BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hiperemesis Gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan atau tidak terkendali selama masa hamil yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, atau defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan (Bobak. 2004: 721). Hiperemesis Gravidarum merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda (Sarwono P.2002: 277). Muntah yang berlebihan menyebabkan cairan tubuh makin berkurang, sehingga darah menjadi kental (Hemokonsentrasi) yang dapat melambatkan peredaran darah yang berarti komsumsi oksigen dan makanan ke jaringan berkurang. Kekurangan makanan dan oksigen ke jaringan akan menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat menambah beratnya keadaan janin dan wanita hamil (Manuaba, IBG. 1998: 209).
Batas jelas antara mual yang masih fisiologis dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpangaruh sebaiknya ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarium. Hiperemesis Gravidarium menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan. (1) Hiperemesis Gravidarum Tingkat I (Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun, merasa nyeri epigastrium, nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mongering, mata cekung. (2) Hiperemesis Gravidarum Tingkat II (Penderita nampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang – kadang naik, mata sedikit ikteris dan cekung, berat badan menurun, tensi menurun, hemokonsentras, oliguria, konstipasi, aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan dan dapat pula ditemukan dalam kencing. (3) Hiperemesis Gravidarum Tingkat III (Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun drastis dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu naik, tensi turun) (Sarwono P.2002 : 277 – 278).
Pada tingkatan yang berat, hiperemesis gravidarum dapat mengancam jiwa dan janin. Dimana telah terjadi delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan yang merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan (Sarwono P. 2002: 279)
Sekitar 70 % wanita hamil suatu saat akan mengalami rasa mual (Jimenez, SML. 1999: 31). Mual dan muntah terjadi pada 60 % - 80 % primigravida dan 40 % - 60 % multigravida (Sarwono P. 2002 : 275). Insiden Hiperemesis Gravidarum 3,5 per 1000 kelahiran dimana 1 dari setiap 1000 wanita hamil akan menjalani rawat inap (Bobak 2004: 721). Keadaan ini lebih sering ditemukan pada kehamilan pertama (Farrer, H. 1999: 113).
Seorang primigravida berperan dominan pada faktor predisposisi Hiperemesis Gravidarum, antara lain pada faktor adaptasi, hormonal, dan psikologi. Pada faktor hormonal, primigravida sebagian kecil belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan koreonik gonadotropin (Manuaba, IBG. 1998 210). Sedangkan pada faktor psikologi, primigravida mempunyai kecenderungan mengalami ambivalen terhadap kehamilan dan perasaan yang saling berkonflik tentang peran dimasa depan sebagai ibu, perubahan tubuh, dan perubahan gaya hidup yang dapat menjadi penyebab episode vomitus (Bobak. 2004: 721).
Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Gambiran Kota Kediri, pada awal Januari sampai dengan akhir Maret 2008 didapatkan bahwa jumlah total pasien yang mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 7 orang, 4 orang primigravida dan 3 orang multigravida.
Dengan melihat fenomena yang ada peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara gravida dengan tingkat hiperemesis gravidarum di RSUD Gambiran Kota Kediri periode 1 Januari –31 Desember 2007.
Kunjungi : Download KTI Kebidanan dan Keperawatan No 141
0 comments:
Posting Komentar