KUMPULAN KTI KEBIDANAN DAN KTI KEPERAWATAN

Bagi mahasiswi kebidanan dan keperawatan yang membutuhkan contoh KTI Kebidanan dan keperawatan sebagai rujukan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah bisa mendapatkannya di blog ini mulai dari BAB I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka, Kuesioner, Abstrak dan Lampiran. Tersedia lebih 800 contoh kti kebidanan dan keperawatan. : DAFTAR KTI KEBIDANAN dan KTI KEPERAWATAN

MAKALAH NIFAS

Senin, 07 Maret 2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu (Saifuddin et al, 2002). Asuhan selama periode nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50% kematian ibu pada masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Di samping itu, masa tersebut juga merupakan masa kritis dari kehidupan bayi, karena dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir (Winkjosastro et al, 2002).

1.2    Tujuan Asuhan
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Memberikan pelayanan keluarga berencana (Winkjosastro et al, 2002).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Program dan kebijakan teknis dalam asuhan masa nifas
Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, hal ini dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi.
Kunjungan pertama, dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI awal, membantu melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, juga menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia (Winkjosastro et al, 2002).
Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda-tanda infeksi atau perdarahan abnormal. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, yang mana kunjungan ini tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka dilakukanlah kunjungan pada 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kujungan terakhir selama masa nifas, yang mana kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini (Saifuddin et al, 2002).

2.2    Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi selama nifas
Dalam masa nifas alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genitalia ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan penting lain, seperti timbulnya laktasi yang dipengaruhi oleh Lactogenic Hormone dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mamma (Saifuddin et al, 2002).
Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat; segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15 cm, lebar kurang lebih 12 cm dan tebal kurang lebih 10 cm.
Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis daripada bagian lain. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih setinggi 7 cm di atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri, setelah persalinan. Penojolan tersebut, dengan diameter kurang lebih 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 mm (Saifuddin, et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Uterus gravidus a term beratnya kira-kira 1000 gram. Satu minggu postpartum berat uterus akan menjadi kurang lebih 500 gram, 2 minggu postpartum menjadi 300 gram, dan setelah 6 minggu postpartum, berat uterus menjadi 40 sampai 60 gram(berat uterus normal kurang lebih 30 gram). Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Saifuddin, et al, 2002).
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera postpartum bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin.
Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak. Segera setelah janin dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Setelah dua jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1 minggu, hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum uteri (Saifuddin, et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah terjadi degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu.
Jaringan-jaringan di tempat implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas. Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian, tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta (Winkjosastro, 2002).
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. Luka-luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks bila tidak seberapa luas akan mudah sembuh, kecuali bila terdapat infeksi (Winkjosastro et al, 2002).
Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar mamma untuk menghadapi masa laktasi.
Perubahan yang terdapat pada kedua mamae antara lain:
1) proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolus mamma dan lemak,
 2) pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan, cairan tersebut berwarna kuning (kolostrum),
3) hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam mamma. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas,
4) setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 sampai ke-3 postpartum (Rachimhadhi et al, 2002).
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,20 Celcius. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 38,00 Celcius, mungkin ada infeksi. Nadi umumnya berkisar antara 60-80 denyutan permenit. Segera setelah partus dapat terjadi bradikardia. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibandingkan dengan suhu badan (Winkjosastro et al, 2002).
Pada sistem pernapasan, fungsi pernapasan kembali pada rentang normal dalam jam pertama pascapartum. Napas Pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi abnormal (Varney, 2003).
Lokhea adalah sekret yang keluar dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lokhea rubra atau kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium. Pada hari ke-3 sampai ke-7 keluar cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Pada hari ke-7 sampai ke-14 cairan yang keluar berwarna kuning, cairan ini tidak berdarah lagi, setelah 2 minggu, lokhea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokhea alba (Mochtar, 1998).

2.3    Perawatan -perawatan pada masa nifas
Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut ibu harus dianjurkan untuk tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah adanya thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Diet yang diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, mengandung cukup protein, cairan, serta banyak sayur-sayuran dan buah-buahan (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin, sehingga fungsinya terganggu. Bila kandung kemih penuh dan wanita tersebut tidak dapat berkemih sendiri, sebaiknya dilakukan kateterisasi dengan memperhatikan jangan sampai terjadi infeksi (Winkjosastro et al, 2002).
Defekasi atau buang air besar harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada obstipasi hingga skibala tertimbun di rectum, dapat dilakukan klisma atau diberikan laksans per oral atau per rectal. Namun dengan diadakannya mobilisasi secara dini, tidak jarang retensio urin et alvi dapat diatasi. Di sini dapat ditekankan bahwa wanita baru bersalin memerlukan istirahat dalam jam-jam pertama postpartum, akan tetapi jika persalinan ibu serba normal tanpa kelainan, maka wanita yang baru bersalin itu bukan seorang penderita dan hendaknya jangan dirawat seperti seorang penderita. (Winkjosastro et al, 2002).
Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya after paints atau mules, dapat diberi analgetik atau sedatif supaya ia dapat beristirahat atau tidur. Delapan jam postpartum wanita tersebut disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi. Kecuali bila ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, seperti wanita yang menderita tifus abdominalis, tuberculosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis, putting susunya tertarik ke dalam dan lain-lain. Bayi dengan labio palato skiziz (sumbing) tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat menghisap. Hendaknya hal ini diketahui oleh bidan atau dokter yang menolongnya. Minumannya harus diberikan melalui sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan dengan alat seperti ekstraksi vakum atau cunam dianjurkan untuk tidak menyusu sebelum benar-benar diketahui tidak ada trauma kapitis. Pada hari ketiga atau keempat bayi tersebut baru diperbolehkan untuk menyusu bila tidak ada kontraindikasi. (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Perawatan mamma harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola mamma dan puting susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream , agar tetap lemas, jangan sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah. Sebelum menyusui mamma harus dibikin lemas dengan melakukan massage secara menyeluruh. Setelah areola mamma dan putting susu dibersihkan, barulah bayi disusui (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Bayi yang meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara mengadakan pembalutan kedua mamma hingga tertekan, dan dapat pula diberikan Bromocryptin sehingga pengeluaran lactogenic hormone tertekan (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).
Pengunjung atau tamu sehat boleh mengunjungi wanita postpartum. Hendaknya para pengunjung harus dalam keadaan sehat dan bersih untuk mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit oleh karena wanita dalam masa nifas mudah sekali terkena infeksi. Pemakaian gurita yang tepat masih dibenarkan pada wanita postpartum. Ketika dipulangkan, diberi penjelasan dan motivasi tentang cara menjaga bayi, memberi susu dan makanan bayi, keluarga berencana, hidup dan makanan sehat, dan dipesan untuk memeriksakan diri lagi (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).
 

BAB III
KESIMPULAN
3.1        Kesimpulan
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetelia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.
Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.

3.2        Saran
Pada wanita yang bersalin secara normal, sebaiknya dianjurkan untuk kembali 6 minggu sesudah melahirkan. Namun bagi wanita dengan persalinan luar biasa harus kembali untuk kontrol seminggu kemudian. Pemeriksaan sesudah 40 hari ini tidak merupakan pemeriksaan terakhir, lebih-lebih bila ditemukan kelainan meskipun sifatnya ringan. Alangkah baiknya bila cara ini dipakai sebagai kebiasaan untuk mengetahui apakah wanita sesudah bersalin menderika kelainan biarpun ringan. Hal ini banyak manfaatnya agar wanita jangan sampai menderita penyakit yang makin lama makin berat hingga tidak dapat atau susah diobati.

Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan

0 comments:

Posting Komentar