BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
”Rahim menangis karena kehamilan tidak terjadi”, demikian salah satu pendapat kuno tentang gejala keluarnya darah dari alat kelamin wanita secara berkala. Sesungguhnya perdarahan yang terjadi itu adalah hasil peluruhan sel-sel epitel yang melapisi dinding rahim dan merupakan suatu proses kumulasi dari rahim yang mempersiapkan diri untuk menerima sel telur yang telah dibuahi (Notodihardjo R, 2002). Peristiwa itu begitu wajar sehingga dapat dipastikan bahwa semua wanita yang normal pasti akan mengalami proses itu. Walaupun begitu, pada kenyataannya banyak wanita yang mengalami masalah menstruasi, diantaranya adalah nyeri haid. Dalam istilah medis, nyeri haid disebut dismenorhoe. Dismenore dikelompokkan sebagai dismenore primer saat tidak ada sebab yang dapat dikenali dan dismenore sekunder saat ada kelainan jelas yang menyebabkannya (Arifin S,
2008).
Gejala -gejala nyeri haid di antaranya yaitu rasa sakit datang secara tidak teratur, tajam dan kram bagian bawah perut yang biasanya menyebar ke bagian belakang, terus ke kaki, pangkal paha dan vulva(bagian luar alat kelamin wanita) (Wijayakusuma H, 2008). Rasa mual, muntah, diare, lesu dan sakit kepala adalah gejala- gejala yang menyertainya (Rayburn WF & Carey JC, 2001).
Pada prinsipnya, pengobatan untuk nyeri haid adalah eliminasi penyebab patotogis terjadinya nyeri terutama pada kasus dismenore sekunder. Sedangkan pada kasus dismenore primer, biasanya wanita lebih sering menggunakan cara instan yaitu dengan mengkonsumsi obat pereda nyeri haid. Sayangnya, berdasarkan kajian teoritik sampai saat ini obat pereda nyeri haid belum ada yang aman terutama bila diminum dalam waktu yang lama (www.suaramerdeka.com, 2008) . Dan dalam jangka waktu yang lama pula, obat pereda nyeri haid dapat berdampak tidak baik bagi ginjal dan liver (www.hanyawanita.com, 2008). Oleh karena itu, dapat diberikan alternatif pengobatan untuk mengurangi nyeri, misalnya menggunakan suhu panas(kompres panas), relaksasi, hipnoterapi, tidur dan istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, pemijatan dan aromaterapi (Arifin S, 2008).
Dewasa ini, kompres panas telah banyak digunakan untuk mengurangi berbagai nyeri. Misalnya pada keluhan nyeri/sakit kepala, kaki kram dan nyeri akibat pembesaran rahim pada ibu hamil (Esty, 2008). Selain itu kompres panas/ hangat juga dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada leher yang kaku (Ve, 2007). Serta dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada kaki yang terkilir (Nusdwinuringtyas N, 2008) dan untuk mengurangi nyeri pada sinus dan hidung pada kasus sinusitis (www.multiply.com. 2007).
Aplikasi panas dapat mengakibatkan dilatasi atau membuka aliran darah yang mengakibatkan relaksasi dari otot (Turana Y, 2003). Suhu panas diketahui bisa meminimalkan ketegangan otot. Akibatnya setelah otot- otot relaks, rasa nyeripun berangsur- angsur hilang (www.rileks.com, 2008)
Di Amerika Serikat, diperkirakan hampir 90% wanita mengalami dismenorhoe, dan 10- 15% diantaranya mengalami dismenorhoe berat yang menyebabkan ibu tidak mampu melakukan kegiatan apapun. Di Indonesia angka kejadian dismenore terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9.36% dismenore sekunder. Biasanya gejala tersebut terjadi pada wanita usia produktif 3 sampai 5 tahun setelah mengalami haid pertama dan wanita yang belum pernah hamil (Journal Occupational and Enviromental, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Prodi Kebidanan Kediri Politeknik Kesehatan Depkes Malang tanggal 4 Maret 2008 didapatkan 13 dari 20 mahasiswi mengalami dismenore. Bahkan 3 di antaranya tidak dapat melakukan aktifitas sehari- hari akibat dismenore.
Dengan melihat latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Pengaruh Kompres Panas Terhadap Penurunan Intensitas Dismenore Primer Pada Mahasiswi Program Studi Kebidanan Kediri Politeknik Kesehatan Depkes Malang.”
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 146
0 comments:
Posting Komentar