BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa menyusui merupakan masa yang sangat membahagiakan bagi ibu dan bayi. Ketika bayi menghisap ASI melalui puting susu, rasa kehangatan dan kasih sayang ibu akan tercurah pada sibuah hati (Diah, 2000). ASI mengandung banyak faktor non nutrisi yang membantu melindungi dan merawat bayi selama bulan-bulan pertama kehidupan (Moody, 2006). Pemberian ASI berarti memberi zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat – zat kekebalan terhadap penyakit dan ikatan emosional antara ibu dan bayinya (www.ghozansehat, 2007).
Seorang ibu dikodratkan untuk dapat memberikan air susunya kepada bayi yang telah dilahirkannya, dimana kodrat ini merupakan suatu tugas yang mulia bagi ibu itu sendiri demi keselamatan dari bayi dikemudian hari (Manuaba, 1998).Sejak seorang wanita memasuki kehidupan keluarga, padanya harus sudah tertanam suatu keyakinan : ”Saya harus menyusui bayi saya, karena menyusui adalah realisasi dari tugas yang wajar dan mulia dari seorang ibu “. Sayang sekali keyakinan diatas, khususnya di kota-kota besar, terlihat adanya tendensi penurunan pemberian ASI, yang dikhawatirkan akan meluas ke pedesaan (Soetjiningsih, 1997).
Menurut WHO pemberian ASI Eksklusif 6 bulan disejumlah kota besar di Indonesia ternyata masih rendah. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai usia sebulan setelah kelahirannya hanya 25 % – 80 %. Menurut Dinas Kesehatan Kota Kediri, pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai usia sebulan setelah kelahirannya di Jawa Timur tahun 2007 hanya 42,6% (Dinas Kesehatan, 2007). Lebih buruk lagi di daerah kumuh perkotaan (Jakarta, Makasar, Surabaya), pemberian itu hanya sampai 40 %. Bahkan ada bayi yang baru berumur 2 minggu sudah diberikan makanan lain. Proporsi pemberian ASI pada bayi kelompok usia 0 bulan sebesar 73,1 %, 1 bulan 55,5 %, 2 bulan 43 %, 3 bulan 36 % dan kelompok usia 4 bulan 16,7 %. Dengan bertambahnya usia bayi terjadi penurunan pola pemberian ASI sebesar 1,3 kali atau sebesar 77,2 %. Menurut hasil data Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2006 di Kediri hanya 12,50 % pemberian ASI Eksklusif pada bayi sampai usia sebulan setelah kelahirannaya (Badan Pusat Statistik, 2006).
Hal ini kemungkinan karena ibu – ibu dalam masa kini banyak melakukan kegiatan untuk memperoleh tambahan pendapatan keluarga. Dengan adanya peningkatan iklan susu buatan yang secara gencar memasarkan produk susunya (www.tempo.co.id/medika). Maka ibu dengan bertambahnya pendapatan keluarga atau status sosial ekonomi tinggi, ibu lebih berminat untuk pemberian susu botol dan melupakan kodratnya untuk memberikan air susunya. Hal ini memberikan adanya hubungan antara pemberian ASI dengan sosial ekonomi ibu dimana ibu yang mempunyai sosial ekonomi rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI dibanding dengan sosial ekonomi tinggi (www.ridwanamirruddin.wardpress.com.2007).
Berdasarkan PKL pada tanggal 10 Maret-29 Maret 2008 di Desa Menang, wilayah kerja Puskesmas Pagu Kabupaten Kediri terdapat 72 bayi berusia 0-12 bulan. Yang mendapat ASI Eksklusif ada 52 bayi atau sebesar
72%. Sedangkan dari 34 bayi yang berusia 0-6 bulan, jumlah ibu yang menyusui bayinya ada 14 orang atau sebesar 41%. Hal ini belum sesuai dengan target yang diharapkan oleh Departemen Kesehatan RI dimana ditargetkan pada tahun 2005 80 % wanita di Indonesia sudah memberikan ASI Eksklusif.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan tingkat ekonomi dengan minat ibu dalam pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Desa Menang Wilayah Kerja Puskesmas Pagu Kabupaten Kediri.
0 comments:
Posting Komentar