BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Widyastuti, 2009).
Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas, remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai. Remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik psikisnya (Ali, 2004).
Kesehatan reproduksi remaja kini masuk di dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Negara wajib menyediakan informasi dan edukasi kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, bagi remaja agar dapat hidup sehat dan bertanggung jawab. Kesehatan reproduksi remaja juga menjadi bagian dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), yaitu tujuan tentang penurunan angka kematian ibu melahirkan (berhubungan dengan kehamilan usia remaja) dan tujuan (pengendalian HIV/AIDS). Remaja punya persoalan, seperti keadaan seksual aktif karena fisiknya berubah menjadi dewasa serta orientasi dan hubungan seksual, layanan dan informasi kesehatan reproduksi remaja juga tak ramah ( Hartiningsih, 2010).
Menurut WHO, 333 juta kasus baru PMS (Penyakit Menular Seksual) terjadi di seluruh dunia setiap tahun dan setidaknya 111 juta kasus ini terjadi pada mereka yang berusia di bawah 25 tahun. Dan di banyak negara berkembang , data menunjukkan bahwa sampai 60 % dari semua infeksi HIV baru terjadi pada kelompok usia antara 15 sampai 24 tahun (Sarwono, 2005).
Terdapat 20 % dari kasus aborsi dilakukan oleh remaja putri yang belum menikah atau sama dengan 500 ribu kasus di Indonesia pada setiap tahunnya (Hawari, 2009).
Data penelitian tentang kesehatan reproduksi, wanita di indonesia menunjukkan 75% pasti mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya keputihan sangat fatal akibatnya bila lambat ditangani tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan dan hamil di luar kandungan dan bisa merupakan gejala awal dari kanker leher rahim yang berujung pada kematian (Sugi, 2009).
Masa remaja dalam perjalan hidup kita adalah suatu periode transisi yang memiliki rentang dari masa kanak-kanak yang bebas dari tanggung jawab pada masa dewasa. Remaja secara umum dianggap mencakup individu berusia antara 10 sampai 19 tahun, sehingga kesehatan reproduksi remaja memperhatikan kebutuhan fisik, sosial, dan emosional kaum muda. (Glasier, 2006).
Remaja memiliki dua nilai yaitu nilai harapan atau idelisme dan kemampuan. Apabila kedua nilai tersebut tidak terjadi keselarasan maka akan muncul bentuk-bentuk frustasi. Macam-macam frustasi ini pada gilirannya akan merangsang generasi muda untuk melakukan tindakan-tindakan abnormal (menyimpang). Dari sudut pandang kesehatan, tindakan menyimpang yang akan mengkhawatirkan adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit kelamin, kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak dikehendaki (adolecent unwanted pragnancy) di kalangan remaja. Masalah-masalah yang disebut terakhir ini dapat menimbulkan masalah-masalah sertaan lainnya yaitu aborsi dan pernikahan usia muda. Semua masalah ini oleh WHO disebut sebagai masalah kesehatan reproduksi remaja, yang telah mendapatkan perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional (Laksmiwati, 2010).
Dari hasil survei awal di Desa Saentis Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang menunjukkan bahwa dari seluruh remaja putri tersebut masih banyak dijumpai yang tidak mengetahui tentang kesehatan reproduksi.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Kesehatan Reproduksi Di Desa Saentis Kec. Percut Sei Tuan Kab. Deli Serdang Tahun 2010”.Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 90
0 comments:
Posting Komentar