BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi psikologis mulai terjadi pada tubuh bayi baru lahir. Karena perubahan bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan bagaimana ia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya diluar uterus. Bayi baru lahir juga membutuhkan perawatan yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi dengan berhasil (Patricia, 2006).
Tujuan asuhan keperawatan yang lebih luas selama masa ini adalah memberikan perawatan komprehensif kepada bayi baru lahir pada saat ia dalam ruang- rawat, untuk mengajarkan orang tua bagaimana merawat bayi mereka, dan untuk memberi motivasi terhadap upaya pasangan menjadi orang tua, sehingga orang tua percaya diri dan mantap (Patricia, 2006).
Menurut Who Health Organization (WHO) proporsi kematian bayi baru lahir di dunia sangat tinggi dengan estimasi sebesar 4 juta kematian bayi baru lahir pertahun dan 1,4 juta kematian pada bayi baru lahir pada bulan pertama di Asia tenggara. Hanya sedikit negara di Asia Tenggara yang mempunyai sistem registrasi kelahiran yang baik sehingga tidak diperoleh data yang akurat tentang jumlah kematian bayi baru lahir atau pun kematian pada bulan pertama. Dalam Kenyataannya, penurunan angka kematian bayi baru lahir di setiap negara di Asia Tenggara masih sangat lambat. Perkiraan kematian yang terjadi karena tetanus adalah sekitar 550.000 lebih dari 50 % kematian yang terjadi di Afrika dan Asia Tenggara disebabkan karena Infeksi pada tali pusat pada umumnya menjadi tempat masuk utama bakteri, terutama apabila diberikan sesuatu yang tidak steril (Sarwono, 2008).
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Angka kematian bayi baru lahir sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup. Sebagian besar penyebab kematian terebut dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat (Depkes, 2007).
SUSENAS (2005) menunjukkan bahwa AKB di Indonesia adalah 35 bayi per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB di propinsi Sumatera Utara mencapai 44 bayi per 1000 kelahiran hidup. Ini menunjukkan bahwa AKB di propinsi Sumatera Utara masih di atas angka rata-rata nasional. Padahal pada tahun 2015 Indonesia telah menargetkan AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran hidup (Notoatmodjo, 2005).
Hasil penelitian Sri Mutia Batu Bara (2009) di desa Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang menyebutkan bahwa jumlah infeksi pada tali pusat pada tahun 2008 berjumlah 65% kemudian meningkat menjadi 80% pada tahun 2009, kondisi ini menumjukkan bahwa infeksi tali pusat di kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang dapat diprediksi angka infeksi tali pusat semakin meningkat. Rendahnya pengetahuan tentang perawatan tali pusat diduga turut menjadi faktor penyebab tingginya angka kematian akibat infeksi tali pusat.
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian perinatal adalah perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian (Sarwono, 2006).
Infeksi masih merupakan penyebab kematian bayi baru lahir di masyarakat. Untuk pencegahan infeksi, tindakan dasar seorang bidan lakukanlah mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan jaga kesterilan alat (Sarwono, 2008).
Infeksi berasal dari 2 sumber utama, ibu dan lingkungan, termasuk di dalamnya tempat persalinan, tempat perawatan dan rumah. Infeksi yang terjadi pada hari pertama kehidupan pada umumnya berasal dari kontak dengan mikroorganisme yang berasal dari ibu. Infeksi yang terjadi setelah itu lebih sering berasal dari lingkungan. Hasil pengobatan akan menjadi jauh lebih baik apabila tanda infeksi dapat dikenal secara dini dan segera dilakukan pengobatan yang tepat dan sesuai (Sarwono, 2008).
Tetanus pada bayi yang baru lahir disebabkan kuman Clostridium tetani. Biasanya terjadi pada bayi berusia kurang satu bulan akibat pemotongan tali pusat tidak bersih. Selain itu, tetanus dapat disebabkan tali pusat yang diberi macam-macam ramuan. Ibu yang tidak mendapat suntikan tetanus toksoid lengkap sewaktu hamil akan membuat ibu dan bayi berisiko terserang kuman tetanus (Iis Sinsin, 2008).
Tingkat kejadian yang tinggi infeksi ini umumnya ada dipedesaan dimana masih banyak ibu yang melahirkan didukun. Peralatan tidak steril yang memotong tali pusat berisiko tinggi menimbulkan infeksi. Infeksi tetanus neonatorum dapat menyebabkan kematian dalam beberapa hari pada sebagian besar bayi (Iis Sinsin, 2008).
Sewaktu masih berada dalam rahim, bayi mendapatkan makanan dan oksigen melalui plasenta atau tali pusat. Setelah bayi dilahirkan, tali pusat dipotong karena sudah tidak lagi berfungsi sebagai alat penghantar makanan. Pangkal tali pusat yang berwarna putih, bening, dan mengkilat baru putus setelah bayi berusia sekitar 1 sampai 3 minggu. Biasanya tali pusat yang belum putus akan membuat bayi rewel karena tidak nyaman. Bayi merasa sakit bila tali pusatnya yang masih lembap itu tersentuh. Karena itu, tali pusat perlu mendapat perawatan (Iis Sinsin, 2008).
Merawat tali pusat juga penting untuk mencegah tetanus neonatorum, yang dapat menyebabkan kematian. Tubuh bayi yang baru lahir belum cukup kuat menangkal kuman infeksi. Karena itu, tali pusat harus dalam keadaan bersih dan tetap kering sampai tali pusat mengering, menyusut, dan lepas dari pusat bayi (Iis Sinsin, 2008).
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik melakukan penelitian mengenai “Gambaran Pengetahuan Ibu Terhadap Perawatan Tali Pusat pada Bayi Baru Lahir Di Klinik ...................... Binja Tahun 2010”.
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 101
0 comments:
Posting Komentar