BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun international terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Mengingat hal di atas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi di berbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang susuai.
1.2 Pengertian Bidan
Bidan dalam bahasa Inggris berasal dari kat WIDWIFE yang artinya Pendamping wanita, sedangkan dalam bahasa Sanksekerta ”Wirdhan” yang artinya : Wanita Bijaksana.
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidang prakteknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International Gynaecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada pertemuan dewan do Kobe, ICM menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).
Bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpin persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah : ”Seorang prempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi atau secara syah mendapat lisensi untuk menjalankan praktek kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Falsafah Kebidanan
Adalah merupakan pandangan hidup atau penuntun bagi bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan.
Falsafah kebidanan tersebut adalah :
- Profesi kebidanan secara nasional diakui dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemeritah Indonesia yang merupakan salah satu tenaga pelayanan kesehatan profesional secaa Internasional diakui oleh ICM, FIGO dan WHO.
- Tugas dan tanggung jawab kewenangan profesi bidan yang telah diatur dalam beberapa peraturan maupun keputusan Menteri Kesehatan ditujukan dalam rangka membantu program pemerintah bidang kesehatan khususnya ikut dalam rangka menurunkan AKI, AKP, KIA, Pelayanan Ibu Hamil, Melahirkan, Nifas yang aman dan KB.
- Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri mendapat informasi yang cukup untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatan.
- Bidan meyakini bahwa menstruasi, kehamilan, persalinan dan menopaus adalah proses fisiologi hanya sebagian kecil yang membutuhkan intervensi medik.
- Persalinan adalah suatu proses yang alami peristiwa normal, namun apabila tidak dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal.
- Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat pelayanan yang berkualitas.
- Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga yang membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
- Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan pelayanan kesehatan.
- Intervensi kebidanan bersifat komprehenship mencakup upaya promotif, prepentif, kuratif dan rehabilitatif ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat.
- Manajemen kebidanan diselenggarakan atas dasar pemecahan masalah dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kebidanan yang profesional dan interaksi sosial.
- Proses kependidikan kebidanan sebagai upaya pengembangan kepribadian berlangsung sepanjang hidup manusia perlu di kembangkan dan diupayakan untuk berbagai strata masyarakat.
2.2 Pelopor Perkembangan Kebidanan
1. Hipokrates (Yunani : 460 – 370 SM) disebut sebagai Bapak Pengobatan menaruh perhatian terhadap :
- Kebidanan/Keperawatan dan pengobatan
- Wanita yang bersalin dan nifas mendapatkan pertolongan dan pelayanan selayaknya.
2. Soranus (Turki : 98 – 138 SM) disebut Bapak Kebidanan :
- Berpendapat bahwa seorang ibu yang telah melahirkan tidak takut akan hantu atau setan dan menjauhkan ketahyulan.
- Kemudian diteruskan oleh Moscion bekas muridnya : meneruskan usaha dan menulis buku pelajaran bagi bidan-bidan yang berjudul : KATEKISMUS bagi bidan-bidan Roma – pengetahuan bidan semakin maju.
2.3 Perkembangan Karir Bidan
A. Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan oleh bidan dapat dibedakan meliputi :
1. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
2. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
3. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/ menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (Zaman Gubernur Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertololongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan. Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Tahun 1849 dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu Kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851 dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diaakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melaui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula di kota-kota besar lain di Nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui instruksi Presiden secara lisan pada sidang kabinet tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.
Bidan dalam melaksanakan peran fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Permenkes tersebut dimulai dari :
a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/XI/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi 2 yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus dibawah pengawasan dokter.
c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan.
Dalam wewenang tersebut mencakup :
- Pelayanan kebidana yang meliputi pelayanan ibu dan anak
- Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
- Pelayanan kesehatan masyarakat
d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondis pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
B. Perkembangan Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduannya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah pendidikan formal dan nonformal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia.
Pada tahun 1935 -1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RS Mardi Waluyo Semarang.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang Kesehatan E atau Pembantu Bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata di seluruh propinsi. Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal.
Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara wajar.
Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang perserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 propinsi dengan waktu 6 semester.
Selain program pendidikan di atas pada tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan program Pendidikan Bidan Jarak Jauh di tiga propinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan. Selain melalui pendidikan normal dan pelatihan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan juag diadakan seminar dan lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi dilaksanakan setiap tahun sebanyak 2 kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEP.
Tahun 2000 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang D-IV Kebidanan di FK UGM, FK UNPAD dan tahun 2002 di FK USU. Tahun 2005 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang S2 Kebidanan di FK UNPAD.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun international terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%.
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidang prakteknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International Gynaecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada pertemuan dewan do Kobe, ICM menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).
3.2 Saran
Bidan harus mengikuti perkembangan IPTEK dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan
0 comments:
Posting Komentar