BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi (nutrient) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses - proses kehidupan (Almatsier, 2005). Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan sehari-hari. (Admin, 2008). Di Indonesia masalah gizi khususnya pada balita, menjadi masalah besar karena berkaitan erat dengan indikator kesehatan umum seperti tingginya angka kesakitan serta angka kematian bayi dan balita lebih jauh lagi, kerawanan gizi dapat mengancam kualitas sumber daya manusia di masa mendatang (Ypha, 2007). Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena anak mempengaruhi masa depan generasi Indonesia. Bagaimana kita bisa bersaing dengan negara lain di era globalisasi dan pasar bebas yang sudah berlangsung sekarang ini jika generasi penerus bangsa kita berkualitas rendah karena gizi buruk (Gaw, 2006).
Gizi buruk tidak hanya dialami oleh kaum yang berstatus sosial rendah saja, tetapi juga kaum orang mampu. Mereka mampu memberikan makanan yang harganya mahal, tetapi anak mereka digolongkan gizi buruk. Karena masyarakat sekarang lebih senang akan makanan yang instan, serba cepat dan praktis. Makanan cepat saji atau jajanan yang praktis belum tentu bisa mencukupi kebutuhan tubuh balita atau anak, mereka hanya berfikir yang penting makan kenyang dan enak. Gizi buruk tidak hanya diakibatkan kemiskinan saja, tetapi bisa juga diakibatkan kurangnya pengetahuan orang tua akan makanan bergizi tinggi (Anasmcguire, 2008).
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi berperan nyata dalam resiko gizi buruk (Yanti, 2007). Bentuk kepedulian pada gizi anak merupakan salah satu tanggung jawab dari keluarga dalam hal ini ibu rumah tangga dan secara tidak langsung merupakan tanggung jawab masyarakat. Dalam masyarakat, kegiatan - kegiatan yang menyangkut perbaikan gizi banyak melibatkan kaum ibu, maka ibu merupakan tokoh utama yang harus peduli pada gizi anak. Tidak ada seorang ibupun yang menginginkan anaknya kurang gizi atau tidak sehat. Namun, beberapa keterbatasan yang ada pada ibu dan keluarga menyebabkan ibu tidak bisa mencapai keinginannya dengan baik. Keterbatasan-perilaku ibu dapat berbentuk kurangnya pengetahuan (Suprihatin G, 2003). Pengetahuan yang juga berperan dalam kejadian gizi buruk yaitu pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif, menurut data survei Demografi dan kesehatan Indonesia hanya terdapat 64% ibu mengerti tentang ASI eksklusif (Sinar Harapan, 2006). Penyebab utama masalah gizi di Indonesia yaitu kemiskinan kemudian penyebab keduanya yaitu balita sering sakit sedangkan penyebab lainnya yaitu pola makan yang salah, kurangnya pengetahuan orang tua tentang gizi, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan dan kelainan struktur bawaan balita (Yetty, 2005)
Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ. Penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi akademi di sekolah (Yetty, 2005).
Menurut data Dinas Kesehatan RI pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 8% balita mengalami gizi buruk, di Jawa Timur 2.6% balita mengalami gizi buruk,di kabupaten Kediri 0,8 % balita mengalami gizi buruk, menurut data dari Puskesmas Ngadiluwih dari 2767 balita di wilayahnya terdapat 19 balita mengalami gizi buruk atau sekitar 0,7%.
Dari uraian di atas, peneliti berminat untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu balita dengan gizi buruk tentang makanan bergizi di wilayah kerja Puskesmas Ngadiluwih Kabupaten Kediri.
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 166
0 comments:
Posting Komentar