BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketuban Pecah Dini (KPD) yang terjadi pada kehamilan kurang bulan merupakan masalah yang besar dibidang obstetrik, karena dapat menimbulkan kontribusi yang besar terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal dan maternal (http://puspasca.ugm.ac.id/2004).
Ketuban pecah dini dapat mengancam kehidupan ibu maupun janin, khususnya jika hal ini terjadi pada kehamilan preterm. Setelah selaput ketuban mengalami ruptur, perlindungan terhadap janin akan hilang sehingga memudahkan terjadinya hubungan langsung antara dunia luar dengan ruangan dalam rahim, yang dapat mengarah terjadinya infeksi (Pillitteri, Adele.1998 : 230)
KPD juga dapat menyebabkan terjadinya prolaps tali pusat, dimana tekanan kepala janin pada tali pusat dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi darah terutama proses oksigenasi sehingga menyebabkan anoksia atau hipoksia pada janin yang dapat mengarah pada asfiksia bagi bayi (Rayburn, William.F, 2000 : 81). Disamping itu, komplikasi pada janin akibat KPD Preterm yaitu kematian janin sebelum dilahirkan (Intra Uterine Fetal Death). Hal ini bisa diakibatkan karena adanya hipoksia atau infeksi pada janin yang penanganannya tidak segera (http://medlinux.blogspot.com/2007).
Penanganan KPD Preterm yang optimal dan baku masih belum ada, sehingga menimbulkan dilema. Berdasarkan teori yang ada , jika KPD terjadi pada kehamilan preterm tindakan yang dilakukan adalah menpertahankan kehamilan (konservatif) sampai berat badan janin mencukupi dan paru-paru janin matur. Akan tetapi, tindakan konservatif mempunyai risiko yang sangat tinggi terjadinya infeksi baik pada ibu maupun janin sehingga perlu penanganan secara aktif (http://www. medlinux.blogspot.com/2007).
Di samping itu, pemakaian tokolitik dengan tujuan mempertahankan kehamilan sangat mengecewakan karena meskipun dikatakan ada hasil yang bermakna secara statistik akan tetapi tidak bermakna secara klinis yang disebabkan usaha tersebut hanya mampu memperpanjang usia kehamilan 48 jam sampai 11 hari sehingga janin tetap lahir prematur yang mengakibatkan prematuritas. Hal inilah yang menimbulkan kontroversi dalam penanganan KPD Preterm (http://www.klinikmedis.com/2008). Meningkatnya kejadian KPD Preterm dapat meningkatkan risiko terhadap janin untuk lahir prematur. Janin yang lahir secara prematur mempunyai risiko komplikasi yang tinggi, sehingga risiko untuk terjadi asfiksia juga tinggi. Hal ini dikarenakan bayi sulit untuk menyesuaikan diri untuk hidup di luar rahim ibu yang disebabkan alat-alat tubuh bayi belum berfungsi secara maksimal seperti bayi yang lahir aterm. Semakin pendek usia kehamilan, alat-alat tubuh bayi semakin kurang sempurna dan semakin mudah terjadi komplikasi, sehingga risiko kematian janin semakin tinggi. Dalam hal ini kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur (Hanifa Wiknjosastro.2002 : 312). Selain komplikasi pada janin KPD Preterm juga memberikan kontribusi yang besar pada morbiditas dan mortalitas pada maternal. Komplikasi yang diakibatkan diantaranya partus lama, infeksi intrapartal yang disebabkan rupturnya selaput ketuban, dimana selaput ini berfungsi sebagai barier terhadap masuknya penyebab infeksi sehingga diperlukan penanganan yang segera diantaranya dengan induksi persalinan. Padahal induksi persalinan bisa berisiko terjadinya atonia uteri yang pada akhirnya dapat mengarah pada Hemorarghia Post Partum (HPP) (Champan, Vicky. 2006 : 264).
Dari data yang dilaporkan Mochtar didapatkan angka kejadian perdarahan post partum di RS Pringadi Medan adalah 5.1% dan dari laporan negara-negara maju maupun negara berkembang angka kejadiannya berkisar 5% sampai dengan 15%. Sedangkan atonia uteri merupakan penyebab terbesar kejadian HPP yaitu 50-60% ( Rustam Mochtar.1998 : 298).
Dari beberapa penelitian melaporkan insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan dan pada kehamilan preterm sekitar 34% dari semua persalinan prematur (http://medlinux.blogspot.com/ 2007). Sedangkan menurut Goldenburg dan Reuferzo (2000) persalinan rematur akibat ketuban pecah dini sebesar 30% (http://www.kliniknedis.com/ 2008).Menurut Nelson, ketuban pecah dini yang terjadi pada usia kehamilan 26 minggu atau kurang 50% akan mengalami proses persalinan dalam waktu 1 minggu. Pada usia kehamilan 28-34 minggu 50% akan mengalami proses persalinan dalam waktu 24 jam dan 80-90% akan mengalami persalinan dalam waktu 1 minggu. Pada usia 37 minggu atau kurang 50% akan mengalami persalinan dalam 48 jam dan 13% dalam waktu 7 hari (http://www.klinikmedis.com/2008).
Sedangkan Hadi mengemukakan bahwa 85% kasus KPD pada kehamilan preterm akan mengalami persalinan pada usia kehamilan aterm apabila volune air ketuban masih adekuat, akan tetapi jika volume air ketuban sudah berkurang maka KPD Preterm 100% akan menalami persalinan premtur (http://www.klinkmedis.com/2008).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Laporan Pasien di Kamar Bersalin RSU USD Gambiran Kota Kediri pada bulan Januari-Februari 2008 didapatkan jumlah pasien KPD Preterm sebanyak 4 orang dan yang melahirkan prematur dengan KPD 4 orang.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang gambaran komplikasi ketuban pecah dini preterm di Kamar Bersalin RSUD Gambiran Kota Kediri.
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 162
0 comments:
Posting Komentar