP Haji Adam Malik Medan “
1.3.2        Tujuan Khusus
1.       Mengukur tingkat pengetahuan pasien terhadap efek samping dari radioterapi eksternal di RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan umur.
2.       Mengukur tingkat pengetahuan pasien terhadap efek samping dari radioterapi eksternal di RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan pendidikan
3.        Mengukur tingkat pengetahuan pasien terhadap efek samping dari radioterapi eksternal di RSUP Haji Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin.

1.4   Manfaat Penelitian
1.      Menambah pengetahuan pasien terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh radioterapi
2.      Menambah pengetahuan pasien tentang pencegahan efek samping radioterapi
Menambah wawasan dan pengetahuan efek samping yang ditimbulkan serta mengetahui manfaat dari radioterapi

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 63

KTI PERAN AKTIF PASIEN DALAM PENYEMBUHAN PENYAKIT HIPERTENSI DENGAN CARA MERUBAH GAYA HIDUP DI PUSKESMAS XXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang umum di masyarakat banyak orang yang menderita penyakit hipertensi tersebut, tetapi tidak manyadarinya. Penyakit ini berjalan terus seumur hidup dan sering tanpa adanya keluhan yang khas selama belum ada komplikasi pada organ tubuh.
(http://group yahoo.com.yundini, 2006)
Sekitar 50% penderita hipertensi tidak menunjukkan gejala yang jelas terutama dalam taraf awal, namun beberapa gejala dapat terjadi secara bersamaan dan di yakini berhubunan denan tekanan darah tinggi (meskipun sesungguhnya tidak demikian). (Srikumalaningsih, 2008).
Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama dinegara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus, ditahun 2000 diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus 2025, prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini. (Armilawaty 2007).
Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol, prevalensi 6 – 15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari bahwa sebagai penderita hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi mengetahui faktor resikonya dan 90% merupakan hipertensi esensial.
Pada tahun 2004 hipertensi di Indonesia sekitar 13,4% - 14,6% dan di Sumatera Utara sebesar 5,54%. Jumlah kasus hipertensi di Kabupaten Deli Serdang menurut data dari Dinas Kesehatan pada tahun 2004 sebanyak 17,929 dan pada tahun 2006 sebanyak 36,203 penderita. (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang).
Jumlah kasus untuk Puskesmas Rawat Inap Batang Kuis sebanyak 194 penderita pada tahun 2008 – 2009
Gaya hidup dapat mempengaruhi tekanan darah dan meningkatkan resiko terkena hipertensi serta memperburuk hipertensi yang sudah ada.
Bila kita memperbaiki / menambah gaya hidup maka tekanan darah tinggi (hipertensi) dapat diturunkan. (Panduan Sehat Mengatasi Tekanan Darah Tinggi, F. Samuel Gardner 2007).
Pada survey awal pasien yang berobat di Puskesmas Rawat Inap Batang Kuis mempunyai gaya hidup yang tidak baik, dalam proses penyembuhan penyakit hipertensi seperti merokok, tidak berolah raga dan sedikit mengkonsumsi buah dan sayuran.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Peran Aktif Pasien Dalam Penyembuhan Penyakit Hipertensi Dengan Cara Merubah Gaya Hidup di Puskesmas Batang Kuis Kabupaten deli serdang
  
1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Peran Aktif Pasien Dalam Penyembuhan Penyakit Hipertensi Dengan Cara Merubah Gaya Hidup
1.3.2        Tujuan Khusus
-         Agar pasien dapat menerima kenyataan dan dapat mengatasi panyakit tekanan darah tinggi.
-         Pasien dapat memeriksa kembali nilai – nilai dan tujuan (dapat melakukan intropeksi diri dan befikir tentang gaya hidupnya)
-         Pasien dapat mempraktekkan disiplin diri dan penghidupan secara Rasional

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Pasien
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam meningkatkan derajat kesehatan yang berhubungan dengan penyakit hipertensi
1.4.2        Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan dibidang keperawatan
1.4.3        Bagi Institusi
Khususnya institusi keperawatan ..................................... dapat bermanfaat sebagai masukan untuk pengembangan ilmu dalam melakukan penanganan pasien hipertensi

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 62

KTI Gambaran Penilaian Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum XXXXX Medan

BAB  I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, pada dasarnya adalah organisasi pelayanan umum. Oleh karenanya rumah sakit perlu memiliki kinerja profesional yang baik sesuai dengan harapan pasien. Selain memberikan pelayanan medis yang profesional. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan mencantumkan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar prosedur operasional.
Kinerja pelayanan kesehatan rumah sakit yakni kinerja perawat dapat dinilai dari segi kompetensi teknis petugas yang berhubungan dengan bagaimana standr pelayanan keperawatan yang telah ditetapkan. Segi hubungan manusia yang berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien dengan cara menanamkan kepercayaan dan kredibilitas. Pasien merupakan pengguna jasa rumah sakit mempunyai hak untuk menilai kinerja pelayanan keperawatan tersebut. Semakin baik penilaian pasien, akan semakin baik pula kualitas pelayanan keperawatan rumah sakit tersebut. (Sabarguna. 2004).
Kualitas kinerja keperawatan suatu rumah sakit dinilai dari kepuasan pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa lega atau senang karena harapan tentang suatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh kinerja pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa puas sendiri mempunyai nilai yang relatif tergantung dari masing-masing individu. (Wijaya. 2008).
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan berbagai macam faktor yang mempengaruhi yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan, beban kerja, pelatihan dan masa kerja.
Hal ini dikarenakan bahwa banyaknya perawata melaksanakan asuhan keperawatan memiliki pendidikan, motivasi kerja, beban kerja dan pelatihan yang mendukung terciptanya kinerja mengalami masalah dalam aplikasi di lapangan berupa keterlambatan atau banyaknya proses pengisian asuhan keperawatan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pihak rumah sakit.
Padahal, keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dan kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerjanya, kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan pada individu, kelompok atau masyarakat.
Asuhan keperawatan itu sendiri merupakan suatu proses dalam praktek keperawatanyang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan keperawatan, dengan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan juga merupakan tindakan mandiri, perawat profesional melalui kerjsama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikn asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan penggunaan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan, maka keperawatan dapat dikatakan sebagai profesi yang sejajar dengan profesi dokter, apoteker, dokter gigi dan lain-lain. Dengan demikian keperawatan dapat dikatakan sebagai profesi karena memiliki landasan ilmu pengetahuan yang jelas dan memiliki kode etik profesi. (A. Aziz Alimul Hidayat. 2007).
Rumah Sakit Daerah Wonogiri sebagai rumah sakit pemerintah berkontribusi pada peningkatan keperawatan melalui penyediaan pelayanan medis maupun non medis yang berkualitas. Menurut survey, rumah sakit tersebut telah melakukan penilaian kinerja keperawatan dari sudut pandang pasien. Penelitian mendapatkan hasil kinerja pelayanan kepada pasien sebanyak 21,28% pasien menjawab kurang. Kinerja pelayanan perawat masih cukup pada kategori keramahan dimana sebanyak 22,64% menjawab kurang dan cukup. Kinerja pelayanan makanan secara keseluruhan mendapatkan nilai cukup karena terdapat 47,74% pasien menjawab cukup. (RSUD Wonogiri. 2004).
Bertitik pada uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Gambaran Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum ......................... Medan”.
 1.2        Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti dapat merumuskan permasalahan penelitian yaitu ”Bagaimana Gambaran Penilaian Kinerja Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Umum ..................................... Medan”.

1.3        Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Umum ..................................... Medan.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.      Untuk mengetahui gambaran kinerja perawat pada tahap pengkajian keperawatan.
2.      Untuk mengetahui gambaran kinerja perawat pada tahap diagnosis keperawatan.
3.      Untuk mengetahui gambaran kinerja perawat pada tahap perencanaan keperawatan.
4.      Untuk mengetahui gambaran kinerja perawat pada tahap implementasi keperawatan.
5.      Untuk mengetahui gambaran kinerja perawat pada tahap evaluasi keperawatan.

1.4        Manfaat Penelitian
1.4.1        Peneliti akan memberikan pengalaman awal dalam melakukan dan menyusun KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya tentang melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional dalam menunjang peningkatan kinerja perawat.
1.4.2        Hasil penelitian diharapkan berguna bagi perawat dan pasien dalam menerapkan asuhan keperawatan yang professional.
1.4.3        Sebagai bahan bagi mahasiswa-mahasiswi keperawatan unutk melakukan penelitian lebih lanjut.
Memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan Akademi Keperawatan ......................................

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 61

KTI Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Balita Tentang Pelaksanaan Posyandu di Dusun IX Desa XXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kegiatan posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh kader –kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar.(Effendi, 2002).
Posyandu demikian singkatan dari pos pelayanan awalnya adalah organisasi pelayanan pencegahan penyakit dan keluarga berencana bagi keluarga kalangan istri berusia subur dan balita posyandu diharapkan lahir dikembangkan atas kesadaran dan upaya masyarakat sendiri, atau partisipasi sosial dari setiap komunikasi di desa dan kelurahan (Indomedia, 2006).
Pelayanan kesehatan terpadu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dipelayanan program terpadu dibalai dusun, RW dengan pospelayanan terpadu (posyandu) pelayanan kesehatan yang dilaksanakan adalah KIA, KB, P2M (imunisasi dan penanggulangan diare) dan gizi (penimbangan balita), sasaran penduduknya adalah ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur (PUS) dan balita. (Muninjaya,Gde.AA, 2004).
Menurut Depkes 1998, posyandu juga dapat diartikan sebagai satu bentuk kegiatan dari PKMD, yang masyarakat melalui kader – kadernya menyelenggarakan lima program perioritas secara terpadu pada tempat dan waktu yang sama dengan bantuan pelayanan langsung dari staf puskesmas. (Eka Sari, 2008)
Pos pelayanan terpadu adalah akronim yang sudah sangat familiar ditelinga masyarakat kita, tapi jujur harus diakui bahwa sampai saat ini masih banyak desa yang belum memiliki organisasi ini. Kalaupun ada, tidak berjalan yang berjalan pun hanya terbatas. Pada kegiatan penimbangan bayi dan pengisian KMS serta pemberian makanan tambahan. Kegiatan posyandu pada saat ini mengalami kemunduran, yang masih berjalan hanya imunuisasi dan gizi dalam pertemuan bulanan. Kegiatan lain tidak berjalan dengan teratur seperti penyuluhan, namun malah kegiatan yang sebenarnya tidak termasuk dalam program posyandu justru yang dilaksanakan oleh paramedis dari puskesmas setempat dengan biaya  yang sesuai dengan kemampuan pasien, pada akhirnya posyandu lebih sebagai tempat masyarakat mencari pengobatan (Indomedia, 2006).
Indeks pembangunan manusia (IPM) tahun 2003 Indonesia menduduki urutan ke  112 dari 174 negara dan hal ini tentunya erat hubungannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, jumlah penduduk menurut Susensus 2001, adalah : 202.707.418 jiwa, anak usia 0 - 4 tahun 5 – 8% jiwa,anak usia sekolah 5 – 14 tahun 20 – 76%, usia diatas 64 tahun 4 – 6% jiwa. (Indomedia, 2006).
Di Indonesia 153 – 681 bayi mati setiap tahun itu berarti setiap harinya ada 421 orang bayi mati sama dengan 2 orang bayi mati setiap menit, 54% penyebab kematian bayi adalah latar belakang gizi. Kita bisa melihat data selanjutnya pada kondisi Indonesia saat ini 27,3% balita Indonesia gizi kurang, 8% dari mereka gizi buruk,50% balita Indonesia kekurangan vitamin A,48,1%, anemia gizi 36% anak Indonesia tergolong pendek 11,1%, anak sekolah menderita Gaky 50%, ibu hamil kurang gizi (Indomedia, 2006).
Dengan melihat tingginya angka kematian ibu dan anak,maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah yang berjudul “Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Balita Tentang Pelaksanaan Posyandu di Dusun IX Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2009”.

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat perumusan masalah yaitu Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Balita Tentang Pelaksanaan Posyandu di Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2009

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Memiliki Balita Tentang Pelaksanaan Posyandu di Dusun IX Desa Sei Rotan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang tahun 2009
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui Distribusi pengetahuan ibu yang memiliki balita tentang pelaksanaan posyandu berdasarkan umur
  2. Untuk mengetahui Distribusi pengetahuan ibu yang memiliki balita tentang pelaksanaan posyandu berdasarkan Pendidikan
  3. Untuk mengetahui Distribusi pengetahuan ibu yang memiliki balita tentang pelaksanaan posyandu berdasarkan paritas
 1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Dusun IX Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan
Diharapkan kepada kepala Dusun IX Desa Sei Rotan Percut Kecamatan Percut Sei Tuan agar dapat memberikan informasi kepada ibu – ibu yang memiliki balita tentang pentingnya pelaksanaan posyandu
1.4.2        Bagi Responden
Bagi para ibu – ibu sebagai sumber informasi serta bahan masukan tentang pentingnya pelaksanaan posyandu
1.4.3        Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi tambahan di perpustakaan Akademi Kebidanan ............................... Kabupaten Deli Serdang
1.4.4        Bagi Peneliti
Sebagai aplikasi ilmu yang didapat selama kuliah dan memperluas wawasan dalam bidang pendidikan khususnya tentang pentingnya pelaksanaan posyandu.
1.4.5        Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 60

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK USIA 6 – 8 TAHUN DI DESA XXX

Rabu, 30 Maret 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Menurut Abineno, menjelaskan bahwa pendidikan seks merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak tentang pengetahuan seks dalam hidupnya.
(Suryadi, 2007).
            Periode penting dalam tubuh kembang adalah anak karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa anak, ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,kesadaran sosial, emosional, intelegensia, berjalan dengan cepat dan merupakan landasan berikutnya. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis dimana diperlukan rangsangan atas sitimulasi yang berguna agar potensi berkembang. (Purba.A.wb,2008)
            Hubungan anak dengan keluarga umumnya penting tetapi sikap orang tua merupakan unsur paling penting bagaimana pandangan orang tua mengenai kemampuan prestasinya sangat mempengaruhi cara anak untuk memandang dirinya sendiri. (Hurlock,2003)
            memberikan pendidikan seks pada anak sangat penting ,bahkan meski dia tidak bertanya soal itu,sering perkembangan  zaman ,anak bisa mendapatkan informasi seks dimana saja.jangan sampai dai menerima informasi yang salah,karena konsepnya berbeda,”anak yang memiliki konsep beda mengenai seks akan terbawa hingga dewasa dan mempengaruhi pola pikirannya kelak.
            Berbicara masalah seputar seks tidak ada habis – habisnya pendidikan seks sudah dikenal sejak masa seseorang sudah dilahirkan. Secara fisik pengembangan seksual dari anak – anak sampai memasuki usia remaja di pengaruhi hormon  seks. Sejalan dengan berlalunya waktu perkembangan psikoseksual (termasuk biologis dan psikologis) diikuti dengan perkembangan psikoseksual kedua perkembangan itu harus berjalan seimbang karena dapat mempengaruhi kehidupan seksual (Dianawati, 2003).
            Meskipun orang tua dapatmembantu meletakkan dasar penyesuaian diri anak menjadi diri anggota memiliki kesempatan yang besar dalam memperoleh pengalaman balajar teman sebayanya, kematangan seksual anak laki – laki lebih lambat dari pada anak wanita oleh karenanya dianggap bahwa penguasaan tugas perkembangan anak laki – laki baik dan lebih matang dari pada anak wanita. Hal ini disebabkan anak perempuan lebih banyak dibimbing orang dewasa dari pada anak laki – laki sehingga mempunyai kesempatan lebih baik untuk mengusai tugas perkembangan.
            Perbedaan pertumbuhan fisik dan seks hampir tidak banyak menonjol, karena pesatnya pertumbuhan puberitas anak laki – laki sehingga secara seksual menjadi matang (Hurlock, 2003).
            Sejalan berlakunya waktu perkembangan psikoseksual termasuk (fisiologis dan biologis) dan diikuti adanya perkembangan psikoseksual. Tahapan psikoseksual ini harus mengalami sentuhan atau rabaan, pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh seorang anak biasanya tentang perbedaan anggota tubuh laki – laki dan perempuan, peran orang tua harus bersikap terbuka dan selalu siap dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan anak, sesuai dengan kemampuan dalam upaya membimbing mereka tentang seksualitas. (Dianawati, 2003).
            Berdasarkan latar belakang diatas penelitian tertarik untuk melakukan penelitian Bagaimana Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Usia 6 Sampai 8 Tahun di Desa Sei Rotan Tahun 2009.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui Bagaimana Pengetahuan Ibu Tentang Pentingnya Pendidikan Seks Pada Anak Usia 6 Sampai 8 Tahun di Desa Sei Rotan Tahun 2009.

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Pentignya Pendidikan Seks Pada Anak Usia 6 Sampai 8 Tahun di Desa Sei Rotan Tahun 2009.
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu tentang pentingnya pendidikan seks berdasarkan umur di Desa Sei Rotan.
  2. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu tentang pentingnya pendidikan seks berdasarkan pendidikan di Desa Sei Rotan.
  3. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu tentang pentingnya pendidikan seks berdasarkan pekerjaan di Desa Sei Rotan.
  4. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu tentang pentingnya pendidikan seks berdasarkan paritas di Desa Sei Rotan.
  5. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu tentang pentingnya pendidikan seks berdasarkan sumber informasi di Desa Sei Rotan.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi ibu-ibu
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan ibu tentang pentingnya pendidikan seks pada anak usia 6 – 8 tahun dan nantinya anak dapat mengenal alat reproduksinya secara dini.
1.4.2        Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan referensi tambahan diperpustakaan di Akademi Kebidanan ............................. Kabupaten Deli Serdang.
1.4.3        Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukkan bagi peneliti tentang pentingnya pendidikan seks pada anak usia 6 – 8 tahun

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 59

KTI Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Tali Pusat di Rumah Bersalin XXX Medan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit yang terjadi pada neonatus (bayi yang berusia kurang dari 1 bulan) yang disebabkan clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem saraf pusat. Spora kuman tersebut masuk kedalam tubuh bayi melalui pintu masuk satu satunya yaitu tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Angka kematian kasus (Case fatality Rate atau CFR) sangat tinggi, pada kasus tetanus neonatorm yang tidak dirawat, angkanya mendekati 100%, terutama yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari angka kematian tetanus neonatorum yang di rawat di RS Indonesia bervariasi dengan kisaran 10,8% - 55%. (Abdul Bahri, 2002).
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus degistivus manusia serta hewan kuman dapat membuat spora tahan lama dan dapat berkembang biak dalam luka yang koto. Pada bayi penyakit ini ditularkan melalui tali pusat yaitu karena pemotongan tali pusat dengan alat yang tidak steril. Selain itu infeksi dapat juga melalui pemakaian obat, bubuk dan daun – daunan yang digunakan dalam perawatan tali pusat. (Hanifa, 2005).
Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk meneliti bahan yang digunakan untuk merawat tali pusat, perawatan tali pusat secara medis menggunakan bahan – bahan antiseptik yang meliputi alkohol 10% atau antimikrobial seperti povidon-iodin 10% (betadine) dan lain – lain yang disebut dengan cara modern, sedangkan metode tradisional mempergunakan madu, minyak chee (india) atau clostrum air susu ibu. Dore (1998) membuktikan adanya perbedaan antara perawatan tali pusat yang menggunakan alkohol pembersih dan dibalut kasa steril. Ia menyimpulkan waktu puput tali pusat kelompok alkohol 9 - 8 hari dan alami kering 8 – 16 hari. Penelitian ini merekomendasikan untuk tidak melanjutkan penggunaan alkohol dalam merawat tali pusat bayi baru lahir. Sedangkan penelitian Kurniawati 2006 di Indonesia membuktikan bahwa waktu pelepasan tali pusat menggunakan air susu ibu (ASI) adalah 127 jam (waktu tercepat 75 jam) dan waktu pelepasan menggunakan teknik kering terbuka tanpa diberi apapun rata – rata 192,3 jam waktu tercpat 11, 3 jam). (Sodikin, 2009).
Menurut WHO tetanus dan penyakit infeksi merupakan penyebab utama kematian bayi. Tetanus neonatorum dan infeksi tali pusat menjadi penyebab kesakitan dan kematian secara terus menerus diberbagai Negara. Setiap tahunnya 500.000 bayi meninggal karena tetanus neonatorum dan 460.000 meninggal akibat infeksi bakteri. Tetanus ini dapat terjadi akibat perawatan atau tindakan yang tidak memenuhi syarat kebersihan misalnya pemotongan tali pusat dengan menggunakan bambu atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun – daunan dan sebagainya. Tali pusat mempunyai resiko besar untuk terkontaminasi oleh clostridium tetani pada 3 hari pertama kehidupan.
(Sodikin, 2009).
            Penyakit ini masih banyak juga terdapat di Indonesia dan Negara – Negara lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Angka kematian tetanus neonatorum di RS besar di Indonesia mencapai 80%. Untuk menghindari infeksi tali pusat yang dapat menyebabkan sepsis meningitis dan lain – lain, maka  ditempat pemotongan dipangkal tali pusat serta 2,5 cm di sekitar pusat diberi antiseptic selanjutnya tali pusat dirawat dalam kedaan steril atau bersih dan kering. (Hanifa, 2005).
            Sedangkan data kesehatan Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2008, angka kematian bayi sekitar 36,7 / 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi disibolga 29/1000 kelahiran hidup, penyebab utama kematian bayi baru lahir tersebut adalah karena infeksi tali pusat. (Sumatera Utara, 2007).
            Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Tali Pusat di RB .............................. Marendal Tahun 2009

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Tali Pusat di RB .............................. Marendal Tahun 2009
 1.3  Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum Tentang Perawatan Tali Pusat di RB .............................. Marendal Tahun 2009
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu post partum tentang perawatan tali pusat berdasarkan umur di RB .............................. Marendal Tahun 2009.
  2. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu post partum tentang perawatan tali pusat berdasarkan Pendidikan di RB .............................. Marendal Tahun 2009.
  3. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu post partum tentang perawatan tali pusat berdasarkan paritas di RB .............................. Marendal Tahun 2009.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi RB Fatimah Ali I Marendal
Sebagai bahan masukan bagi Bidan di RB Fatimah Ali I Marendal dalam memberikan penyuluhan kesehatan kepada ibu post partum tentang pentingnya perawatan tali pusat.
1.4.2        Bagi Responden
Sebagai bahan informasi bagi ibu post partum dalam upaya meningkatkan kesehatan bayi baru lahir.
1.4.3        Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai bahan referensi tambahan di perpustakaan Akademi Kebidanan .............................. Deli Serdang.
1.4.4        Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya
1.4.5        Bagi Peneliti
Penelitian ini untuk mengimplementasikan mata pelajaran yang didapat selama kuliah, memperluas wawasan dalam bidang pendidikan khususnya mengetahui tentang perawatan tali pusat pada bayi baru lahir

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 58

KTI Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Depresi Pasca Persalinan di Rumah Bersalin XXX

        BAB I         
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang

Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Sarwono 2007, hal 237)
Meskipun secara statistik ada indikasi terdapat lebih dari 80% wanita mengalami perubahan emosi pasca persalinan termasuk “Baby Blues” tidak semua emosi membutuhkan penanganan serius, rasa sakit, bingung dan perasaan campur aduk mengiringi kehadiran sang buah hati, tetapi perasaan itu akan hilang dengan sendirinya setelah 2 minggu kemudian. (Reiss 2004, hal 178)
Depresi Pospartum mempengaruhi sekitar 15% ibu dan khususnya terjadi pada minggu dan bulan-bulan awal, postpartum dapat bertahan sampai satu tahun atau lebih. (Sarwono 2006, hal u-6)
Menurut Marshall ada 10% wanita mengalami Depresi Pasca Melahirkan. Sebuah survey yang dilakukan di afrika juga mendukung pendapat marshall yaitu adanya 10% wanita yang mengalami depresi pasca persalinan.(Marshall 2004, hal 31)
Dari penelitian-penelitian diketahui bahwa  dinegara-negara barat depresi pasca persalinan di alami lebih kurang 15 - 20 % dari perempuan yang melahirkan baik yang pertama kali maupun  yang berikutnya. Dimalaysia pada tahun 1995 dikethui bahwa ibu yang mengalami depresi pasca persalinan sebanyak 3,9% sedangkan di singapura angka kejadiannya hanya 1% (Elvira 2006, hal 4)
Di Indonesia, diperkirakan angka kejadian depresi pasca persalinan masih rendah atau setidaknya lebih rendah dari negara-negara lain atau masyarakat ditempat lain di belahan dunia ini, mengingat budaya dan sifat insani Indonesia yang diasumsikan lebih besar, dan menerima apapun menyedihkan. Terlebih kaum wanita yang biasa bekerja keras serta berperan ganda dalam kehidupannya. Namun dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat,  di Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya, ternyata ditemukan bahwa angka kejadiannya 11 – 30%. Suatu jumlah yang tidak sedikit yang mungkin di biarkan saja,terlebih bila mengingat berbagai dampak negatif yang menyertainya. (Elvira 2006)
Di Rumah Bersalin ..................................... Marendal telah ditemukan ibu nifas yang mengalami depresi pasca persalinan sebanyak 2 orang.
 Mengingat dampaknya terhadap ibu, anak maupun keluarga adalah bijaksana bila kita mempelajari kondisi tersebut dan kemudian dapat membantu mencarikan pertolongan bila diantara teman atau keluarga kita ada yang mengalaminya. (Elvira 2006)
Telah dilakukan survey data pada tanggal 26 April 2009 dirumah bersalin ..................................... Marendal Medan dan di temukan adanya ibu nifas sejak bulan Januari – April sebanyak 30 orang dengan masa nifas masing-masing 1 – 2 hari.
Dari latar belakang tersebut Peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul gambaran karakteristik pengetahuan ibu nifas tentang depresi pasca persalinan di rumah bersalin ..................................... Marendal tahun 2009.
 
1.2        Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana gambaran karakteristik pengetahuan ibu nifas tentang depresi pasca persalinan dirumah bersalin ..................................... Marendal tahun 2009.

1.3  Tujuan Penelitian
1.3 1    Tujuan Umum
Untuk mengetahuhui gambaran pengetahuan ibu nifas tentang depresi pasca persalinan di rumah bersalin ..................................... Marendal 2009.
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu nifas tentang depresi pasca persalinan berdasarkan umur.
  2. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu nifas tentang depresi pasca persalinan berdasarkan pendidikan.
  3. Untuk mengetahui distribusi pengetahuan ibu nifas tentang depresi pasca persalinan berdasarkan tingkat pekerjaan.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1    Bagi Rumah Bersalin .....................................
Sebagai masukan untuk meningkatkan Pelayanan Kebidanan pada ibu nifas       terutama pada minggu pertama Post Partum, terutama dalam melakukan usaha
promosi dan Preventif fisik atau psikis ibu nifas.

1.4.2         Bagi Ibu /Responden
Untuk meningkatkan Pengetahuan ibu nifas dirumah bersalin ..................................... Marendal tentang Depresi Pasca Persalinan.
1.4.3        Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan bagi peneliti tentang Depresi Pasca Persalinan dan pengembangan depresi pasca persalinan.
1.4.4        Bagi Instansi Pendidikan
Untuk menambah referensi bagi Perpustakaan Akademi Kebidanan ..................................... Deli Serdang.
1.4.5        Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai perbandingan untuk Peneliti selanjutnya

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 57

KTI Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa XXXX

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Asam folat (vitamin B9) sangat penting bagi anda selama kehamilan, kekurangan asam folat dapat mengakibatkan anemia. Tambahan asam folat sangat diperlukan untuk janin kembar, spina bifida mungkin bisa dicegah jika calon ibu minum 0,4 mg asam folat sehari ini disarankan untuk semua wanita hamil khususnya mereka yang pernah melahirkan bayi dengan spina bifida (penonjolan sumsum dan tulang belakang).
(Glade B, 2008)
            Kekurangan asam folat pada ibu hamil berdasarkan penelitian bisa menyebabkan terjadinya kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Bayi mengalami kecacatan pada otak dan sumsum tulang belakang. Sering kali para ibu tidak menyadari dirinya kekurangan asam folat karena sebagian besar kehamilan terjadi tanpa direncanakan. Kebanyakan pasutri (pasangan suami istri) tidak pernah merencanakan kehamilan. Tahu – tahu ibu langsung hamil setelah telat datang bulan, mereka baru datang kedokter setelah positif hamil beberapa minggu karena, ibu – ibu sering tidak membekali dirinya dengan gizi yang mencukupi ketika sebelum dan sesudah melahirkan, kalau kehamilan direncanakan, maka ia akan mempersiapkan gizi yang baik sebelum hamil karena kebutuhan asam folat harus disiapkan sejak sebelum kehamilan. (Admin, 2009).
            kekurangan asam folat terutama menyebabkan gangguan metabolisme DNA, akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel – sel yang sangat cepat membela, seperti sel darah merah, sel darah putih serta sel – sel epitel lambung dan usus, vagina dan serviks rahim, kekurangan asam folat menghambat pertumbuhan menyebabkan anemia megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah (glositis) dan gangguan saluran cerna . (Almatsier, 2001).
Menurut WHO kejadian cacat bawaan fisik di Amerika Serikat (AS) 1,32 per 1.000 kelahiran salah satunya karena kekurangan asam folat.
            Di Indonesia sendiri menurut Bowo (2009) belum ada data – data pasti berupa prevalansi adanya penyakit kelainan sumsum tulang belakang. Jumlah angka kematian bayi di Indonesia masih relatif tinggi. Kematian bayi masih belum di identifikasikan penyebabnya karena belum adanya data. Salah satu penyebabnya kematian adalah kekurangan asam folat.
            Batuk (2009) juga menyatakan angka di Indonesia tidak diketahui karena pendataannya yang lemah, yang jelas kasus di Indonesia lebih banyak daripada di Amerika Serikat (AS) (Admin,2009).
            Kekurangan asam folat menyebabkan bayi lahir dengan bibir sumbing, bayi lahir dengan berat badan rendah, Down syndrome dan keguguran. Bayi mengalami kelainan pembuluh darah rusaknya endokel pipa yang melapisi pembuluh darah menyebabkan lepasnya plasenta sebelum waktunya.
            Kelainan lainnya adalah bayi mengalami gangguan buang air besar dan kecil, anak tidak bisa berjalan tegak dan emosi tinggi. Pada anak perempuan saat dewasa tidak mengalami menstruasi. Pada ibu hamil, kekurangan asam folat menyebabkan meningkatnya resiko anemia, sehingga ibu mudah lelah, letih, lesu dan pucat
(Admin, 2009).
            Ada beberapa bukti bahwa multivitamin dan asam folat prakontrasepsi dasar membantu mencegah terjadinya defek tube neural dan wanita yang merencanakan untuk hamil harus disarankan untuk mulai melakukan terapi tersebut. Sebuah kampanye yang diselenggarakan oleh Departemen Of Health pada bulan November (1995) merekomendasikan agar semua bidan harus menyarankan wanita untuk mengkonsumsi asam folat. (Henderson, 2006).
            Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.

1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang di atas, maka penulis membuat perumusan masalah yaitu Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.




1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009.
1.3.2        Tujuan Khusus
  1. Untuk mengetahui distribusi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009 berdasarkan umur
  2. Untuk mengetahui distribusi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009 berdasarkan pendidikan
  3. Untuk mengetahui distribusi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Asam Folat Dalam Kehamilan di Desa Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009 berdasarkan Paritas.

1.4  Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Desa Sei Rotan
Diharapkan kepada Kepala Desa agar dapat memberikan informasi kepada ibu hamil tentang pentingnya manfaat asam folat dalam kehamilan
1.4.2        Bagi Responden
Sebagai bahan informasi bagi ibu hamil dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan janin
1.4.3        Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan referensi tambahan di perpustakaan Akademi Kebidanan ............................... Kabupaten Deli Serdang.
1.4.4        Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan bagi peneliti tentang manfaat asam folat dalam kehamilan dan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan janin.
1.4.5        Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 56

KTI Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Kista Ovarium di RSU XXXX Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian dari semua kanker ginekologi. Di Amerika Serikat pada tahun 2001 diperkirakan jumlah penderita kanker ovarium sebanyak
23 .400 dengan angka kematian sebesar 13.900 orang.
Tingginya angka kematian karena penyakit ini sering tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan, sehingga tidak diketahui dimana sekitar 60% - 70% penderita datang pada stadium lanjut. Maka penyakit ini disebut juga silent killer
 Angka kejadian kanker ovariumdi Indonesia belum diketahui secara pasti karena pencatatan dan pelaporan di negeri kita kurang baik. sebagai gambaran di RSU, kanker dharmais ditemukan penderita kanker ovarium sebanyak 30 kasus setiap tahun. Study epidemologie menyatakan beberapa faktor resiko nullipata, melahirkan pertama kali pada usia di atas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun. Penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium sebanyak
30–60%.(Dharmais,2007)
Walaupun penanganan dan pengobatan kanker ovarium telah dilakukan dengan prosedur yang benar namun hasil pengobatannya sampai saat ini belum menggembirakan termasuk pengobatan dan pengobatan yang dilakukan di pusat kanker terkemuka di dunia sekalipun. Angka kelangsungan hidup 5 tahun penderita kanker ovarium pada stadium lanjut berkisar 20 – 30 %.
Di RSU H. Adam Malik Medan terdapat jumlah seluruh penderita kista ovarium tahun  2008 – 2009 sebanyak 47 orang. Berdasarkan uraian diatas data tersebut, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang gambaran faktor-faktor penyebab kista ovarium di RSU H. Adam Malik Medan Periode 2004 – 2008.

1.2.  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran  faktor-faktor  penyebab kista ovarium di RSU. H. Adam Malik Medan Periode 2004 – 2008.

1.3.  Tujuan Penelitian
1.3.1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab kista ovarium di RSU H. Adam Malik Medan Periode 2004 – 2008.
1.3.2.      Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi faktor-faktor penyebab kista ovarium berdasarkan umur di RSU H. Adam Malik Medan Periode 2004 – 2008.
2. Untuk mengetahui distribusi faktor-faktor penyebab kista ovarium berdasarkan paritas di RSU H. Adam Malik Medan Periode 2004 – 2008.
3. Untuk mengetahui distribusi faktor-faktor penyebab kista ovarium berdasarkan pekerjaan di RSU H. Adam Malik Medan Peridoe 2004 – 2008.

1.4.  Manfaat Penelitian
  1. Bagi pihak RSU H. Adam Malik Medan
Dapat memberikan informasi/sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan, khususnya pada pelayanan terhadap kesehatan ibu, terutama dalam upaya menurunkan angka kejadian kista ovarium.
  1. Bagi Instansi Pendidikan Akademi Kebidanan ..................................... Kabupaten Deli Serdang.
A.  Untuk melengkapi bacaan di perpustakaan Akademi Kebidanan ..................................... Kabupaten Deli Serdang.
B.   Untuk pengembangan ilmu atau peneliti lebih lanjut
  1. Bagi peneliti selanjutnya
Agar penelitian ini dapat menjadi acuan tambahan dalam penelitian di masa mendatang.
  1. Bagi peneliti sendiri
Penelitian ini telah banyak memberikan pengalaman awal dalam melakukan penelitian di RSU H. Adam Malik Medan dan telah banyak menambah pengetahuan dan wawasan tentang gambaran faktor-faktor penyebab kista ovarium pada ibu RSU H. Adam Malik Medan.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 55

MAKALAH ASPEK SOSIAL BUDAYA KAITANNYA DENGAN PERAN SEORANG BIDAN

Sabtu, 26 Maret 2011

BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah. Seorang bidan harus siap fisik maupun mental, karena tugas seorang bidan sangatlah berat. Bidan yang siap mengabdi di kawasan pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan masyarakat yang mempunyai dampak negatif tehadap kesehatan masyarakat.. Tidak mudah mengubah pola pikir ataupun sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses persalinan yang umum masih banyak menggunakan dukun beranak.
Ditambah lagi tantangan konkret yang dihadapi bidan di pedesaan adalah kemiskinan, pendidikan rendah, dan budaya. Karena itu, kemampuan mengenali masalah dan mencari solusi bersama masyarakat menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki bidan.
Untuk itu  seorang bidan agar dapat melakukan pendekatan terhadap masyarakat perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.

1.2        Tujuan Makalah
Untuk mengetahui aspek sosial budaya yang berkaitan dengan peran seorang bidan.

1.3        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Perkawinan?
2.      Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan?
3.      Bagaimana aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kelahiran, Nifas dan Bayi Baru Lahir?
4.      Bagaimana pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya dengan Peran Seorang Bidan?

 BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Perkawinan
2.1.1 Pra Perkawinan
Masa pra perkawinan adalah masa pasangan untuk mempersiapkan diri ke jenjang perkawinan Pelayanan kebidanan diawali dengan pemeliharaan kesehatan para calon ibu. Remaja wanita yang akan memasuki jenjang perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja di beri pengertian tentang hubungan seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan pengetahuan tentang proses kehamilan dan persalinan, pemeliharaan kesehatan dalam masa pra dan pasca kehamilan.
Promosi kesehatan pada masa pra kehamilan disampaikan kepada kelompok remaja wanita atau pada wanita yang akan menikah. Penyampaian nasehat tentang kesehatan pada masa pranikah ini disesuaikan dengan tingkat intelektual para calon ibu dan keadaan sosial budaya masyarakat. Nasehat yang di berikan menggunakan bahasa yang mudah di mengerti karena informasi yang di berikan bersifat pribadi dan sensitif. Remaja yang tumbuh kembang secara biologis diikuti oleh perkembangan psikologis dan sosialnya. Alam dan pikiran remaja perlu diketahui. Remaja yang berjiwa muda memiliki sifat menantang, sesuatu yang dianggap kaku dan kolot serta ingin akan kebebasan dapat menimbulkan konflik di dalam diri mereka. Pendekatan keremajaan di dalam membina kesehatan diperlukan. Penyampaian pesan kesehatan dilakukan melalui bahasa remaja dengan memperhatikan aspek sosial budaya setempat.
Pemeriksaan kesehatan bagi remaja yang akan menikah dianjurkan. Tujuan dari pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui secara dini tentang kondisi kesehatan para remaja. Bila ditemukan penyakit atau kelainan di dalam diri remaja, maka tindakan pengobatan dapat segera dilakukan. Bila penyakit atau kelainan tersebut tidak diatasi maka diupayakan agar remaja tersebut berupaya untuk menjaga agar masalahnya tidak bertambah berat atau menular kepada pasangannya. Misalnya remaja yang menderita penyakit jantung, bila hamil secara teratur harus memeriksakan kesehatannya kepada dokter. Remaja yang menderita AIDS harus menjaga pasanganya agar tidak terkena virus HIV. Caranya adalah agar menggunakan kondom saat besrsenggama, bila menikah. Upaya pemeliharaan kesehatan bagi para calon ibu ini dapat dilakukan melalui kelompok atau kumpulan para remaja seperti karang taruna, pramuka, organisaai wanita remaja dan sebagainya.
Promosi kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang ditujukan pada masyarakat reproduktip pranikah
Bidan juga berperan dalam mencegah perkawinan dini pada pasangan pra nikah yang masih menjadi masalah penting dalam kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat, anak perempuan yang menikah pertama kali pada usia sangat muda, 10-14 tahun, cukup tinggi, jumlahnya 4,8 persen dari jumlah perempuan usia 10-59 tahun. Sedangkan yang menikah dalam rentang usia 16-19 tahun berjumlah 41,9 persen. Dengan demikian, hampir 50 persen perempuan Indonesia menikah pertama kali pada usia di bawah 20 tahun. Provinsi dengan persentase perkawinan dini tertinggi adalah Kalimantan Selatan (9 persen), Jawa Barat (7,5 persen), serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing 7 persen. Hal ini sangat berhubungan dengan sosial budaya pada daerah tersebut yang mendukung perkawinan dini.
Usia perkawinan dini yang cukup tinggi pada perempuan mengindikasikan rentannya posisi perempuan di masyarakat. Koordinator Kartini Network Nursyahbani Katjasungkana menyebut dalam berbagai kesempatan, pernikahan dini menunjukkan posisi perempuan yang lebih lemah secara ekonomi maupun budaya. Secara budaya, perempuan disosialisasikan segera menikah sebagai tujuan hidupnya. Akibatnya, perempuan memiliki pilihan lebih terbatas untuk mengembangkan diri sebagai individu utuh. Selain itu, segera menikahkan anak perempuan artinya keluarga akan mendapat mas kawin yang berharga di masyarakat setempat, seperti hewan ternak. Data Riskesdas memperlihatkan, perkawinan sangat muda (10-14 tahun) banyak terjadi pada perempuan di pedesaan, berpendidikan rendah, berstatus ekonomi termiskin, serta berasal dari kelompok buruh, petani, dan nelayan.
Sedangkan bagi perempuan, menikah artinya harus siap hamil pada usia sangat muda. Bila disertai kekurangan energi dan protein, akan menimbulkan masalah kesehatan yang dapat berakibat kematian bagi ibu saat melahirkan dan juga bayinya. Dan resiko hamil muda sangat tinggi.

 2.1.2 Perkawinan
Pekawinan bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri. Perkawinan memberikan buah untuk menghasilkan turunan. Bayi yang dilahirkan juga adalah bayi yang sehat dan direncanakan. Kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh bidan sendiri antara lain mempromosikan kesehatan agar peran serta ibu dalam upaya kesehatan ibu, anak dan keluarga meningkat.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan anak. Misalnya pola makan, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. Misalnya di Jawa Tengah adanya anggapan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan  mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Sikap seperti ini akan berakibat buruk bagi ibu hamil karena akan membuat ibu dan anak kurang gizi.
2.2    Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kehamilan
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.
Fakta di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan ke bidan menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi. Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan, permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan dipengaruhi juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu mempunyai resiko tinggi saat melahirkan.
Contohnya di kalangan masyarakat pada suku bangsa nuaulu (Maluku) terdapat suatu tradisi upacara kehamilan yang dianggap sebagai suatu peristiwa biasa, khususnya masa kehamilan seorang perempuan pada bulan pertama hingga bulan kedelapan. Namun pada usia saat kandungan telah mencapai Sembilan bulan, barulah mereka akan mengadakan suatu upacara. Masyarakat nuaulu mempunyai anggapan bahwa pada saat usia kandungan seorang perempuan telah mencapai Sembilan bulan, maka pada diri perempuan yang bersangkutan banyak diliputi oleh pengaruh roh-roh jahat yang dapat menimbulkan berbagai bahaya gaib. Dan tidak hanya dirinya sendiri juga anak yang dikandungannya, melainkan orang lain disekitarnya, khususnya kaum laki-laki. Untuk menghindari pengaruh roh-roh jahat tersebut, si perempuan hamil perlu diasingkan dengan menempatkannya di posuno. Masyarakat nuaulu juga beranggapan bahwa pada kehidupan seorang anak manusia itu baru tercipta atau baru dimulai sejak dalam kandungan yang telah berusia 9 bulan. Jadi dalam hal ini ( masa kehamilan 1-8 bulan ) oleh mereka bukan dianggap merupakan suatu proses dimulainya bentuk kehidupan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar  bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.

2.3    Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan dengan Kelahiran, Nifas dan Bayi Baru Lahir

Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya. Angka kematian ibu merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab lain yang dapat menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil, dengan Hb kurang dari 11gr%.
Angka kematian balita masih  didapatkan sebesar 10,6 per 1000 anak balita. Seperti  halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab kematian balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi saluran pernafasan, polio, dan lain-lain.
Masih tingginya angka kematian ibu dan anak di Indonesia berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari rumah-rumah penduduk kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat yang kurang menunjang dan lain sebagainya.
Tingkat pendidikan terutama pada wanita dewasa yang masih rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka kematian bayi. Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat buta huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan semasa hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya.
Kebiasaan-kebiasaan adat istiadat dan perilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang merugikan seperti misalnya:
·         Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,
·         Ibu menyusui dilarang makan makanan yang asin, misalnya: ikan asin, telur asin karena bisa membuat ASI jadi asin
·         Ibu habis melahirkan dilarang tidur siang,
·         Bayi berusia 1 minggu sudah boleh diberikan nasi atau pisang agar mekoniumnya cepat keluar,
·         Ibu post partum harus tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk karena takut darah kotor naik ke mata,
·         Ibu yang mengalami kesulitan dalam melahirkan, rambutnya harus diuraikan dan persalinan yang dilakukan di lantai, diharapkan ibu dapat dengan mudah melahirkan.
·         Bayi baru lahir yang sedang tidur harus ditemani dengan benda-benda tajam.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan, dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu. Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan
ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
Ini adalah sedikit gambaran tentang aspek sosial budaya masyarakat yang berkaitan dengan persalinan dan pasca persalinan, yang tentunya masih banyak terdapat aspek sosial budaya yang mempengaruhi persalinan dan pasca persalinan sesuai dengan keanekaragaman masyarakat di Indonesia.

2.4    Pendekatan Melalui Budaya dan Kegiatan Kebudayaan Kaitannya dengan Peran Seorang Bidan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan diperlukan pendekatan-pendekatan khususnya sosial budaya, untuk itu sebagai tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar masyarakat sadar pentingnya kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI, fungsi bidan di wilayah kerjanya adalah sebagai berikut:
1.     Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah-rumah, mengenai persalinan, pelayanan keluarga berencana, dan pengayoman medis kontrasepsi.
2.      Menggerakkan dan membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan, dengan melakukan penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan permasalahan kesehatan setempat.
3.      Membina dan memberikan bimbingan teknis kepada kader serta dukun bayi.
4.      Membina kelompok dasa wisma di bidang kesehatan.
5.      Membina kerja sama lintas program, lintas sektoral, dan lembaga swadaya masyarakat.
6.      Melakukan rujukan medis maupun rujukan kesehatan ke fasilitas kesehatan lainnya.
7.      Mendeteksi dini adanya efek samping dan komplikasi pemakaian kontrasepsi serta adanya penyakit-penyakit lain dan berusaha mengatasi sesuai dengan kemampuannya.
Melihat dari luasnya fungsi bidan tersebut, aspek sosial-budaya perlu diperhatikan oleh bidan. Sesuai kewenangan tugas bidan yang berkaitan dengan aspek sosial-budaya, telah diuraikan dalam peraturan Menteri Kesehatan No. 363/Menkes/Per/IX/1980 yaitu: Mengenai wilayah, struktur kemasyarakatan dan komposisi penduduk, serta sistem pemerintahan desa dengan cara:
1.      Menghubungi pamong desa untuk mendapatkan peta desa yang telah ada pembagian wilayah pendukuhan/RK dan pembagian wilayah RT serta mencari keterangan tentang penduduk dari masing-masing RT.
2.      Mengenali struktur kemasyarakatan seperti LKMD, PKK, LSM, karang taruna, tokoh masyarakat, kelompok pengajian, kelompok arisan, dan lain-lain.
3.      Mempelajari data penduduk yang meliputi:
·         Jenis kelamin
·         Umur
·         Mata pencaharian
·         Pendidikan
·         Agama
4.      Mempelajari peta desa
5.     Mencatat jumlah KK, PUS, dan penduduk menurut jenis kelamin dan golongan.
Agar seluruh tugas dan fungsi bidan dapat dilaksanakan secara efektif, bidan harus mengupayakan hubungan yang efektif dengan masyarakat. Salah satu kunci keberhasilan hubungan yang efektif adalah komunikasi. Kegiatan bidan yang pertama kali harus dilakukan bila datang ke suatu wilayah adalah mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Kemudian seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Bidan dapat menunjukan otonominya dan akuntabilitas profesi melalui pendekatan social dan budaya yang akurat. Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang di anugerahi pikiran, perasaan dan kemauan secara naluriah memerlukan prantara budaya untuk menyatakan rasa seninya, baik secara aktif dalam kegiatan kreatif, maupun secara pasif dalam kegiatan apresiatif. Dalam kegiatan apresiatif, yaitu mengadakan pendekatan terhadap kesenian atau kebudayaan seolah kita memasuki suatu alam rasa yang kasat mata. Maka itu dalam mengadakan pendekatan terhadap kesenian kita tidak cukup hanya bersimpati terhadap kesenian itu, tetapi lebih dari itu yaitu secara empati. Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut. Misalnya: Dengan Kesenian wayang kulit melalui pertunjukan ini diselipkan pesan-pesan kesehatan yang ditampilkan di awal pertunjukan dan pada akhir pertunjukan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1    Kesimpulan
Bidan sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat, mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya.
Seorang bidan harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, bufas, bayi baru lahir, anak remaja dan usia lanjut. Seorang bidan juga harus memiliki kompetensi yang cukup berkaitan dengan tugas, peran serta tanggung jawabnya.
Seorang bidan perlu mempelajari sosial-budaya masyarakat tersebut, yang meliputi tingkat pengetahuan penduduk, struktur pemerintahan, adat istiadat dan kebiasaan sehari-hari, pandangan norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah tersebut.
Melalui kegiatan-kegiatan kebudayaan tradisional setempat bidan dapat berperan aktif untuk melakukan promosi kesehatan kepada masyaratkat dengan melakukan penyuluhan kesehatan di sela-sela acara kesenian atau kebudayaan tradisional tersebut.

3.2    Saran
Bidan harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat dengan selalu mengadakan komunkasi efektif.

DAFTAR PUSTAKA



Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan terbaru