KUMPULAN KTI KEBIDANAN DAN KTI KEPERAWATAN

Bagi mahasiswi kebidanan dan keperawatan yang membutuhkan contoh KTI Kebidanan dan keperawatan sebagai rujukan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah bisa mendapatkannya di blog ini mulai dari BAB I, II, III, IV, V, Daftar Pustaka, Kuesioner, Abstrak dan Lampiran. Tersedia lebih 800 contoh kti kebidanan dan keperawatan. : DAFTAR KTI KEBIDANAN dan KTI KEPERAWATAN

KTI GAMBARAN PENGETAHUAN IBU YANG PERNAH BERSALIN DI BPS XXXXXX TENTANG PERAWATAN BAYI IKTERUS FISIOLOGIS

Senin, 16 Mei 2011

BAB I



PENDAHULUAN




1.1.   Latar Belakang

Ikterus Neonatorum adalah ikterus / warna kuning yang sering dijumpai pada bayi baru lahir dalam batas normal pada hari kedua sampai hari ketiga dan menghilang pada hari ke-10. Ikterus ini adakalanya merupakan kejadian alamiah (fisiologis) dan adakalanya menggambarkan  suatu   penyakit (patologis). (Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998 : 325 ) Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin  (lebih    dikenal  sebagai  kernikterus).  Ensefalopati   bilirubin merupakan   komplikasi   ikterus   neonatorum  yang   paling   berat.   Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. (Sastroasmoro, Sudigdo. 2004) Banyak bayi baru lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <2500 g atau usia gestasi <37 minggu) mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupannya. (Sastroasmoro, Sudigdo. 2004) Di Amerika Serikat, sebanyak 65% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, pada tahun 1998, 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya. Di Indonesia, data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa kurang lebih 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam  minggu  pertama  kehidupannya.  Insidens  ikterus  neonatorum pada bayi cukup bulan di beberapa RS pendidikan antara lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85%. (Sastroasmoro, Sudigdo. 2004) Dilaporkan di RSCM pada tahun 2003, prevalensi ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebesar 58%. Di RS Dr. Sardjito, 82% bayi cukup bulan dan 95% bayi kurang bulan mengalami ikterus fisiologis. Di RS Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2003, 10,7% bayi menderita ikterus fisiologis. (Sastroasmoro, Sudigdo. 2004). Sedangkan di RSU Dr. Soetomo Surabaya kejadian ikterus sekitar 30% (tahun 2000), 13% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). (http://www.aap.org). Adapun dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 5-3-08 didapatkan data dari medical record RSU USD Gambiran Kediri bahwa pada bulan Agustus - Desember 2007 terdapat 63 kasus Ikterus Neonatorum dari 296 bayi yang dirawat di Ruang Bayi. Jadi Prosentasenya adalah 21,28%.
Ikterus  neonatus  fisiologis  (hiperbilirubin  karena  faktor  fisiologis) merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Terjadi pada 2- 4 hari setelah bayi lahir, dan akan "sembuh" pada hari ke-7. Penyebabnya organ hati yang belum "matang" dalam memproses bilirubin. Jadi, hiperbilirubin karena faktor fisiologis hanyalah gejala biasa. Meski begitu, orang tua harus tetap waspada. Bisa saja di balik itu terdapat suatu penyakit. (http://www.dhafinyashisyah.multiply.com)
 Selain itu ikterus fisiologis juga dapat disebabkan karena pemberian minum yang belum mencukupi. Bayi yang puasa panjang atau asupan kalori/ cairan yang belum mencukupi akan menurunkan kemampuan hati untuk memproses bilirubin. (Nursalam, dkk. 2005 : 108).
Menurut dr. Sutikno dalam www.4sehat5sempurna.blogspot.com, meski cukup umum terjadi, bukan berarti masalah ini boleh diremehkan. Kadar bilirubin yang terus meningkat tanpa dikendalikan bisa menempel di otak bayi, sehingga menyebabkan bayi menderita penyakit otak kuning. Penyakit otak kuning ini bisa menghalangi perkembangan motorik dan sensorik anak beberapa tahun kemudian.
Dengan demikian, ibu perlu tahu mengenai perawatan bayi yang mengalami ikterus fisiologis agar bayi mendapatkan perawatan yang sesuai sehingga tidak terjadi komplikasi tersebut.
Dari studi pendahuluan di beberapa BPS di Kabupaten Kediri, di BPS Ny. Nanik Yulistiani Desa Banjarejo Kecamatan Ngadiluwih, didapatkan dari 35 bayi yang lahir pada bulan Januari Maret 2008, ada 1 bayi (2,85%) yang mengalami ikterus fisiologis. Di BPS NY. Siti Khoiriyah Desa Kambingan Kecamatan Pagu, dari 6 bayi yang lahir tidak ada yang mengalami ikterus fisiologis. Di BPS Ny. Ida Fariati Desa Tugurejo Kecamatan Gurah, dari 18 bayi yang lahir, 1 diantaranya (5,6%) mengalami ikterus fisiologis. Di BPS Ny.  Agustina   Desa  Doko Kecamatan Gampengrejo, dari 15 bayi yang lahir tidak ada yang mengalami ikterus
fisiologis. Sedangkan di Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri, 3 dari 19 bayi yang lahir (15,79%) mengalami ikterus fisiologis.
Adapun pada studi pendahuluan di BPS Ny. Erna Eny, Desa Sukoanyar Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri yang dilakukan tanggal 12 April 2008 didapatkan data jumlah bayi yang lahir pada bulan Januari 12 April 2008 sejumlah 49 dan yang mengalami ikterus fisiologis sebanyak 7 bayi. Jadi, prosentasenya adalah 14,29%. Dari jumlah bayi yang lahir mulai tanggal 1 -
12 April 2008 yaitu 8 orang, 1 diantaranya (12,5%) mengalami ikterus fisiologis, dan 7 diantara 8 ibu yang melahirkan bayi tersebut (87,5%) tidak mengetahui perawatan yang diperlukan bila bayinya mengalami ikterus.
Mereka     menganggap       waktu      tidur      bayi      yang      lama      sangat menguntungkan. Orang tua dapat melakukan pekerjaan lain selagi anaknya tidur. Padahal, di antara waktu tidur tersebut bayi seharusnya mendapatkan ASI. Mereka tidak tahu bahwa hal tersebut dapat menyebabkan bayinya mengalami ikterus.
Dengan melihat fenomena yang ada peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Pernah Bersalin di BPS Ny. Erna Eny, Ds. Sukoanyar Kec. Mojo Kab. Kediri tentang Perawatan Bayi Ikterus Fisiologis.


Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 156

0 comments:

Posting Komentar