BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara bertambah besar. Ini disebabkan proliferasi sel duktus laktiferus dan sel kelenjar pembuat ASI. Karena pengaruh hormon yang dibuat placenta yaitu laktogen, prolaktin kariogonadotropin, estrogen dan progesterone. Pembesaran juga disebabkan oleh bertambahnya pembuluh darah. Pada kehamilan lima bulan atau lebih, kadang-kadang dari ujung punting mulai keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormon laktogen dari plasenta dan hormon prolaktin dari kelenjar hipofise (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005)
ASI dan kolostrum adalah makanan terbaik untuk bayi. Kolostrum merupakan cairan jernih kekuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada periode akhir atau trimester ketiga kehamilan. Kolostrum dikeluarkan pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Jumlah yang dihasilkan bervariasi antara 10-100 ml. Per hari dengan rata-rata 30 ml. Jumlah kolostrum akan bertambah dan mencapai komposisi ASI biasa / matur sekitar 3 – 14 hari. Dibandingkan dengan ASI biasa, kolostrum memiliki kandungan laktosa, lemak dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C) lebih rendah, tetapi memiliki kandungan protein, vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K) dan beberapa mineral (seperti seng dan sodrum) yang lebih tinggi. kolostrum sangat sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan sesuai dengan kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume besar (Mellyna Huliana, 2003)
Dalam waktu segera setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan, selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara naluriah. Membantu kontak langsung ibu–bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa aman dan kehangatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).
Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, tidak jarang kita mendengar seorang ibu mengatakan, “Asi saya belum keluar.” Sebenarnya, meski ASI yang keluar pada hari tersebut sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1 – 2 hari. Air susu yang keluar pada hari pertama (kolostrum) ini mengandung zat anti-infeksi 10 – 17 kali lebih banyak dibanding ASI yang matang (Utami Roesli, 2000).
Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun karena jumlahnya sedikit dan berwarna bukan putih susu ini, sering kali ibu merasa ASInya belum keluar sehingga banyak ibu yang ragu untuk memberikan ASI pada bayinya, untuk itu ada penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan / minuman untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Disamping itu masih banyak ibu-ibu tidak memanfaatkan kolostrum, karena mereka menganggap ASI yang keluar pada hari-hari pertama itu tidak baik untuk makanan bayi dan ada pula yang menganggap kolostrum itu adalah susu basi. Sehingga mereka membuang kolostrum tersebut. Mereka umumnya tidak mengerti bahwa ASI yang baru keluar itu sangat baik untuk bayinya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2005) (Luluk Lely Soraya, 2006).
Bayi yang diberi susu selain ASI segera setelah lahir mempunyai resiko
17 kali lebih besar mengalami diare dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI segera setelah lahir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, pada tanggal 31 Maret - 4 April 2008 di wilayah kerja Puskesmas Pesantren II Kota Kediri, ibu hamil yang berkunjung sebanyak 43 orang dengan ibu hamil trimester III sebanyak 20 orang, ditemukan 11 ibu yang tidak tahu tentang kolostrum. Dan data tersebut menunjukkan bahwa ibu yang tidak tahu tentang kolostrum sebanyak 55 % dan ibu yang tahu tentang kolostrum sebanyak 45 %, selain itu diketahui bahwa sebagian besar ibu yang datang bersama balitanya tidak memberikan kolostrum pada saat setelah dilahirkan.
Untuk itu perlu adanya peningkatan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, khususnya ibu hamil trimester III mengenai pentingnya kolostrum bagi bayi mereka. Penyuluhan ini dapat dilakukan melalui
kegiatan posyandu oleh kader kesehatan ataupun menggunakan sarana media cetak atau elektronik sehingga pengetahuan ibu menjadi bertambah dan akhirnya dapat memberikan kolostrum pada bayi segera setelah lahir (Luluk Lely Soraya, 2006).Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu hamil trimester III tentang pentingnya kolostrum bagi bayi. Oleh karena itu peneliti mengambil judul “Studi Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III tentang Kolostrum.”
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No. 137
0 comments:
Posting Komentar