BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Regurgitasi (gumoh) adalah aliran dari isi perut yang keluar dari mulut dengan mudahnya dan sering diikuti dengan sendawa (Steven, PS. 2004).
Tidak hanya seorang ibu dengan bayi pertamanya yang mungkin akan mengalami berbagai masalah, tetapi terkadang ibu dengan beberapa anak juga masih saja mempunyai masalah dengan bayinya. Belum banyak yang mengetahui apakah sebenarnya regurgitasi itu. Banyak orang menganggap regurgitasi pada bayi itu adalah hal normal, maka orang tua sering menganggap sepele hal tersebut. Akibatnya jika timbul komplikasi baru diperiksakan kedokter (http://www.bloger.com). Merawat bayi memang tidak semudah yang dipikirkan banyak orang, apalagi bagi para orang tua baru. Banyak informasi dan pengetahuan tentang perawatan bayi yang harus digali. Ibu yang melewatkan untuk menyendawakan bayinya setelah disusui, tentu saja bukan karena faktor kelalaian, melainkan karena faktor ketidaktahuan (http://www.parentsguide.com).
Regurgitasi pada bayi terjadi karena belum sempurnanya katup lambung dan kerongkongan. Jika terus-menerus dan tidak ditangani bisa merusak dinding kerongkongan akibat paparan asam lambung yang keluar bersamaan dengan gumoh. 70% bayi akan mengalami gumoh minimal 1 x/hari (http://www.bloger.com). Regurgitasi yang tidak diatasi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan akibat makanan yang terus keluar (http://www.ayahbunda-online.com).
Gumoh terjadi pada semua bayi usia di bawah 1 tahun, terutama pada bayi baru lahir dan bayi usia dibawah 6 bulan. Gumoh mulai berkurang pada usia diatas 6 bulan. Gumoh paling banyak terjadi pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan >1x episode regurgitasi. Pada umur 6-7 bulan, gejala berkurang dari 61% menjadi 21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang
masih mengalami gumoh (http://www.aplcare.com).
Pada sebagian besar kasus akan sembuh sendiri dan tidak perlu penanganan atau terapi khusus. Bayi seringkali menjadi rewel dan menangis terus-menerus, sehingga orang tua perlu memperoleh pengetahuan yang benar agar tidak menjadi panik (http://gerd.cdhnf.org). Menurut Gumiarti, dkk (2002), tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi penerimaan dan pemahaman terhadap suatu objek atau materi yang dimanifestasikan dalam bentuk pengetahuan.
Untuk mencegah regurgitasi, bayi harus bersendawa. Jika bayi tidak dapat bersendawa sendiri, maka ibu bisa membantu bayi untuk bersendawa. Menyendawakan bayi adalah hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi banyak juga orang tua yang belum mengetahui cara menyendawakan bayi (Datta, M. 2004). Beberapa cara menyendawakan bayi yaitu : bayi digendong di pundak dengan wajah menghadap ke belakang. Pegang bagian pantatnya dengan satu tangan, sedangkan tangan lain memegang leher dan menepuk-nepuk punggungnya. Posisi bayi setengah duduk. Dada dan kepala menjorok ke depan. Sangga leher lalu tepuk-tepuk bagian lambungnya. Telungkupkan bayi di pangkuan. Tepuk-tepuklah bagian punggungnya. Usahakan posisi dada lebih tinggi dari perutnya (http://www.nakita-online.com).
Berdasarkan studi pendahuluan di desa Paron wilayah kerja puskesmas Ngasem kabupaten Kediri, terdapat 30 bayi berusia 0-6 bulan. Dari 30 bayi, sekitar 20 bayi sering mengalami gumoh dan ibu tidak mengetahui cara untuk mengurangi frekuensi gumoh. 20 bayi tersebut tidak mengalami komplikasi. Dimana dari 20 ibu meneteki (Buteki) tersebut mayoritas memiliki pendidikan rendah, selain itu mereka menganggap gumoh adalah hal biasa dan bukan merupakan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berminat untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan Buteki bayi usia 0-6 bulan tentang Regurgitasi di Desa Paron Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri”.
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 161
0 comments:
Posting Komentar